Profil Gurdasus : Mengabdi untuk Kampung Halaman

Wahida, S.IP.
Guru daerah khusus Provinsi Sulawesi Tenggara


Sebagai putra daerah, Wahida A.Ma., S.IP merasa bertanggung jawab untuk memajukan negerinya, terutama di bidang pendidikan. Oleh karena itu, ia memilih untuk menjadi guru PNS di kampung halamannya sendiri. Apalagi di tempat kelahirannya, menurut adat, anak perempuan  berkewajiban merawat orang tuanya yang sudah renta. “Saya merasa, siapa lagi yang akan membangun pendidikan di daerah saya kalau bukan anak-anak daerah sendiri,” tuturnya.

Awal mengajar, Wahida ditempatkan di SDN 3 Laonti, dari tahun 1990 hingga 2002. Kemudian ia dipindahkan ke SDN 2 Ulusawa dari tahun 2003 hingga 2010. Baru pada tahun 2011 ia mendapat kesempatan mengabdi di SDN 1 Ulusawa, tempat dulu ia menempuh ilmu semasa kecil, hingga sekarang.

SDN 1 Ulusawa, Kecamatan Laonti, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara, berjarak 3 km dari pusat kecamatan. Namun jarak ke kota kabupaten cukup jauh, harus ditempuh dengan perahu motor selama kurang lebih 4 – 6 jam, kemudian bersambung menggunakan transportasi mobil selama kurang lebih 2 jam.

Menuju lokasi desa Ulusawa boleh dibilang tergolong berat, karena tidak ada jalan darat. Satu-satunya transportasi adalah melalui jalur laut. Namun ketika musim timur tiba, tak ada yang berani melaut, karena  gelombang ombak cukup besar dan berbahaya.

Menurut wanita yang sudah sejak tahun 2011 mengajar di SDN 1 Ulusawa, sarana dan prasarana di sekolahnya boleh dibilang sudah cukup baik, meski masih sangat sederhana. Setidaknya, ruang kelas sudah berlantai semen dan beratap seng. Hanya sarana media pembelajarannya saja yang dirasa masih kurang.

Pada tahun ajaran 2013-2014, jumlah siswa SDN 1 Ulusawa mencapai 104 anak, yang dibimbing oleh 9 orang guru. 5 orang guru sudah PNS, sedang 4 guru lainnya berstatus guru tidak tetap. Kendati demikian, mereka pun mendapat honor dari dana BOS serta tunjangan dari pemerintah pusat. Sedangkan guru PNS nya pun sudah menikmati insentif daerah khusus dari pemerintah.

Banyak suka duka yang dirasakan wanita kelahiran 7 Juni 1970 ini saat mengajar di SDN 1 Ulusawa. Sukanya, ketika ia melihat anak-anak dapat menerima proses pembelajaran dengan bersemangat. Namun dukanya, banyak siswa-siswa yang tidak mandi ketika mereka bersekolah, sehingga hal ini dapat sedikit mengganggu konsentrasi belajar mengajar dikarenakan aroma yang tidak sedap. Oleh karena itu, kadang-kadang tak pelak Wahida menyuruh muridnya untuk mandi di sungai belakang sekolah.

Sayangnya, kondisi sosial dan budaya masyarakat di sekitarnya kurang memahami arti penting pendidikan bagi anak-anaknya. Masih banyak anak-anak yang belum mengenyam pendidikan SD – SMA. Jika mereka bepergian, mereka kerap membawa anaknya tanpa meminta ijin pada sekolah. Selain itu, inisiatif mereka untuk memotivasi anak-anaknya pun kurang maksimal. “Pada saat pendaftaran penerimaan murid baru, tidak ada orang tua yang mendaftarkan anaknya ke sekolah, sehingga terpaksa kami mendatangi mereka ke rumah-rumah untuk mendata anak-anak mereka yang usia sekolah. Saat tiba waktu sekolah, mereka pun masih enggan datang ke sekolah. Namun jika sudah dibagikan baju seragam, baju kaos, batik, dari dana BOS, barulah mereka mau menyuruh anaknya ke sekolah,” cerita Wahida.

Hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat sekitar berlatar belakang pendidikan rendah dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah. Sehingga mereka cenderung lebih fokus memikirkan bagaimana memenuhi kebutuhan sehari-hari, ketimbang memikirkan pendidikan anak-anaknya.

Namun keadaan ini justru membuat ibu satu anak ini semakin termotivasi untuk melakukan lebih banyak hal. Di sela-sela kesibukannya menjadi guru SDN 1 Ulusawa, Wahida pun menyisihkan energinya untuk mendirikan TK (Taman Kanak-kanak). “Di kecamatan saya yang terdiri dari 19 desa, hanya ada satu TK, yaitu TK yang saya dirikan pada tahun 2010…” ujarnya.

Selain itu, Wanita lulusan Universitas Terbuka Jakarta ini pun mendirikan PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Mengajar) yang mengelola  pendidikan luar sekolah setara SD paket A, SMP paket B, dan SMA paket C. Ia merasa bahwa program ini bisa lebih menyentuh masyarakat.

Terpilih mewakili Sulawesi Tenggara untuk menerima penghargaan dari pemerintah sebagai guru berdedikasi daerah khusus sama sekali tak pernah dibayangkan sebelumnya oleh Wahida. “Selama mengikuti kegiatan di Hotel Sahid, saya merasa sangat terhormat karena ditempatkan di hotel mewah dan ternama dengan pelayanan yang sangat memuaskan. Dilanjutkan dengan mengunjungi tempat wisata dan bersejarah yang sangat mengagumkan, karena selama ini apa yang saya ajarkan pada murid saya hanya melalui gambar dalam buku. Tapi kali ini saya benar-benar melihat langsung secara nyata dan saya abadikan dalam kamera saya,” kisah Wahida.

Wahida pun tidak menyangka akan dapat melihat langsung wajah Bapak dan Ibu Presiden serta Wakil Presiden RI saat silaturahim maupun upacara kemerdekaan RI di Istana Negara, juga berjumpa dengan Ibu-ibu dari SIKIB dengan program kerja yang membuatnya berdecak kagum.


Wahida berharap semoga pemerintah, baik itu pusat maupun daerah, terus memberikan perhatian untuk kemajuan pendidikan di daerah-daerah khusus, dan memberi motivasi kepada para guru, sehingga mereka senantiasa berbesar hati ditempatkan di daerah khusus. ***


Ditulis tahun : 2013

No comments:

Post a Comment