Alberto Bady, siswa kelas X
Jurusan Tata Boga merasa senang sangat sekaligus beruntung dapat bersekolah di
SMK Negeri 1 Jayapura. Katanya, semenjak bersekolah di sini, ia jadi memperoleh
banyak sekali ilmu pengetahuan dan keterampilan. Tempo lalu, ia bahkan diberi kesempatan
untuk unjuk gigi menjadi chef barbeque pada acara Hari Ulang Tahun SMK Negeri 1
Jayapura. Ia berhasil memukau para tamu undangan yang tak hanya warga sekolah,
namun juga para alumni hingga para pejabat di Jayapura. Padahal sebagai siswa
kelas X, ia belum diajarkan materi barbeque. Tapi ia mengatakan bahwa
keterampilannya hanya berdasarkan pengalamannya ketika masih berada di kampung
halaman.
Alberto adalah siswa yang berasal dari Kabupaten Timika, Papua. Ia dapat
masuk ke SMK Negeri 1 Jayapura atas sponsor dari PT. Pangansari Utama, sebuah
industri katering yang memasok PT. Freeport di Papua. Ada 10 anak yang dibawa
PT. Pangansari Utama untuk belajar di SMK Negeri 1 Jayapura, dengan harapan
setelah lulus, mereka dapat langsung bekerja untuk PT. Pangansari Utama.
Menurut Elisabeth Paksoal, SE., M.Si., kepala SMK Negeri 1 Jayapura, saat
pertama kali anak-anak dari Timika tersebut datang ke sekolah, mereka masih
belum menguasai banyak hal. Bahkan membaca ataupun menulis pun belum lancar,
juga berbahasa Indonesia. Namun sekolah membentuk tim yang membina para siswa
tersebut supaya mereka dapat mengikuti pembelajaran dengan baik. Kendati
demikian, juga diperlukan komitmen, kerjasama, dan kesabaran banyak pihak, baik
itu para guru maupun para siswa lainnya. “Kami juga menerapkan sistem
tutor sebaya, dan hasilnya cukup bagus,” kata Elisabeth.
Komitmen SMK Negeri 1 Jayapura
dalam membimbing dan membina anak-anak dari remote area di Kabupaten Timika ini
benar-benar luar biasa. Sekolah telah menyediakan rumah yang menjadi asrama
mereka, dilengkapi dengan penjaga asrama dan koki masak untuk mereka. Mesin
cuci pun telah disediakan untuk mereka. Anak-anak benar-benar sangat
diperhatikan, pun memiliki jadwal dan aturan khusus supaya mereka juga dapat
belajar lebih tertib.
“Tinggal di asrama ini cukup
menyenangkan. Biasanya kalau sore kami main bola di sekolah. Tapi malam harinya
kami tidak boleh keluar, oleh karena itu kami pergunakan waktu untuk belajar,”
kata Alberto.
Menurut Elisabeth, gelombang saat
ini adalah gelombang kedua PT Pangansari Utama mengirimkan anak-anak dari
Papua. Elisabeth merasa senang dan bangga karena itu berarti sekolah telah
mendapatkan kepercayaan penuh dari PT Pangansari Utama dalam hal mendidik
anak-anak dari Timika tersebut. Betapa tidak, karena bahkan ada pula anak-anak
dari Timika ini yang berhasil mengikuti ajang LKS tingkat Provinsi. Artinya,
mereka rupanya juga memiliki kemampuan yang bahkan lebih baik jika terus diasah
dan dididik dengan baik. Ia berharap program ini terus berlanjut di tahun-tahun
kemudian.
Sebenarnya, program dari PT
Pangansari Utama ini telah dijalankan sejak lama. Mulanya, industri katering
ini mengirimkan anak-anak dari Timika ini untuk bersekolah di Jawa. Namun
bahkan hingga enam tahun berjalan, program ini dianggap tidak membuahkan hasil
yang diharapkan. Anak-anak masih tetap tidak memiliki kompetensi yang
menjanjikan. Namun dengan dikirimkannya anak-anak tersebut ke Jayapura,
setidaknya dapat mengurangi culture shock
yang dialami anak-anak, dan SMK Negeri 1 Jayapura yang berbasis pariwisata
diharapkan dapat memberikan bekal kompetensi dan keterampilan yang benar-benar
dibutuhkan supaya anak-anak ini dapat langsung bekerja di bidang tata boga atau
perhotelan setelah mereka lulus.
