Ciptakan Sekolah yang Menyenangkan

Dalam penutupan Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan (RNPK) 2015 di Sawangan, Depok, Jawa Barat, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan menegaskan di hadapan para kepala dinas pendidikan provinsi, kabupaten, dan kota bahwa lembaga pendidikan harus menciptakan sekolah yang menyenangkan. Sekolah yang menyenangkan menurutnya adalah sekolah yang memberi tantangan, wahana yang aman, yang menyehatkan, yang memberikan pilihan tantangan yang bermakna. Jika anak-anak menikmati pembelajaran yang menyenangkan,  maka ilmu itu akan mudah diserap.

Dalam kesempatan itu, Ia juga menjelaskan contoh-contoh konkrit dari empat prinsip dasar sekolah menyenangkan. Prinsip pertama adalah semua terlibat. Contoh riil dari prinsip ini adalah guru mengundang orang tua siswa ke sekolah secara bergantian. Kemudian, orang tua siswa diminta menceritakan profesinya sehari-hari kepada para siswa, baik itu pedagang, petani, atau pegawai. Dengan cara itu, siswa bisa secara langsung meneladani kisah-kisah yang baik. Kalau ada masalah/konflik, guru mengajak anak untuk menjadi mediatornya. Selain itu, keterlibatan dengan komunitas juga dapat dilakukan dengan mengajak anak kerja bakti di lingkungan sekitar sekolah. “Jangan guru hanya rutin di kelas, mengejar target di ruang tertutup,” tukasnya.


Prinsip kedua dari sekolah menyenangkan, menurut Mendikbud, adalah pembelajaran harus relevan dengan kehidupan dan jangan mengajarkan sesuatu yang tidak relevan. Misalnya, guru harus sering mengajak siswa keluar kelas atau sekolah. "Jangan belajar di dalam kelas terus," ujarnya. Sangat disayangkan jika siswa tidak pernah diajak ke sawah, padahal sekokahnya dekat dengan sawah. Siswa tidak pernah masuk pasar, padahal sekolahnya dekat pasar. Menurutnya, dengan mengajak siswa terjun langsung ke masyarakat, guru bisa mengajarkan ilmu yang riil. Misalnya, ajak anak mengelola sampah.

Ia sempat menuturkan pengalamannya saat berkunjung ke sekolah pedalaman. Ia melihat bekas materi ajar yang belum dihapus di papan tulis. Di situ dijelaskan tentang teknik-teknik sebelum berenang. Seperti siswa harus duduk di bibir kolam sambil mengayun-ngayunkan kedua kakinya di air. "Saat saya tanya, apakah di sekitar sekolah ada kolam renang? Ternyata tidak ada. Adanya sungai yang jaraknya 150 meter dari sekolah," urainya. Yang terjadi dalam proses pembelajaran seperti itu, menurut Mendikbud, adalah menciptakan pikiran atau awang-awang anak-anak untuk hidup di kota. Sebab, kolam renang ada di kota. "Anak-anak sudah dikotakan pikirannya," ujarnya.

Prinsip ketiga adalah pembelajaran dengan ragam pilihan tantangan. Masing-masing individu diberikan pilihan dan tantangan yang sesuai. “Olimpiade Sains dan Matematika itu penting, tapi tumbuhkan juga kompetisi festival di bidang lain,” jelasnya tentang upaya mengajak anak melihat sebayanya sebagai individu yang punya potensi bervariasi. Pemahaman guru dan orang tua akan variasi potensi juga sangat penting. Proses pembelajaran itu lebih penting daripada mengukur prestasi anak dengan hanya melihat angka (nilai). “Begitu angka dijadikan ujung prestasi, maka kita akan langsung melakukan devaluasi atas proses pembelajaran,” tegasnya.

Prinsip keempat adalah pembelajaran yang bermakna. “Pembelajaran bermakna itu ilmunya akan berguna untuk jangka panjang, karena terkait dengan pemecahan-pemecahan masalah secara nyata,” paparnya. Mendikbud mengajak guru untuk merangsang mengajukan pertanyaan-pertanyaan substansif yang bisa mengarahkan kepada inspirasi. Ia juga tidak sepakat jika guru mengajak anak untuk menghafalkan teori tanpa memberi penekanan kepada anak tentang manfaat mempelajari teori itu.  

Ia yakin bahwa sekolah menyenangkan bukanlah sesuatu yang abstrak, tetapi riil atau konkrit. Ini semua dapat tercapai apabila perilaku para pelaku dan pengelola pendidikan, seperti kepala sekolah, guru, dan siswa dapat menciptakan ekosistem sekolah yang menyenangkan. 

Mendikbud juga menjelaskan bahwa hal tersebut bukan pada perubahan kurikulum tetapi situasi pengajaran di kelas yang perlu disesuaikan. Menurutnya, pendidikan yang bisa berlangsung dua arah antara pengajar dan pendidik di dalam kelas, membuat komunikasi guru-murid menjadi lebih baik. “Kalau sistem pengajaran dalam kelas itu pintarnya guru dan murid berdiskusi saja, jangan didikte terus," ujarnya.

Selain itu, ia juga mengatakan bahwa film merupakan salah satu bentuk pengajaran yang sangat menarik dan akan lebih cepat diingat oleh anak karena anak-anak menyukai cerita.

Mendikbud berharap, setelah mengikuti rembuk nasional, semua pihak harus mulai menata proses pembelajaran yang baik. Para siswa tidak hanya digenjot urusan kognitifnya saja. Tetapi, juga harus dibarengi dengan pembentukan kreativitas. “Saya menitipkan mereka untuk pulang membawa pesan soal bagaimana membuat sekolah kita sebagai sekolah yang tantangannya menyenangkan. Jangan tanpa tantangan dan senang-senang saja, atau tantangan yang tidak menyenangkan, tapi dengan tantangan yang menyenangkan,” katanya. ***

ditulis tahun : 2015



No comments:

Post a Comment