Yusmerni Hano, S.Pd.
Guru daerah khusus Provinsi Gorontalo
Yusmerni Hano, S.Pd telah mengabdi selama
kurang lebih 18 tahun sebagai guru di daerah khusus, di provinsi Gorontalo.
Pertama kali, ia mengajar pada tahun 1995 di SDN 2 Lakeya. Kemudian pada tahun
2001, ia dipindahkan untuk mengajar di SDN 10 Tolangohula, hingga sekarang. Banyak
pengalaman menarik yang telah dilaluinya, baik itu suka maupun duka. Kendati
demikian, ia terus berkomitmen untuk mendidik anak bangsa di daerah khusus.
SUngguh pantas jika kemudian ia mendapatkan penghargaan dari pemerintah sebagai
guru daerah khusus berdedikasi.
SDN 10 Tolangohula tempat Yusmerni mengajar
terletak di Desa Binajaya, sebuah wilayah terpencil di provinsi Gorontalo.
Jarak sekolah ke pusat kecamatan adalah 10 km, sedangkan ke pusat kabupaten
adalah 110 km. Lokasi SDN 10 Tolangohula ini berada di pinggiran sungai di
bawah kaki gunung, bahkan berada di tengah-tengah lahan tebu. Banyak terdapat
pohon-pohon besar yang berusia tahunan, sehingga membuat lingkungan sekitar
menjadi sejuk. Bahkan acapkali proses belajar mengajar ini pun dilakukan di
bawah pohon untuk menumbuhkan minat siswa.
Di tahun ajaran 2013/2014 ini, ada 324
siswa yang belajar di SDN 10 Tolangohula, dibimbing oleh 18 orang guru. Gedung
sekolah sudah permanen setelah mendapat dana DAK (Dana Alokasi Khusus) pada
tahun 2008 dan 2009. Perlengkapan kelas dan kantor pun sudah cukup baik dan
lengkap berkat dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah). Namun alat-alat
elektronik belum bisa dipergunakan karena belum ada aliran listrik di Desa
Binajaya, sehingga alat-alat elektronik seperti komputer terpaksa dibawa ke
tempat yang beraliran listrik untuk memenuhi tugas penyelesaian administrasi
sekolah maupun permintaan data dari tingkat kecamatan, kabupaten, provinsi,
maupun pusat.
Pada umumnya, masyarakat di Desa Binajaya
sudah cukup menyadari arti pentingnya pendidikan, sehingga mereka sangat
mendukung anak-anak mereka bersekolah. Kendati demikian, banyak anak-anak di
Desa Binajaya yang hanya lulusan SD, karena untuk meneruskan ke sekolah yang
lebih tinggi lagi, mereka harus menempuh perjalanan yang amat jauh,
menyeberangi sungai, mendaki gunung, dsb. Kendala inilah yang membuat mereka
mengurungkan niat untuk melanjutkan sekolah.
Sejak terangkat menjadi guru PNS pada tahun
1995 sampai tahun 2000, Yusmerni harus mengalami perjuangan yang berat dalam
mengajar. “Untuk menuju ke sekolah, saya mengendarai sepeda, yang kemudian saya
titipkan ke rumah penduduk. Kemudian saya melanjutkan perjalanan dengan
berjalan kaki, karena jalannya penuh dengan batu-batuan dan lubang-lubang. Saat
menuju ke sekolah, saya pun masih menjemput siswa saya di rumahnya untuk saya
ajak bersekolah,” cerita Yusmerni.
Sempat
Dikatai Anjing Menggonggong
Baru pada tahun 2001, ia dimutasikan di
SDN10 Tolangohula. Tahun 2007, SDN 10 Tolangohula sudah mendapatkan SATAP
(Kelas Satu Atap), serta mendapat gedung baru, yaitu di kelas jauh. Di kelas
jauh, Wanita kelahiran 22 Juli 1964 ini bercerita bahwa ia pun memiliki siswa
dari suku terasing yang hanya menggunakan kulit kayu dan dedaunan untuk
menutupi tubuhnya. “Kami kesulitan mengajar mereka karena mereka tidak mengerti
bahasa Indonesia. Setiap kami mengajar di kelas, dikatakan seperti anjing yang
menggonggong, sama dengan anjing yang ada di pondok mereka,” kisah Yusmerni.
“Namun kami tetap sabar dan tabah menjalaninya.
Dua tahun kemudian, siswa ini
sudah bisa beradaptasi dengan teman-temannya yang lain, dan mereka sudah duduk
di kelas 4 – 5. Bahkan Bapak Bupati pun sudah mengunjungi sekolah ini dan
berdialog langsung dengan anak-anak suku terasing ini. Beliau memberikan
bantuan berupa pembangunan rumah sederhana, pakaian, dan uang saku. Dua tahun
yang lalu Bapak Bupati pun bahkan telah menikahkan dua pasangan suku terasing dengan meriah di kecamatan.
Menurut ibu satu anak ini, siswa di SDN 10
Tolangohula setiap tahun selalu bertambah, apalagi dengan semakin banyaknya
bantuan yang datang, seperti gedung sekolah PAUD, SD, dan SMP. Bahkan pada
bulan September 2013 ini akan dibuka tempat perkuliahan belajar jarak jauh
(semacam Universitas Terbuka) yang berlokasi di SDN 10 Tolangohula. Menurut
Yusmerni, banyak alumni SDN 10 Tolangohula yang telah meraih gelar Sarjana
Pendidikan di PGSD, dan mereka pun sudah mengabdikan dirinya di SDN 10 Tolangohula.
Saat menerima penghargaan sebagai guru
daerah khusus berdedikasi di Jakarta, Yusmerni mengaku bahwa ini kedua kalinya
ia pergi ke Jakarta. Pertama kali adalah saat ia diwisuda di Universitas
Terbuka Jakarta pada tahun 2011. Ia merasa tidak menyangka akan mendapat
kesempatan mengikuti ajang pemilihan guru daerah khusus, yang kemudian
mengantarkannya sampai ke Jakarta. Yusmerni merasa amat senang dan bahagia,
apalagi dapat bersalaman langsung dengan Mendikbud dan melihat langsung
Presiden RI, hal yang selama ini bahkan tak pernah ia impikan. ***
Ditulis tahun : 2013
No comments:
Post a Comment