Bantuan Operasional Sekolah (BOS) : Transparansi BOS dan Kuatkan Sistem Pengaduan


Dengan adanya Program Dana BOS dari Pemerintah, pendidikan di Indonesia lambat laun merangkak menjadi jauh lebih baik. Dana BOS yang diberikan kepada sekolah dapat membantu sekolah memenuhi berbagai kebutuhan dan operasional sekolah sehingga pendidikan dan pembelajaran berjalan dengan cukup baik. Meski demikian, lahirnya Program Dana BOS tak sekejab mata, melainkan juga melalui berbagai proses dan trial error pengalaman hingga menjadi lebih sempurna.

Awal lahirnya Program Dana BOS ini dipicu karena pada sekitar Maret dan Oktober 2005, Pemerintah Indonesia mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan merealokasi sebagian besar dananya ke empat program besar yang dirancang untuk mengurangi beban masyarakat, khususnya masyarakat miskin, akibat peningkatan harga BBM. Ke empat program tersebut adalah untuk bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur perdesaan, dan bantuan langsung tunai. Salah satu program di bidang pendidikan yang mendapat alokasi anggaran cukup besar adalah Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dengan sasaran sekolah-sekolah setingkat SD dan SMP yang bersedia memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan dalam persyaratan program.

Program BOS dimulai sejak bulan Juli 2005, dan ternyata berperan cukup signifikan dalam percepatan pencapaian Program Wajib Belajar (Wajar) 9 tahun. Oleh karena itu, mulai tahun 2009, Pemerintah telah melakukan perubahan tujuan, pendekatan dan orientasi Program BOS, dari perluasan akses menjadi peningkatan akses.

Tujuan dari Program BOS saat ini telah banyak disebutkan dalam beberapa panduan maupun Permendiknas, antara lain untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar 9 tahun yang bermutu, serta berperan dalam mempercepat pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) pada satuan pendidikan-satuan pendidikan yang belum memenuhi SPM, dan pencapaian Standar Nasional Pendidikan (SNP) pada satuan pendidikan-satuan pendidikan yang sudah memenuhi SPM (Permendikbud Nomor 80 Tahun 2015).

Sebelum tahun 2005, program semacam BOS ini sebenarnya sudah ada. Nama program tersebut adalah Program Jaring Pengaman Sosial (JPS). Namun demikian, dalam Program JPS ini, tidak semua sekolah di Indonesia mendapatkan bantuan, melainkan sekolah-sekolah yang hanya di daerah-daerah miskin saja. Sedangkan Program BOS melingkupi seluruh sekolah di Indonesia, baik negeri maupun swasta.

Program BOS ini pada dasarnya adalah untuk penyediaan pendanaan biaya operasi non personalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana wajar. Namun demikian, ada beberapa jenis pembiayaan investasi dan personalia yang diperbolehkan dibiayai dengan dana BOS. Penggunaan dana BOS mencakup 13 komponen, ini antara lain dapat dipergunakan untuk pengembangan Perpustakaan, kegiatan dalam rangka penerimaan siswa baru, kegiatan pembelajaran dan ekstrakurikuler siswa, kegiatan ulangan dan ujian, pembelian bahan-bahan habis pakai, langganan daya dan jasa, perawatan sekolah, pembayaran honorarium bulanan guru honorer dan tenaga kependidikan honorer, pengembangan profesi guru, membantu siswa miskin yg belum menerima BSM dan KIP, pembiayaan pengelolaan BOS, pembelian perangkat komputer, dan biaya lainnya jika seluruh komponen lainnya telah terpenuhi pendanaannya dari BOS. Kami berharap ke depan ketika biaya operasional sekolah betul-betul terpenuhi dari BOS, maka sekolah kita sudah indah karena mempunyai biaya rutin,” kata Mukhlis, ST., Kepala Subdit Program dan Evaluasi Direktorat SD.

Sasaran Program BOS adalah semua siswa SD/SDLB, SMP/SMPLB, SMPT, dan SD-SMP satu atap baik negeri maupun swasta di seluruh wilayah Indonesia yang sudah memiliki Nomor Pokok Sekolah Nasional (NPSN) dan sudah terdata dalam sistem Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Besaran dana BOS dari Pemerintah untuk siswa SD telah mengalami banyak perkembangan sejak dikucurkan pada tahun 2005 sebesar 235 ribu rupiah per anak menjadi 800 ribu rupiah per anak pada tahun 2015. Jumlah siswa SD saat ini telah mencapai sekitar 26 juta anak.

Dasar pelaksanaan Program BOS ini adalah Peraturan Presiden Nomor 162 Tahun 2014 Tentang Rincian APBN Tahun 2015, Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur tentang mekanisme penyaluran dana BOS dari pusat ke provinsi dan pelaporannya, Peraturan Menteri Dalam Negeri yang mengatur mekanisme pengelolaan dana BOS di daerah dan mekanisme penyaluran dari kas daerah ke sekolah, dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang petunjuk teknis penggunaan dan pertanggungjawaban keuangan dana BOS.

