Pada dasawarsa terakhir, berbagai
media telah cukup sering memberitakan perihal kekerasan di sekolah yang bahkan
berakhir tragis -- tak jarang hingga merenggut nyawa. Yang lebih memprihatinkan,
fenomena yang marak ini tak hanya terjadi di kota-kota besar saja, bahkan juga terjadi di sekolah-sekolah di kota kecil
ataupun pelosok. Perilaku kekerasan di sekolah adalah kenyataan yang mengerikan
dan sangat tidak menguntungkan bagi korban, pelaku, bahkan masyarakat secara
luas karena terjadi pada peserta didik yang merupakan generasi masa depan
bangsa.
Dalam rangka mengantisipasi
berkembang luasnya perilaku kekerasan di sekolah, Pusat Pengembangan Profesi
Pendidik, Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan
Penjaminan Mutu Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyusun buku
Panduan Pencegahan dan Penanggulangan Perilaku Kekerasan di sekolah. Buku
Panduan tersebut diharapkan dapat memberikan pemahaman dan penyamaan persepsi
bagi warga sekolah maupun pemangku kepentingan lainnya dalam rangka pencegahan
dan penanggulangan kekerasan di sekolah maupun di sekitar lingkungan sekolah.
Perlu Peran Semua Pihak
Peserta,
Orangtua, Guru, Administrator, dan anggota lain dari masyarakat harus bekerja
sama satu sama lain untuk mengantisipasi, mengidentifikasi, dan merespon
berbagai faktor risiko sebelum tindakan kekerasan terjadi di sekolah. Ada bukti
kuat yang menunjukkan bahwa banyak pelaku kekerasan menunjukkan tanda-tanda,
atau berbagi informasi tentang niat mereka sebelum melakukan suatu tindakan
kekerasan.
Masyarakat
pun berkewajiban membantu terciptanya suasana yang kondusif untuk upaya
pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan di sekolah. Perilaku masyarakat
sekitar tempat tinggal peserta didik yang baik dan taat azas, akan diditeladani
oleh peserta didik, demikian pula perilaku buruk dari masyarakat akan dapat
menjadi contoh yang mungkin saja akan dituruti oleh peserta didik.
Demikian
juga peran pemerintah penting dalam penanggulangan agar masalah itu tidak
semakin meluas dan dapat menimbulkan ketidaknyamanan dalam masyarakat khususnya
di lingkungan sekolah. Dalam melaksanakan perannya pada upaya pencegahan dan
menangani tindak kekerasan di sekolah, Pemerintah perlu menempuh beberapa upaya
dan kebijakan pokok antara lain membentuk jaringan informasi yang cepat dan
tepat, mendata sedini mungkin sekolah yang terindikasi rawan, mengadakan
konsultasi dan bertukar informasi dengan instansi terkait, berkoordinasi dalam
menyikapi informasi kepada Kadisdik Provinsi atau Kadisdik Kabupaten/kota yang
disampaikan dengan cara berkala dan secara insidental, serta menganjurkan untuk
mengupayakan kepada sekolah untuk mengambil peran dalam usaha pencegahan dan
penanganan tindak kekerasan di sekolah sedini mungkin.
Terkait dengan pencegahan perilaku kekerasan di sekolah, menurut
Unesco dalam bukunya Stopping Violence in School: A Guide for Teachers menawarkan
10 tindakan yang dapat dilakukan untuk pencegahan kekerasan di dalam kelas dan
sekolah. Kesepuluh tindakan tersebut antara lain 1) sekolah dianjurkan menggunakan pendekatan secara holistik dengan
melibatkan siswa, warga sekolah (kepala sekolah, guru, administrasi sekolah),
orang tua murid dan masyarakat; 2) jadikan siswa-siswa sebagai rekan dalam
mencegah kekerasan; 3) gunakan metode dan teknik disiplin yang konstruktif; 4)
jadilah kekuatan aktif dan efektif untuk menghentikan bullying (penindasan); 5)
bangun ketahanan siswa dan bantu mereka untuk menanggapi tantangan kehidupan
secara konstruktif; 6) jadilah panutan positif dengan mengemukakan gagasan anti
kekerasan seksual dan kekerasan berbasis gender; 7) jadilah pengacara bagi
mekanisme keamanan sekolah; 8) sediakan para siswa tempat yang aman dan
menyenangkan; 9) pelajari pencegahan tindak kekerasan dan kemampuan mengatasi
konflik dan ajarkan hal itu semua pada siswa; dan 10) kenali kekerasan dan
diskriminasi yang terjadi pada siswa yang mengalami disabilitas, dan mereka
yang berasal dari masyarakat pribumi, minoritas dan masyarakat termarjinalkan
lainnya.
