Mengembalikan Integritas Guru

Peringatan Hari Guru Nasional 2014


Ada yang berbeda dengan pelaksanaan Hari Guru Nasional saat ini dengan peringatan Hari Guru Nasional tahun lalu. Tak lain tak bukan karena kali ini, Anies Baswedan, Ph.D, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang baru lah yang berdiri di hadapan lebih dari seribu guru dan undangan untuk menyampaikan sambutan dan arahannya mengenai pendidikan nasional. Kedatangan Mendikbud baru ini disambut meriah dan sukacita oleh para guru. Ada yang sekadar ingin melihat secara langsung dari dekat wajah Pak Menteri yang masih berusia muda ini, ada pula yang dalam hati menanamkan harapan bahwa semoga akan ada kebijakan-kebijakan baru yang semakin membesarkan hati guru.

Peringatan Hari Guru Nasional 2014 dilaksanakan dengan berbagai kegiatan, antara lain upacara bendera yang dilakukan serentak pada 25 november, Seminar Nasional Pendidikan, diskusi publik, pemberian penghargaan tanda kehormatan Satya Lencana Pendidikan kepada guru, kepala sekolah, dan pengawas yang berprestasi dan berdedikasi, Lomba Kreativitas Guru dan Forum Ilmiah Guru, ziarah ke Taman Makam Pahlawan Nasional Kalibata, kegiatan olahraga dan seni, donor darah, hingga gerak jalan 10.000 guru yang diadakan di Monas, Jakarta. Peringatan Hari Guru Nasional yang diadakan di Gedung Istora Senayan Jakarta ini dihadiri oleh ribuan guru dan undangan hingga lebih dari delapan menteri Kabinet Kerja. Sayangnya Presiden Joko Widodo tidak bisa hadir dikarenakan sedang meninjau Riau terkait dengan isu kebakaran hutan, sehingga diwakilkan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla. Sedangkan Seminar Pendidikan yang digelar di Aula Gedung Kemdikbud, Jakarta diisi dengan sambutan dari Mendikbud, dan beberapa paparan yang dibawakan oleh Dr. Syawal Goeltom, M.Pd., Kepala Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan & Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMPK & PMP), Anshuk Sonak dari Intel Coorporation, Prof. Dr. Komarudin Hidayat, rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Dr. Sulistiyo, Ketua PGRI.

Mengusung tema Mewujudkan Revolusi Mental melalui Penguatan Peran Strategis Guru, guru diharapkan harus segera menyadari untuk siap melakukan perubahan, terutama perubahan mindset untuk terus memperbaiki kualitasnya demi masa depan anak-anak Indonesia yang lebih baik. Demikianlah yang diungkapkan oleh Sulistiyo. Hal ini dikarenakan guru adalah ujung tombak perubahan dalam keberlangsungan pendidikan, sedangkan pendidikan adalah jalan utama bagi revolusi mental. Oleh karena itu, guru memiliki peran yang sangat strategis dalam konteks menyukseskan revolusi mental.

Kendati demikian, merubah mindset pun bukanlah pekerjaan yang mudah. Namun Syawal Goeltom dalam paparannya mengungkapkan bahwa ada beberapa cara untuk mengubah mindset, antara lain mencari atau menemukan inspirasi, dan melalui sistem. “Guru dapat melihat bagaimana pendidikan di negara-negara maju, yang juga memiliki guru-guru yang baik. Apa sajakah pekerjaan atau yang mereka lakukan, bagaimana cara mereka memperlakukan peserta didik,” terangnya. Sedangkan sistem dibuat oleh pusat dengan tujuan perubahan kesadaran itu akan terjadi secara masif. Kendati demikian, pusat perlu menyediakan orang-orang yang kredibel untuk mengawal sistem tersebut.

Merubah mindset guru merupakan bagian dari revolusi mental. Tujuannya, misi mencerdaskan kehidupan bangsa dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Dalam hal ini, guru memiliki peran dan tanggung jawab penting dalam menjalankan misi tersebut secara tersistematis dan terstruktur, karena guru memiliki andil yang besar dalam menentukan nasib masa depan bangsa. “Setiap hari guru di depan kelas bukan hanya melihat anak-anak Indonesia, tetapi melihat masa depan indonesia. Di kelas itulah persiapan masa depan indonesia dilakukan. Keteguhan guru dalam menjalankan tugas mulia ini dan keseriusannya dalam mendidik menjadi kunci. Oleh karena itu kami tegaskan, guru bukan hanya mengajar dan mendidik, tetapi menginspirasi dan melukis masa depan Indonesia,” kata Mendikbud, Anies Baswedan, dalam sambutannya di Seminar Pendidikan, yang dilaksanakan di Gedung Kemdikbud, Jakarta.