Komitmen SMK Negeri 1 Jayapura
dalam mendidik generasi bangsa terutama yang berasal dari daerah sulit
dijangkau ini memang patut diacungi jempol. Awal tahun 2016 lalu, sekolah juga
pernah bekerjasama dengan tiga kementerian dengan mengadakan program pelatihan akomodasi
perhotelan untuk para 25 calon tenaga dari New Papua Nuginie (PNG), Timor
Leste, dan daerah perbatasan Papua dan PNG. “Di sini mereka dilatih selama satu
minggu, mereka menginap di Edotel Tefa. Untuk memperlancar kegiatan, kami juga
menyediakan penerjemah bahasa PNG, yakni anak kami dari jurusan UPW,” kata
Elisabeth.
Di akhir kegiatan, para peserta
pelatihan ini diajak untuk menikmati indahnya pariwisata Jayapura didampingi
oleh para siswa dari jurusan UPW sebagai tour guide mereka. Kegiatan ini juga
diliput oleh para wartawan dari tujuh negara, antara lain dari Solomon Island, beberapa
negara dari Afrika, Papua Nugini, Timor Leste, dan lain-lain. Mereka juga
sempat menawarkan kerjasama untuk pelatihan di masa yang akan datang.
Jennifer Sudumeru, siswa kelas
XII Jurusan UPW mengaku merasa sangat senang dengan adanya acara atau kegiatan
semacam ini, terlebih ia pun turut dilibatkan demi menyukseskan kegiatan ini.
Jennifer adalah salah seorang penerjemah untuk bahasa Papua Nuginie. Ia dapat
menguasai bahasa PNG dengan baik karena sebelumnya ia dan keluarganya pernah
tinggal di Papua Nuginie. “Bahasa PNG itu hampir sama dengan bahasa Inggris.
Hanya untuk sistem penulisannya, cara menulisnya sama dengan cara
pengucapannya. Misalnya, welcome
dalam bahasa Inggris, welkam dalam
bahasa PNG,” kata Jennifer menerangkan.
Setelah tamat dari SMK, Jennifer
ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang perkuliahan. Namun kedua orangtuanya
berharap ia dapat bekerja terlebih dahulu setelah lulus nanti.
Di Papua, terutama para putra
daerah memang masih memiliki kecenderungan untuk memilih melanjutkan sekolah ke
jenjang kuliah ketimbang bekerja. Bagi mereka, pekerjaan dan karier paling
ideal adalah menjadi pegawai negeri. Di sisi lain, Pemerintah Provinsi Papua
telah membuat berbagai kebijakan untuk merevitalisasi SMK, misalnya dengan
pendidikan gratis untuk para putera-puteri daerah.
Di Provinsi Papua sendiri ada 117
SMK, baik negeri maupun swasta, seperti yang disampaikan oleh Drs. Muhammad
Yusuf, MM., Kepada Bidang PLS Dinas Pendidikan Provinsi Papua yang juga adalah
mantan Kepala Bidang SMK pada periode sebelumnya. Berbicara mewakili Kepala
Dinas Pendidikan Provinsi Papua, Elias Wonda, S.Pd., ia mengatakan bahwa pendidikan
menengah kejuruan ini merupakan jenjang pendidikan yang paling strategis karena
SMK bak memiliki tiga mata pisau, yakni dimana lulusan kejuruan itu bisa
menjadi pekerja, bisa melanjutkan ke pendidikan tinggi, dan juga bisa membuka
lapangan kerja.