Kekerasan di
sekolah menyebabkan luka emosional yang sering menimbulkan depresi, kecemasan,
ketakutan dan stres dan/atau luka fisik yang disebabkan penggunaan senjata
tajam atau bentuk senjata lainnya. Mengenal dan mengidentifikasi alasan dan
faktor risiko untuk kekerasan di sekolah adalah langkah pertama dalam menangani
perilaku kekerasan di sekolah. Langkah-langkah yang perlu dilakukan pada saat
perilaku kekerasan di sekolah terjadi antara lain, yang pertama, fokus pada
pencegahan pertama, yakni membekali siswa dengan pengetahuan, keterampilan dan
sikap yang dibutuhkan untuk mencegah kekerasan dan menahan diri untuk terlibat
dalam situasi yang berpotensi membahayakan bagi dirinya. Kepala Sekolah, guru
dan staff lainnya harus mengajarkan peserta didik tentang berbagai jenis perilaku
yang tidak pantas seperti ancaman, nama-panggilan yang tidak benar, berbicara
tentang penggunaan atau membawa senjata, penghinaan rasial, bullying dan
kelompok geng, dan apa yang harus dilakukan jika mereka melihat perilaku
seperti itu.
Yang kedua,
bekali guru dan staf lainnya dengan keterampilan dan pengetahuan yang
dibutuhkan untuk menangani situasi yang berpotensi kekerasan di sekolah. Guru
dan staf lainnya perlu dilatih untuk mendidik peserta didik tentang kekerasan
dan cara-cara untuk mencegahnya. Mereka juga harus dilatih untuk berbicara
kepada peserta didik dalam rangka memperoleh kepercayaan dari peserta didik.
Peserta didik harus merasa bahwa mereka dapat berbicara dengan guru dan staf
lainnya, dan mendapatkan bantuan jika mereka melihat dan menyampaikan
tanda-tanda tentang kondisi atau situasi yang berpotensi membahayakan.
Yang ketiga
adalah membantu guru dan peserta didik untuk dapat mengelola rasa frustrasi dan
kemarahan pada diri mereka tanpa beralih kepada kekerasan. Hal ini dapat
dilakukan dengan mengadakan seminar untuk membahas cara-cara alternatif untuk
mengatasi agresi, seperti menulis untuk mengeluarkan isi hati atau melakukan
olahraga.
Yang
keempat, pastikan bahwa korban dan pelaku kekerasan di sekolah tahu bahwa
tindakan akan diambil terhadap siapa pun yang bersalah. Hal ini penting karena
tanpa langkah ini, pelaku akan terinspirasi untuk menjadi lebih berani dan
korban atau calon korban akan menjalani kehidupan mereka dalam ketakutan,
bahkan terlalu takut untuk berbicara dan membiarkan guru atau orang tua tahu
bahwa ada sesuatu yang salah.
Yang kelima,
ambil tindakan cepat jika insiden perilaku kekerasan mulai terungkap. Jika
misalnya seorang peserta didik melaporkan ancaman, atau jika seorang peserta
didik terlihat membawa senjata, maka segera berkoordinasi dengan kepala sekolah
atau guru lain dan menelepon polisi.
Dan yang
keenam, tangani dan lokalisir perilaku kekerasan setelah terjadi. Adakan
seminar/pengarahan bagi seluruh peserta didik untuk berbicara tentang kejadian
kekerasan tersebut. Ulangi petunjuk tentang apa yang harus dilakukan jika
terjadi insiden perilaku kekerasan seperti itu di masa mendatang. Memotivasi
dan mendorong peserta didik untuk melaporkan kegiatan-kegiatan yang
mencurigakan, dan meyakinkan mereka bahwa mereka yang melaporkan itu akan tetap
terlindungi. Pastikan bahwa peserta didik dan guru atau staf lainnnya memiliki
akses ke konselor/BK untuk membantu mereka mengatasi stres pasca-trauma akibat
tindakan kekerasan.
Dengan
antisipasi sedini mungkin dan upaya semaksimal mungkin, harapan bagi semua
pihak adalah bahwa angka kekerasan di sekolah menjadi dapat diminimalisir atau
bahkan diupayakan untuk takkan lagi terjadi. ***
ditulis tahun : 2014
ditulis tahun : 2014
No comments:
Post a Comment