Profil Gurdasus : Meneruskan Jejak Pengabdian Ayah


Rawiyah, S.Pd.
Guru Daerah Khusus Provinsi Sulawesi Sulatan



Guru SDN 17 Pulau Burungloe ini sudah lebih dari 22 tahun mengabdi di daerah terpencil. Latar belakangnya, sejak kecil ia memang bercita-cita menjadi guru di daerah terpencil, sama seperti ayahnya, yang dulu juga pernah mengabdi di daerah yang sama.

SDN 17 Pulau Burungloe, tempat Rawiyah, S.Pd. mengabdi, terletak di salah satu pulau yang berada dalam gugusan kepulauan Sembilan, di bagian selatan sulawesi. Dinamakan Kepulauan Sembilan karena terdapat sembilan pulau yang bertebaran di Teluk Bone, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan.
Pulau Burungloe termasuk salah satu pulau dari gugusan Kepulauan Sembilan tersebut. Dari kejauhan, Pulau Burungloe tampak seperti tempurung kelapa yang telungkup. Pulau ini termasuk daerah terpencil karena terletak jauh dari pusat kota dan harus ditempuh melalui jalur laut untuk mencapainya. Jarak dari pusat kecamatan mencapai 3 mil laut, sedangkan jarak dari pusat kabupaten mencapai 9 mil laut, ditempuh dengan menggunakan kapal motor.

Sebagian besar masyarakat yang mendiami Kepulauan Sembilan adalah Suku Bugis, yang terkenal sejak dulu kala sebagai pelaut tangguh. Kulit legam karena terpapar sinar matahari, rambut lurus, serta sorot mata yang tajam, berbicara dengan suara keras, adalah ciri khas anak-anak di Kepulauan Sembilan, termasuk Pulau Burungloe. Karena terpencil, maka masyarakat di sana pun hidup dalam kesederhanaan dan kurang ilmu pengetahuan karena terbatasnya akses. Bahkan listrik yang berasal dari diesel pun hanya dijatah hidup setiap jam 6 sore hingga 9 malam. Kendati demikian, anak-anak Pulau Burungloe memiliki semangat yang tinggi untuk bersekolah.

SDN 17 Pulau Burungloe merupakan sekolah dasar satu-satunya untuk anak-anak Pulau Burungloe belajar. Pada tahun ajaran 2014/2015,jumlah murid mencapai 152 siswa, dengan jumlah guru sebanak 13 orang, yang terdiri dari 7 orang guru PNS dan 6 orang guru nonPNS. Karena tak ada listrik pada pagi hari, maka sekolah pun tak bisa memanfaatkan sarana elektronik demi menunjang kegiatan pembelajaran.

Rawiyah mulai mengabdi menjadi guru di Pulau Burungloe sejak Oktober 1992, setelah diangkat menjadi guru bantu melalui SK Gubernur Sulawesi Selatan. Maka ia pun tak ragu, terlebih karena sebelumnya ayahnya, yang juga adalah guru, pernah pula mengabdi di pulau ini pada dekade tahun 60an. Rawiyah pun menyeberangi lautan dengan penuh semangat, memulai hidup baru dengan segenap tantangannya di Pulau Burungloe. Di sana, ia tinggal di rumah dinas yang telah disediakan. Kendati demikian, menurut Rawiyah, rumah dinas yang ditempati para guru saat ini banyak yang rusak berat. Rawiyah berharap supaya pemerintah peduli dengan rehabilitasi rumah dinas para guru di daerah terpencil. “Jadi guru sekolah dasar di daerah terpencil tidaklah mudah. Butuh kekuatan dan ketahanan fisik maupun mental. Tapi jika sudah terbiasa, ternyata tidaklah sesulit apa yang dibayangkan,” tutur Rawiyah.

“Pancaran mata anak didik saya dan kehausan mereka akan sebuah perubahan lah  yang selalu menginspirasi saya untuk selalu berbuat, mengajari mereka tentang segala hal, ilmu, perilaku, dan lain sebagainya. Saya ceritakan pada mereka bahwa kehidupan di luar sana adalah sebuah dunia nyata yang menyenangkan sebagaimana yang sempat mereka lihat di televisi. Saya katakan pula pada mereka bahwa kita pun mampu hidup damai dan nyaman tanpa rasa takut dan was-was akan kelaparan. Dan semua itu dapat diwujudkan dengan cara belajar yang tekun dan bercita-cita tinggi. Saya pun berusaha memotivasi mereka dengan berbagai hal,” kata wanita kelahiran Sinjai, 18 Agutus 1969 ini. Hal yang paling membuat Rawiyah merasa gembira adalah ketika melihat anak-anak begitu antusias tiap kali menyambut kedatangannya di sekolah. Demikian pula pandangan masyarakat sekitar mengenai guru, yang adalah profesi paling mulai, sangat dihormati dan disegani.

Di samping mengajar anak-anak pada pagi hari di sekolah, ibu dua anak ini pun seringkali memberi pelatihan pada ibu-ibu penduduk setempat tentang berbagai keterampilan, baik itu jahit menjahit maupun masak memasak. Tak jarang pula Rawiyah membimbing mereka, orang dewasa, yang masih belum bisa membaca dan menulis. Meski melelahkan, tapi Rawiyah merasa sangat senang dan puas ketika segala ilmu yang diajarkannya membawa manfaat bagi mereka.

Demi dapat menjadi guru yang baik, Rawiyah pun senantiasa berusaha selalu mengupdate ilmu dan keterampilan yang ia miliki  melalui berbagai hal. “Jika ada waktu dan dana, saya mencoba membuka internet, melihat dan mencari tahu perkembangan baru yang erat kaitannya dengan profesi saya sebagai guru,” kata Rawiyah. Di samping itu, tiap sebulan sekali Rawiyah pun berkumpul bersama guru-guru kelas IV lainnya di wilayah kecamatan Pulau Sembilan dalam forum KKG (Kelompok Kerja Guru), untuk membicarakan berbagai hal mengenai profesi guru.

Selama menjadi guru, Rawiyah akan terus menjaga tekadnya untuk selalu berusaha melakukan yang terbaik dalam mendidik anak-anak didiknya menjadi generasi yang sukses dan berguna bagi nusa dan bangsa. Kendati demikian, Rawiyah berharap bahwa pemerintah semakin memperhatikan kebutuhan pendidikan di daerah terpencil, supaya tak kalah dengan pendidikan di perkotaan. ***


Ditulis tahun : 2014
Diterbitkan di Buku Profil Gurdasus Tingkat Nasional 2014 (Kemendikbud)

No comments:

Post a Comment