Penyaluran dana BOS dilakukan setiap periode tiga bulanan, yaitu periode Januari – Maret, April – Juni, Juli – September, dan Oktober – November. Pada tahun anggaran 2015, dana BOS diberikan selama 12 bulan untuk periode Januari sampai Desember 2015. Bagi wilayah yang secara geografis sangat sulit (wilayah terpencil) sehingga proses pengambilan dana BOS oleh sekolah mengalami hambatan atau memerlukan biaya pengambilan yang mahal, penyaluran dana BOS kepada sekolah tersebut dilakukan setiap semester, yaitu pada awal semester.

Saat pertama kali lahir Program BOS, distribusi dana dilakukan langsung oleh Pemerintah Pusat. Baru pada tahun 2008 distribusi dana BOS dialihkan ke Provinsi, dan pada tahun 2011 dialihkan ke Kabupaten. Mukhlis mengatakan bahwa penyaluran dana BOS langsung dari daerah masing-masing terkait dengan diberlakukannya Undang Undang Otonomi Daerah mengenai desentralisasi. “Bappenas mengatakan bahwa sistem penyaluran dana BOS ke sekolah-sekolah langsung melalui daerah dapat menjadi semacam try out dari sistem desentralisasi, dan sistem penyaluran ini sudah cukup baik. Dari sekian program yang ada, penyaluran dana BOS yang paling bagus. Diharapkan, keberhasilan penyaluran dana BOS melalui sistem desentralisasi dapat memicu program-program pemerintah lainnya, misalnya dari Kementerian Kesehatan, Kementerian PU, dan lain-lain. Diharapkan, penyaluran tersebut dapat sesuai dengan empat target yakni cepat salur, cepat jumlah, tepat target, dan tepat laporan.

Desentralisasi dan Masalah Penyaluran
Namun menurut Mukhlis, pada saat itu justru timbul banyak persoalan dana BOS seringkali mengalami keterlambatan untuk mencapai sekolah, bahkan keterlambatan tersebut hingga mencapai 6 bulan. “Padahal logikanya kan kabupaten dengan sekolah lebih dekat. Tetapi faktanya penyaluran dana BOS ke sekolah-sekolah menjadi sangat terlambat,” ujarnya. Karena ketidakberhasilan tersebut, maka UKP4 (Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan) pun mengadakan evaluasi dalam meninjau penyaluran dana BOS di daerah-daerah, hingga terurailah berbagai masalah yang ditemui di lapangan. Terdapat 421 kabupaten/kota yang belum menyalurkan dana BOS ke satuan pendidikan dasar, dan hanya 71 kabupaten/kota yang sudah menyalurkannya.

Beberapa permasalahan daerah yang mengganggu penyaluran BOS tepat waktu antara lain karena Kabupaten belum memahami teknis pengelolaan dana BOS dalam APBD (penyusunan RKA-SKPD & DPA-SKPD), APBD baru ditetapkan, data sekolah swasta belum tersedia, kurangnya koordinasi, belum dilaksanakannya penunjukan KPA dan Bendahara Pengeluaran Pembantu, masih menunggu proses penerbitan Surat Perintah Membayar (SPM), dan beberapa sekolah sudah ada yang sementara melakukan pinjaman, menunggu dana BOS 2011 disalurkan.

“Kebetulan  saya ikut memantau yang di Papua, dan ternyata penyebabnya adalah mereka tidak mengikuti mekanisme kita. Kadang-kadang masing-masing memiliki pemahaman yang berbeda-beda. Oleh karena itu, akhirnya pada tahun 2012 diputuskanlah bahwa penyaluran dana BOS kembali dilakukan oleh provinsi,” kata Mukhlis. Sejak kembali disalurkan Provinsi, penyaluran dana BOS relatif berjalan dengan lebih baik, setidaknya empat target penyaluran BOS tersebut lebih terpenuhi.

Namun demikian, menurut cerita Mukhlis, pada tahun 2009/2010, sempat pula ada program BOS KITA (Knowledge Improvement for Transparansi and Accuntability). Program ini melibatkan pula andil dari World Bank, dimana Pemerintah mendapatkan pinjaman dari World Bank, namun sebagai jaminannya adalah Program BOS. “Kita didampingi oleh World Bank. Jadi World Bank ini sebenarnya mempelajari seperti apa program BOS diterapkan di Indonesia, untuk kemudian dicontoh atau diadaptasikan ke negara-negara di Afrika sana,” katanya. Selain itu, World Bank juga meminta penyaluran dana BOS KITA tersebut diaudit oleh BPKB. Namun saat ini, dana BOS sebesar sekitar 20 trilyun menggunakan dana APBN.

Meski dana BOS ditujukan untuk semua siswa baik di sekolah negeri maupun swasta, beberapa sekolah swasta yang relatif besar ada yang menolak dana BOS. Sedangkan sekolah-sekolah negeri hampir keseluruhan menerima dana BOS. Dengan adanya dana BOS, biaya sekolah anak-anak keseluruhan benar-benar dibebaskan. Sementara di sekolah swasta, biasanya mereka hanya membebaskan atau meringankan biaya sekolah bagi anak-anak yang tidak mampu saja.