Sedangkan Syawal Goeltom mengatakan bahwa guru tak seharusnya hanya sekadar mengajar dengan mentransfer ilmu pengetahuan dalam pembelajaran, namun juga harus dapat memberikan makna dalam pembelajaran. “mengajar itu adalah memberi makna pada pembelajaran. Sebagai contoh, guru tak hanya mengajar pelajaran matematika dengan rumus dan pengerjaan soal matematika, namun juga harus mengajarkan bagaimana cara belajar matematika yang baik,” katanya.

Mengembalikan Integritas
Di samping itu, Mendikbud juga mengungkapkan bahwa salah satu tantangan terbesar Indonesia adalah mengembalikan integritas. Dikatakan ‘mengembalikan’ karena dulunya Indonesia memiliki pilar kepercayaan. Saat Republik Indonesia Pertama kali berdiri, integritas pemimpin, para pejuang dan pendorong perubahan, termasuk para guru, relatif dijunjung tinggi. “Kita dulu terpercaya, dengan masyarakat yang terbuka dan demokratis. Pilarnya adalah kepercayaan. Kalau masyarakatnya otoriter, pilar itu rasa takut. Kalau rasa takutnya hilang, pasti pemerintah itu akan tumbang. Tapi kalau pemerintahnya terbuka, maka kepercayaan itu justru akan bertambah. Di sini, kuncinya adalah integritas,” tuturnya.

Kenyataan yang dihadapi sekarang, setiap kali Indonesia dihadapkan pada kompetisi dan perbandingan di skala internasional, Indonesia seringkali mendapat ranking yang jeblok. Oleh karena itu, perubahan harus segera dilakukan. Perubahan yang paling utama dan mendasar adalah perubahan mindset. “Tantangan kita adalah mengubah bagaimana kelas-kelas kita, sekolah-sekolah kita, menjadi zona berintegritas. Itu yang harus dibangun terlebih dahulu. Jika kita bisa membuat sekolah kita menjadi zona berintegritas, maka kelas kita akan menjadi contoh orang-orang berintegritas. Kita tidak ingin wajah masa depan Indonesia masih seperti sekarang, dimana korupsi dianggap sebagai persoalan yang jamak. Maka itu, kita harus berubah, dan perubahan ini dimulai dari sekarang,” katanya lagi.

Kendati demikian, Mendikbud juga menegaskan bahwa persoalan pendidikan tak hanya menjadi tanggung jawab Kementerian atau para guru saja, melainkan adalah tanggung jawab seluruh bangsa. Oleh karena itu, ia pun mencanangkan gerakan kesadaran. Artinya, setiap manusia Indonesia harus sadar dengan peran dan tanggung jawabnya masing-masing, termasuk para guru. Yang paling penting adalah memiliki kesadaran penuh sebagai warga negara Indonesia. “Sebagai warga negara Indonesia, kita harus menunjukkan sikap mau berperan untuk indonesia. Ajak anak-anak kita untuk merasa memiliki Indonesia. Jika mereka memiliki rasa memiliki, maka mereka akan terpanggil untuk terlibat. Aktiflah di lingkungan kita sendiri, dan ajak anak-anak untuk terlibat di lingkungan. Beri mereka tugas-tugas yang membuat mereka terlibat dengan lingkungannya karena saat ini banyak sekali anak-anak yang merasa tidak menjadi bagian dari masyarakat, jarang bersosialisasi. Kesadaran sebagai warga negara ini tidak bisa diajarkan secara keilmuan dan definitif di sekolah, tetapi harus diajarkan dengan teladan. Guru harus membuktikan diri dengan menjadi bagian dari masyarakat. Begitu melihat bapak ibu guru terlibat, maka anak-anak akan menjadi jauh lebih mudah untuk terlibat. Jika kita bisa mendorong anak-anak memiliki perasaan memiliki Indonesia, hasilnya pasti akan luar biasa,” kata Anies. “Harapannya, nantinya anak-anak bukan saja memainkan peran, tetapi di lingkungannya dia akan memberikan makna,” tambahnya lagi.

