Profil Gurdasus : Menjadi Guru di Tepi Hutan Lindung


Huriah, S.Pd.
Guru Daerah Khusus Provinsi Sulawesi Tengah

Kecintaannya pada anak-anak menjadikannya memutuskan untuk menjadi guru. Ditambah lagi kedua orang tua Huriah, S.Pd sangat mendukung cita-citanya. “Saya sangat suka dengan anak-anak. Pada saat saya tidak bertemu dengan anak-anak didik saya, saya sangat merindukan mereka. Sejak itulah saya mencintai profesi saya sebagai guru, terlebih juga merasa bangga menjadi guru di daerah khusus, karena tidak semua guru bisa  menjadi guru daerah khusus,” kata Huriah.

Maka sejak tahun 2006, setelah diangkat menjadi CPNS, Huriah pun mengajar di SDN Anca, yang terletak di Desa Anca, Kecamatan Lindu. Secara geografis, Desa Anca berada di bagian utara Kecamatan Lindu. Termasuk daerah terpencil yang berada di ketinggian sekitar 1000 meter dari permukaan laut, sehingga memiliki udara yang sangat sejuk. Selain itu, daerah ini merupakan kawasan taman nasional hutan Lindung. Namun karena letaknya yang sangat terpencil, sehingga belum dijangkau oleh jaringan listrik dan telekomunikasi. Jarak Desa Anca ke pusat kecamatan sekitar 8km, sedangkan ke pusat kabupaten mencapai kurang lebih 80km. Kendati demikian, Kecamatan Lindu memiliki panorama yang sangat menakjubkan. Terutama karena adanya Danau Lindu yang memiliki luas -+ 5000 m2, adalah sebuah keindahan yang tiada taranya.

SDN Anca berdiri di atas tanah seluas 100 x 100 m2, dan berdiri sejak tahun 1974. Letak sekolah ini tepatnya berada di tepi taman nasional Hutan Lindu. Sebelah timurnya adalah area persawahan masyarakat, sebelah utara dan selatan adalah area perkebunan masyarakat, sedangkan sebelah barat adalah kawasan taman nasional Hutan Lindu. Oleh karena itu, suasana di sekitar SDN Anca sangat tenang dan sejuk, karena agak jauh dari pemukiman masyarakat. Pada saat pembelajaran berlangsung, hanya kicau burung yang terdengar.

Jumlah siswa di SDN Anca pada tahun ajaran 2014/2015 adalah sebanyak 100 siswa, dengan jumlah guru sebanyak 6 orang, yang terdiri dari 2 guru PNS dan 4 guru nonPNS. Secara fisik, bangunan sekolah saat ini masih kelihatan baik karena baru saja direhabilitasi pada tahun 2012. Akan tetapi sarana dan prasarananya masih dalam kondisi yang memprihatinkan. Hanya empat ruangan yang bisa dipergunakan, itu pun satu ruangan untuk kantor. Sementara meja maupun kursi sangat kurang, sehingga bahkan satu kursi ditempati oleh dua anak, demikian pula dengan mejanya.

Selama 8 tahun menjadi guru, wanita kelahiran 16 Juli 1981 ini merasa sangat menikmati profesinya. Yang membuatnya merasa bersemangat dan gembira adalah ketika menghadapi siswa-siswinya yang masih polos namun sangat menghargai guru-guru mereka. Bahkan para orang tua maupun masyarakat pun sangat menghargai dan menghormati guru-guru. Sedikit duka yang dialaminya selama mengajar yakni ketika menghadapi siswa yang kurang paham Bahasa Indonesia dengan baik, karena umumnya anak-anak menggunakan bahasa daerahnya.

Sehari-hari, satu-satunya alat transportasi yang dipergunakan Huriah adalah sepeda motor. Namun ketika musim hujan datang, Huriah terpaksa harus berjalan kaki. Termasuk ketika akan menuju pusat kecamatan maupun ke pusat kabupaten. Karena ketika musim hujan, jalanan menjadi sangat berlumpur dan licin, sehingga berbahaya.

Sejak mendapat tunjangan daerah khusus, Huriah merasa hidup sangat berkecukupan karena total penghasilan yang ia dapatkan sebesar 5.500.000 per bulan. Ia bahkan dapat membantu orang tua dan adik-adiknya bersekolah hingga lulus.


Huriah berharap bahwa masyarakat selalu mendukung program-program yang telah dilakukan oleh pihak sekolah. Ia pun berharap supaya pemerintah senantiasa memperhatikan guru-guru yang bertugas di daerah khusus sehingga mereka dapat bertugas dengan baik dan sejahtera. ***


Ditulis tahun : 2014
Diterbitkan di Buku Profil Gurdasus Tingkat Nasional 2014 (Kemendikbud)

No comments:

Post a Comment