Sitti Nurhayati, S.Pd. SD
Guru Daerah Khusus Provinsi Sulawesi
Selatan
Lahir dari keluarga biasa di sebuah kampung
kecil daerah perbukitan bernama Saa, sebelah timur Kepulauan Selayar, Sulawesi
Selatan, Sitti Nurhayati, S.Pd. SD tak menyangka dapat menjadi guru daerah
khusus yang mendapat penghargaan dari pemerintah atas dedikasinya. Wanita
kelahiran 5 Juni 1959 ini telah tiga kali mengikuti seleksi ujian CPNS, hingga
akhirnya berhasil lulus tahun 1982. “Kelulusan saya membawa kebahagiaan tiada
terkira. Betapa tidak, menjadi PNS adalah idaman banyak orang…” ujarnya.
Namun Sitti kembali diselimuti kekhawatiran
kala mengetahui bahwa ternyata ia ditugaskan di SDI Karumpa Timur, Desa
Kalaotoa, Kecamatan Pasimarannu. sebuah tempat yang sama sekali belum pernah
dikenalnya. Kendati demikian, Sitti tak lekas menyerah. Sesuai komitmennya
bahwa ia bersedia ditempatkan dimana saja, maka berangkatlah Sitti menuju
tempat tugas barunya dengan berbekal berbagai informasi yang telah didapatnya.
“Meski masih dihantui kekhawatiran, saya
pun berangkat seorang diri ke tempat tugas. Saat itu status saya masih gadis.
Kala itu saya menumpang kapal kayu pengangkut barang milik orang Bonerate yang
kebetulan hendak membawa barang dagangan ke sana. Saya mengalami perjalanan
laut yang luar biasa mendebarkan dan memicu adrenalin. Lautan lepas, ombak
ganas, angin kencang, kapal kayu kecil, dan mabuk laut menjadi pemandangan
selama 5 hari 5 malam. Ketika sampai, saya kelelahan hebat dan sedikit trauma perjalanan.
Tapi yang membuat saya merasa senang adalah sambutan masyarakat sana yang
sangat ramah, bersahabat, antusias, dan penuh penghormatan,” kisah Sitti.
Tiba di tempat dinas yang baru, Sitti
terpaksa tinggal bersama keluarga kepala lingkungan karena pada waktu itu belum
ada perumahan guru. Namun tak lama kemudian, masyarakat bergotong royong
membangun sebuah pondok kecil untuk dia tinggali sendiri, membuat Sitti merasa
amat terharu. “Di pondok itulah saya tinggal seorang diri menumpahkan suka duka
di antara bingkai amanah dan kesepian dari orang-orang yang saya cintai,”
katanya.
Saat itu, gaji pertama Sitti hanya 16ribu
rupiah. Sitti sudah merasa cukup, karena kebutuhan lauk pauk, sayur-mayur, dan
lain sebagainya seringkali gratis dari masyarakat. Bahkan Sitti seringkali
diajak pergi rekreasi dan makan ikan bakar segar bersama-sama untuk mengusir
kepenatan dan kejemuan.
Satu tahun mengabdi di SDI Karumpa Timur,
Sitti baru mendapat kawan 2 orang guru tambahan. “Melalui teman itulah saya
berbagi suka duka dan sharing mengatasi berbagai problem pembelajaran di SDI
Karumpa Timur<” katanya. Kendati demikian, salah satu problema yang dihadapi
pada saat itu adalah tidak adanya kepala sekolah, sehingga bagai anak ayam
kehilangan induknya. Lima tahun kemudian, yakni pada tahun 1987, baru ada
kepala sekolah yang ditugaskan disana.
Seiring dengan berjalannya waktu, Sitti
mulai dapat beradaptasi dengan baik di Karumpa Timur. Hanya beberapa kendala
yang membuatnya sedikit jengkel. Misalnya, ketidaktersediaannya air tawar,
sehingga terpaksa ia harus menggunakan air asin untuk mandi, mencuci, dsb. Selain
itu, Sitti pun kewalahan dengan nyamuk-nyamuk yang luar biasa banyak. Duka
lainnya adalah, penerimaan gaji guru baru bisa ia terima 3 – 4 bulan sekali
karena faktor administrasi maupun transportasi.