Mencetak Pembelajar
Selain itu, menurut Mendikbud, guru harus berusaha untuk mendidik anak-anaknya menjadi pembelajar. Dengan menjadi pembelajar, anak-anak akan senantiasa menghargai dan menghormati guru, memaknai perannya dalam lingkungannya, termasuk menjadi warga negara Indonesia yang ikut terlibat memajukan bangsa. “Kita ingin anak-anak datang ke sekolah dengan perasaan senang, pulang sekolah pun dengan perasaan senang. Tapi sudahkah kita menjadi guru yang menyenangkan? Sudahkah kita menjadi guru yang membahagiakan? Maka itu, kita harus punya motivasi untuk menjadi guru yang selalu diingat oleh murid-murid kita. Kita berharap 20 atau 30 tahun lagi, ketika anak-anak ditanya ‘siapakah guru Anda’, maka ia akan dapat menyebutkan nama bapak ibu gurunya. Oleh karena itu, rangsang anak-anak dari sekarang menjadi pembelajar, mencintai belajar, supaya jejak bapak ibu guru akan selalu diingat oleh mereka,” kata Mendikbud dalam pidatonya.

Sejak guru mengemban peran, tugas, dan tanggung jawab yang besar dalam melukis masa depan bangsa, maka seyogyanya guru perlu mendapat perhatian besar, tak hanya dari pemerintah saja, melainkan dari semua pihak dan masyarakat. Salah satu gebrakan yang yang dicanangkan oleh Mendikbud adalah gerakan memuliakan guru. Menurutnya, gerakan memuliakan guru adalah gerakan penghormatan bagi guru yang seyogyanya dilakukan oleh semua lapisan masyarakat. Selain itu, masyarakat juga diajak untuk terlibat menyelesaikan persoalan guru yang saat ini menjadi perhatian pemerintah. Antara lain mengenai kesejahteraan guru. “Dalam hal ini, kita bisa bekerjasama. Misalnya, bagian pemerintah itu menyejahterakan guru, sedangkan bagian masyarakat adalah menurunkan pengeluaran guru. Kalau kita hanya bicara tentang peningkatan kesejahteraan, sementara pengeluaran guru tetap tinggi, maka kesejahteraan guru masih akan sulit tercapai,” jelasnya.

Melalui gerakan memuliakan guru, Mendikbud berharap supaya masyarakat merasa terpanggil.  “Memanggil kesadaran mereka dapat dilakukan melalui pertanyaan sederhana, bisakah Anda duduk di tempat sekarang jika tak ada guru yang mengajarkan Anda? Hal apa yang telah kita berikan untuk guru kita? Maka berikanlah sebuah penghormatan untuk guru. Dengan demikian, impian memuliakan guru itu bukan karena surat edaran menteri atau karena undang-undang, tapi karena kita sadar bahwa kita bisa seperti sekarang ini karena guru,” ujar Mendikbud. Meski begitu, Mendikbud menggarisbawahi bahwa gerakan memuliakan guru atau dukungan pengembangan guru tak harus dalam bentuk rupiah, tetapi dapat pula berupa bentuk pengembangan-pengembangan maupun kemudahan atau keringanan bagi guru.

Kendati Pemerintah saat ini sangat memperhatikan kesejahteraan guru, ketua PGRI, Sulistiyo, dalam sambutannya di peringatan Hari Guru Nasional menyarankan supaya tunjangan kesejahteraan guru dapat diterima oleh seluruh guru tepat waktu dan tepat jumlah, serta diupayakan dibayarkan bersamaan dengan gaji. “Insya Allah ada cara meski selama ini terasa sulit untuk dilaksanakan. Karena memang pembayaran tunjangan profesi selama ini belum sebaik yang kita harapkan,” katanya. Selain itu, ia pun menyinggung tentang kesejahteraan guru honorer ataupun guru swasta, terutama yang bernaung di bawah Kementerian Agama. “Di Kemenag, yang lebih besar justru guru swastanya. Mereka juga perlu perhatian serius. Dan dalam kaitan ini, mohon untuk dibuatkan penetapan penghasilan minimal bagi guru honorer dan swasta. Kami memahami kalau bertahap, sesuai kemampuan pemerintah. Saat ini banyak guru yang berpenghasilan 200-300 ribu rupiah sebulan, tapi mereka bertugas sebaik-baiknya,” tambahnya lagi.

Tingkatkan Kompetensi
Di sisi lain, Wakil Presiden Jusuf Kalla yang juga hadir dalam Peringatan Hari Guru Nasional di Istora menekankan bahwa peningkatan kesejahteraan guru sebaiknya pun diiringi dengan kualitas kompetensi guru. “Saya sangat sependapat bahwa kesejahteraan guru itu penting dan perlu ditingkatkan. Tetapi di dunia ini tidak ada kesejahteraan yang didapat dengan percuma. Harus dengan usaha keras secara bersama-sama,” tegasnya.