Untuk menyukseskan program dana BOS sesuai dengan target yang diinginkan, upaya dan langkah yang perlu dilakukan bersama pemerintah provinsi antara lain melakukan supervisi dan memonitor perkembangan penyaluran dana BOS Kabupaten/Kota di wilayah masing-masing, membentuk semacam klinik (tim asistensi) untuk memberikan bantuan teknis mengatasi masalah pengelolaan dana BOS di Kab/Kota, dan pada kesempatan pertama, Pemerintah provinsi melaporkan (kepada Mendagri dan Mendikbud) tentang perkembangan atas penyaluran dana BOS ke satuan pendidikan dasar, terutama untuk penyaluran tahap I. 

Penguatan Layanan Pengaduan
Sejauh ini, menurut Mukhlis, yang masih menjadi ganjalan adalah mengenai pengelolaan dana BOS di sekolah-sekolah, karena terbatasnya pemantauan. “Dari sisi penggunaan dana BOS, kita merasa belum begitu mampu memantau secara keseluruhan dari seluruh sekolah. Kadangkala, ada intervensi dari teman-teman di Kabupaten dengan mendesain berbagai kegiatan yang menggunakan dana BOS,” kata Mukhlis.  

Namun untuk mengantisipasi hal demikian, Mukhlis mengatakan bahwa transparansi dari pengelola dana BOS di sekolah harus terus didorong. Salah satu cara adalah dengan melibatkan Komite Sekolah. Selain itu, pengelola BOS di sekolah pun harus menyampaikan laporan maupun rencana penggunaan dana BOS pada papan pengumuman RAKS. “Ditambah lagi dengan cara yang saat ini kita galakkan, yakni memantau melalui aplikasi online. Setiap pengelola BOS di sekolah pun harus memberikan laporan secara online melalui website BOS,” jelas Mukhlis.  

Aplikasi laporan pertanggungjawaban keuangan dana BOS tingkat sekolah ini merupakan hasil kerjasama antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan Unites States Agency for International Development (USAID/Indonesia). Aplikasi ini dapat digunakan secara gratis oleh sekolah. Aplikasi ini sangat mudah digunakan dan disusun sesuai dengan Juknis BOS. Dengan menggunakan aplikasi ini sekolah tidak perlu repot menyusun laporan-laporan yang wajib dilaporkan oleh sekolah. Dengan menggunakan aplikasi ini, tidak ada alasan lagi bagi sekolah untuk terlambat melaporkan penggunaan dana BOS baik secara offline maupun secara online.

Aplikasi ini dibuat dengan memperhatikan pengguna (user) yaitu para bendahara di setiap sekolah, dan dibuat sangat sederhana, mudah digunakan, serta mudah dipelajari secara mandiri. Dengan alasan itu pulalah maka aplikasi ini sengaja di buat berbasis excel yang dilengkapi dengan makro, karena pada umumnya semua sekolah sudah biasa menggunakan excel dan hampir disemua komputer/laptop yang ada di sekolah pasti ada aplikasi excel. Versi excel yang mendukung aplikasi BOS ini adalah versi 2007 ke atas, dengan operating sistem minimal window XP.

Dalam website BOS online www.bos.kemdikbud.go.id. juga telah terdapat banyak informasi mengenai penyaluran dana BOS di sekolah-sekolah. Demikian pula laporan penyaluran dana BOS dari Provinsi ke sekolah-sekolah. “Kita bisa melihat apakah di Provinsi ini sudah tersalur apa belum pada triwulan ke berapa, kapan tersalurnya, dan berapa uang yang sudah disalurkan. Semua sudah ada laporannya di sana. Kemudian masing-masing Sekolah pun memberikan laporan setelah mereka menerima dan menggunakannya. Di samping itu, Pusat juga telah menyiapkan tim manajemen hingga ke level Kabupaten/Kota untuk memantau penggunaan dana BOS di sekolah-sekolah”.

Selain itu, Pemerintah juga sedang menguatkan layanan pengaduan. Siapapun, baik dari masyarakat umum, orangtua, atau siswa dapat menyampaikan laporan pengaduannya melalui web www.bos.kemdikbud.go.id., email bos@kemdikbud.go.id., maupun call center bebas pulsa 0-800-140-1276 (untuk SD), atau melalui sms ke 1771. “Kebetulan layanan pengaduan BOS ini sudah bekerja sama hingga dengan KPK. Jika ada pengaduan, misalnya dari kepala sekolah, maka masuknya terlebih dahulu ke Irjen, karena nanti Irjennya yang turun. Tetapi kalau terkait pemahaman tentang juknis-juknis yang ada, pengaduan tersebut diarahkan ke Direktorat SD. Kami memiliki Tim manajemen BOS Pusat yang membantu jika ada pengaduan atau pertanyaan mengenai juknis-juknis. Dengan berbagai layanan mengenai Program Dana BOS, diharapkan dapat membantu segera tercapainya tujuan pendidikan nasional. **


Ditulis tahun : 2016
Diterbitkan di Majalah SD (Kemendikbud)

No comments:

Post a Comment