Hal lain yang membuatnya sempat kewalahan
adalah, hampir sebagian besar murid-murid SDI Karumpa Timur tidak bisa
berbahasa Indonesia, sedangkan Sitti pun tidak bisa berbahasa daerah setempat,
yakni Bahasa Bonerate/Buton. Tentu saja hal ini dapat menghambat transfer
keilmuan kepada anak-anak didik. “Tapi saya tidak kehilangan akal; saya
mempelajari bahasa daerah setempat sedikit demi sedikit. Setelah tiga bulan
belajar, akhirnya bisa sedikit berbahasa daerah setempat dan menggunakannya
sebagai pengantar dalam mengajar anak-anak,” ceritanya.
Sedangkan pengalaman sukanya, Sitti
mendapatkan jodoh, yakni seorang pemuda yang juga pendatang. Tak lama kemudian,
Sitti pun menikah dan membangun keluarga harmonis yang bahagia. Hingga saat
ini, Sitti telah dikaruniai dua putra.
Pindah
Tugas
Setelah 10 tahun bertugas di SDI Karumpa
Timur, Sitti mendapat penugasan baru, pindah ke SDN Bonerate di Desa Majapahit.
“Di tempat tugas yang baru, saya merasa sedikit lega karena sudah berada di kota
kecamatan, meski belum ada jembatan/dermaga tempat berlabuh. Waktu tempuh ke
kota Kabupaten masih lama, sekitar 14 – 18 jam. Transportasinya pun belum
lancar, dan belum ada listrik, apalagi jaringan telepon,” kisah Sitti.
Kendati demikian, Sitti merasa betah karena
masyarakat Bonerate sangat ramah dan menganggapnya sebagai keluarga mereka
sendiri. Di samping itu, air tawar pun tak lagi susah didapat, sehingga Sitti
mulai dapat bernafas lega.
SDN Bonerate memiliki jumlah siswa sebanyak
180 anak, yang dibimbing oleh 14 orang guru. 5 orang guru PNS, 4 orang guru
kontrak, dan 5 orang guru tidak tetap. Ada 7 ruang kelas yang digunakan sebagai
sarana belajar mengajar. Ini tidak mencukupi, karena seharusnya ada 10 kelas
untuk mencapai ideal. Masyarakat Bonerate sangat peduli terhadap pendidikan.
Para orang tua murid sangat mendukung anak-anaknya untuk bersekolah
sebaik-baiknya.
Di SDN Bonerate inilah Sitti mengabdikan
segenap kemampuannya selama 20 tahun hingga saat ini. “Saya bersedia
mengabdikan diri di daerah khusus ini karena bertugas di daerah lain terutama
di pulau sangat dihargai oleh masyarakat dan siswa-siswanya. Lagipula, saya pun
sudah berjanji pada diri saya sendiri untuk bersedia ditempatkan dimana saja
demi mencerdaskan anak bangsa,” tutur Sitti.
Sitti terpilih mewakili Provinsi Sulawesi
Selatan untuk menerima penghargaan guru daerah khusus berdedikasi dari
pemerintah setelah melampaui beberapa seleksi. Pada akhirnya ia pun dinyatakan
lulus dan melenggang ke Jakarta, kota yang belum pernah sekalipun
dikunjunginya. “Perjalanan dari Sulawesi Selatan ke Jakarta sedikit
mengkhawatirkan, karena saya baru pertama kali naik pesawat. Di Bandara
Soekarno Hatta pun sempat kalang kabut karena tidak ada yang menjemput,
sehingga saya bersama teman menyewa mobil 200 ribu rupiah untuk sampai ke Hotel
Sahid. Sesampai di hotel, ternyata penyambutannya sangat luar biasa. Para
panitianya baik dan ramah,” kata Sitti.
Yang paling membuatnya terkesan adalah
ketika berkesempatan mengikuti upacara kemerdekaan di Istana Negara, dimana ia
bisa secara langsung melihat Presiden maupun Wakil Presiden. Sitti merasa
sangat berterima kasih atas anugerah yang telah diterimanya. Kendati demikian,
terbersit harapan dalam dirinya bahwa pendidikan di Indonesia akan semakin maju
dan merata. “Harapan saya pada tokoh masyarakat, agar masyarakatnya diarahkan
supaya mereka lebih memahami arti penting pendidikan dan mendorong anak-anaknya
untuk sekolah. Sedangkan harapan saya pada pemerintah daerah, agar lebih
memperhatikan sarana dan prasarana sekolah, baik itu gedung sekolahnya,
perpustakaan, serta buku-buku paket”.
Dan harapan Sitti pada pemerintah pusat adalah semoga nasib para guru
daerah khusus semakin diperhatikan sehingga mereka semakin semangat dalam
mendidik anak-anak didiknya.***
Ditulis tahun : 2013
No comments:
Post a Comment