Meylinda Salindeho, S.Pd.
Guru daerah khusus Provinsi Sulawesi Utara
Lahir di Bitung, 30 Mei 1976, Meylinda
Salindeho, S.Pd telah menjadi guru sejak tahun 1997. Pertama kali, ia menjadi
guru di SD GMIM 3 Bitung sampai tahun 2004. Kemudian ia dipindahkan ke SD GMIM
9 Pinangunian hingga sekarang.
SD GMIM 3 Bitung terletak di Jalan CH
Kaunang, Kelurahan Pinangunian, Kecamatan Aertembaga, Kota Bitung, Sulawesi
Utara. Jarak sekolah ke kota kecamatan sejauh 8 km, sedangkan jarak sekolah ke
pusat kabupaten sejauh 20 km. Kondisi geografis di desa tempat Meylinda
bertugas sangatlah sejuk, dengan udaranya yang dingin, karena berada di suatu
lembah. Salah satu kesulitannya adalah tidak adanya sinyal untuk telepon
seluler.
Sejauh ini, kondisi sarana dan prasarana di
SD GMIM 3 Bitung sudah cukup baik berkat bantuan dari pemerintah. Untuk tahun
ajaran 2013/2014, total peserta didik sejumlah 74 siswa.
Kondisi sosial budaya masyarakat sekitar
sekolah pun sangat kedaerahan, dengan suasana kekeluargaan yang cukup kental.
Sayangnya terdapat budaya turun temurun, bahwa jika anak sudah berusia 9 tahun,
tidak perlu bersekolah, melainkan berkebun saja. Perlu usaha keras untuk
meyakinkan mereka bahwa pendidikan memiliki arti dan efek yang sangat penting
untuk anak-anak mereka.
Meylinda merasa sangat bangga dapat
mengabdi menjadi guru di daerah khusus. Apalagi setelah ia mendapat penghargaan
nasional dari pemerintah. “Saya sangat bangga menjadi guru di daerah terpencil,
bisa mengabdi di tengah masyarakat yang jauh dari kota. Sukacita yang saya
rasakan berbeda jauh dengan guru yang mengajar di kota. Pernah suatu ketika
saya bertanya pada mereka waktu nama saya ada di SK bahwa saya ditempatkan di
daerah terpencil. Semua orang itu merasa kasihan pada saya. Ada yang
berkata,’kasihan yaa kamu, nanti cepat-cepat minta pindah,’ dan saya hanya
membalasnya dengan tersenyum,” kisah ibu tiga anak ini.
Saat menjadi guru di SD GMIM 3 Bitung,
Meylina telah membuat gebrakan dengan inovasi program-programnya, antara lain
pemeriksaan gigi dan mata rutin setiap 6 bulan sekali. Tak lupa ia
memberitakannya di media massa, supaya menambah kepercayaan dirinya sebagai
guru di daerah terpencil, dan juga supaya masyarakat mengetahui bahwa sekolah
di daerah yang sulit pun mendapat kesempatan untuk mengecap sarana prasarana
yang biasa didapatkan di kota-kota.
Suka duka yang dialaminya semasa menjadi
guru adalah saat pertama kali ia mengawali tugasnya sebagai guru, dimana untuk
menuju ke sekolah ia harus melalui hutan, yang membuatnya merasa ngeri. “Pernah
saya lewat, ada ular hitam besar di hadapan saya. Betapa takutnya saya. Namun
akhirnya semua ketakutan itu dapat teratasi dengan baik, dan saya menjadi
semakin terbiasa,” tuturnya.
Meylina mengaku merasa sangat senang dan
bersyukur terpilih mewakili Sulawesi Utara untuk menerima penghargaan guru
daerah khusus berdedikasi dari pemerintah. Banyak pengalaman unik, lucu, dan
mengasyikkan selama ia di Jakarta, meski bukan lagi yang pertama kali. “Pengalaman
yang saya dapati ketika sampai di hotel Sahid Jakarta, badan saya sakit-sakit
semua karena kelelahan berperjalanan jauh. Saat ke Kota Tua, saya merasa sangat
senang. Saking senangnya, lihat abang penjual es Selendang Mayang pun saya coba
membeli dan meminumnya sampai gigi saya sakit. Saya juga merasa sangat gembira
bisa bertemu dengan ibu-ibu SIKIB, apalagi bisa berfoto bersama Ibu Ade
Mangindaan, yang berasal dari Sulawesi Utara. Saya begitu terkesan dengan
program-program yang dijabarkan,” kata Meylinda.
Meylinda berharap bahwa ke depan,
sekolahnya yang berada di daerah terpencil tidak akan kalah bersaing dengan
sekolah yang berada di perkotaan. Ia pun berharap semoga pemerintah lebih
memperhatikan sekolah dan peserta didik yang ada di kota terpencil, misalnya
dengan member makanan tambahan setiap bulan, semacam bubur kacang hijau. “Kalau
nutrisi peserta didik terpenuhi, pasti kualitas anak-anak di daerah terpencil
tidak diragukan lagi,” tuturnya. ***
Ditulis tahun : 2013
Diterbitkan di Buku Profil Gurdasus Tingkat Nasional 2013 (Kemendikbud)
No comments:
Post a Comment