Ia pun mengatakan bahwa bagaimanapun kesejahteraan dan kemakmuran harus dirasakan oleh semua pihak dan semua lapisan. “Jika kita menjadi bangsa yang makmur dan sejahtera, maka bukan hanya para guru yang sejahtera, tapi juga para petani, perawat, dokter, dan lain-lain. Tapi kemakmuran itu tentu tidak mungkin dicapai tanpa kerja keras, produktivitas, dan teknologi, yang dasarnya adalah melalui pendidikan. Manusia Indonesia yang lebih baik lebih pintar dan lebih produktif hanyalah berasal dari hasil pendidikan. Sedangkan pendidikan yang baik itu melewati guru yang baik dan sekolah yang bermutu,” tuturnya.

Meski demikian, Wapres mengatakan bahwa pekerjaan meningkatkan mutu pun tak bisa dilakukan secara sendiri-sendiri, melainkan harus bekerja bersama-sama. “Mutu sangat tergantung pada kemampuan kita membangun pendidikan secara fisik. Tapi sama pentingnya dengan membangun dan meningkatkan mutu guru untuk mengajar dengan baik, dan juga metode kurikulum yang baik. Semuanya harus berdiri bersamaan untuk membangun pendidikan yang baik. Tidak ada yang dapat berjalan sendiri. Guru yang baik tanpa sekolah yang baik tentu sulit memberikan pendidikan yang baik. Sekolahnya baik tapi gurunya tidak bermutu, tentu tidak bisa membangun negara yang baik. Kita harus membangun bangsa secara keseluruhan dan bersama-sama. Apapun upaya kita, maka akan menghasilkan hal yang baik untuk bangsa ini,” katanya.

Di samping itu, Wapres juga mengatakan bahwa guru seyogyanya harus mengajar dan belajar terus-menerus. Ilmu pengetahuan berkembang luar biasa pesatnya, dan perkembangan segala ilmu selalu mendahului jamannya. Oleh karena itu, di samping mengajar yang baik, guru juga harus belajar yang baik. Misalnya dengan mengikuti berbagai kegiatan peningkatan mutu dan kompetensi dan banyak membaca.

Sedangkan Mendikbud mengatakan bahwa guru juga sebaiknya termotivasi untuk menemukan terobosan-terobosan dan inovasi untuk pengembangan pendidikan. “Saat ini seharusnya peran pemerintah mulai bergeser. Jika kemarin Pemerintah berupaya untuk menemukan solusi, sekarang harus memberikan kesempatan untuk menjadi penyedia platform bagi solusi-solusi masalah pendidikan yang muncul di masyarakat. Tidak perlu lagi berpretensi hanya Pemerintah yang bisa menyelesaikan masalah pendidikan dan membuat terobosan-terobosan. Justru terobosan-terobosan yang muncul dari masyarakat harus difasilitasi agar bisa dijalankan. Salah satu yang paling penting adalah terobosan yang dilakukan oleh guru, karena gurulah yang senyatanya berada di depan kelas, mengajarkan, mendidik, dan menginspirasi anak-anaknya,” kata Mendikbud.

Ia pun berharap inovasi maupun karya tulis para guru Indonesia bisa menjadi referensi yang dapat diakses oleh guru-guru lain di seluruh Indonesia. “Nantinya akan mendapat respon dari luar. Biasanya, jika karya tulis mendapat respon, sebenarnya karya tulis itu mengalami penajaman. Respon atas tulisan kita kalau saya analogikan seperti serutan pensil. Makin banyak respon, makin tajam pensilnya. Dengan respon, maka karya akan menjadi semakin tajam, dan mudah-mudahan bisa menembus jurnal-jurnal, baik di Indonesia maupun di tataran dunia internasional,” harapnya.


Terlebih sejauh ini perkembangan teknologi yang begitu pesat memberikan kemudahan untuk dapat mengakses apa saja untuk pembelajaran. Wapres menyarankan bahwa guru harus cermat dan termotivasi untuk memanfaatkan berbagai media dan teknologi demi mengembangkan diri. Saran ini pun disepakati oleh Mendikbud, bahwa guru harus dapat memanfaatkan teknologi untuk memudahkan pengembangan kualitas diri. “Jangan hanya sekedar sharing foto atau sharing komentar, tetapi juga untuk sharing pembelajaran yang ada di sekolah masing-masing. Jika Bapak/Ibu mengajarkan fisika, matematika, atau mata pelajaran apapun, sambungkan dengan ahli-ahli fisika terkemuka dari belahan bumi manapun. Gunakan alat modern tidak hanya untuk merawat masa lalu, tetapi juga untuk membangun hubungan masa depan,” tutur Mendikbud. ***

Ditulis tahun : 2014

No comments:

Post a Comment