Namun demikian, menurut Yusuf,
pendidikan kejuruan di Papua pun masih dihadapkan oleh tiga tantangan besar,
antara lain masyarakat masih belum begitu peduli atau merasa memiliki SMK
sebagai institusi profesional, sehingga keberlangsungan SMK masih sangat tergantung
pada kepala dinas pendidikan maupun kepala sekolahnya. “Seharusnya SMK
berkolaborasi erat dengan Dinas Pendidikan, pihak industri, dan juga peran
serta masyarakat,” tukasnya. Tantangan kedua adalah kurangnya sarana dan
prasarana yang menyebabkan level skill
para lulusannya menjadi kurang maksimal. Sedangkan tantangan ketiga adalah acapkali
institusi pemerintahan belum menyadari peran strategis SMK sebagai institusi
pencetak tenaga kerja, sehingga hal ini pun mempengaruhi keputusan atau
kebijakan yang dibuat.
Sementara itu, SMK pun mengemban
tugas berat, dimana SMK harus mempersiapkan lulusannya untukmenghadapi tiga
kebutuhan pasar. Yang pertama, harus memenuhi kompetensi pasar kerja di tingkat
lokal, yang kedua di tingkat nasional, dan yang ketiga di tingkat
internasional. “Di daerah ini saja juga sudah banyak industri yang menggunakan
standard nasional maupun internasional. Aturan kebijakan daerah telah mengatur
sistem perekrutan pegawai, dimana mereka harus melibatkan tenaga lokal. Di sini
lah peran SMK, yakni menyiapkan tenaga-tenaga kerja tersebut. SMK juga harus menjalin
kerjasama dengan industri-industri tersebut supaya tahu persis kebutuhan
seperti apa yang diinginkan,” terang Yusuf.
Oleh karena itu, Yusuf menekankan
bahwa revitalisasi SMK sangat diperlukan untuk segera dilaksanakan. Terutama
dalam memaksimalkan peran sekolah rujukan atau sekolah yang menjadi piloting project supaya dapat merangsang
proses perkembangan sekolah-sekolah lainnya. Misalnya, untuk wilayah Jayapura,
SMK Negeri 1 Jayapura merupakan salah satu SMK andalan yang telah menjadi
sekolah rujukan di wilayah Jayapura. Bahkan menurut Yusuf, untuk bidang
pariwisata, SMK Negeri 1 Jayapura dapat dikatakan terbaik di wilayah Indonesia
bagian timur.
Hal ini pun disepakati oleh I Wayan
Mudiyasa, M.Pd., Kepala Dinas Pendidikan Kota Jayapura. Ia menilai bahwa SMK
Negeri 1 Jayapura patut menjadi sekolah rujukan yang perlu ditiru oleh SMK-SMK
lainnya di Jayapura. “Dari sisi penampilan, SMKN 1 Jayapura dari hari ke hari
semakin baik. Gedungnya megah, cara berpakaian guru-guru, staf, maupun siswanya
menarik, manajemen pengelolaannya pun juga sangat rapi, dan dari sisi pelayanan
juga sangat bagus dan dilakukan secara profesional. Sekolah ini pun selalu
berbenah dan membuat inovasi-inovasi bagaimana sekolah selalu eksis, bagaimana
mempertahankan jurusan-jurusan yang dimiliki agar tetap ada dan konsisten untuk
masayrakat. Tak heran jika mereka kerap mendulang prestasi,” katanya.
Dulunya adalah Sekolah
Kepandaian Puteri
SMK Negeri 1 Jayapura berdiri pada tahun 1963 dengan nama Sekolah Guru
Kepandaian Putri (SGKP) Negeri Jayapura. Saat itu, sekolah yang terletak di Jalan Nusa Tenggara, Dok V 14, Kota Jayapura,
Papua ini membuka dua jurusan yaitu Jurusan
Memasak dan Jurusan Menjahit, dengan tujuan untuk menghasilkan tenaga-tenaga
pendidik untuk bidang kepandaian/ketrampilan wanita.
Pada tahun 1967, sekolah ini kemudian berganti nama menjadi Sekolah
Kesejahteraan Keluarga Tingkat Atas (SKKA) Negeri Jayapura yang berorientasi
pada program-program kerumahtanggaan. Selain jurusan yang sudah ada, ditambah
pula jurusan baru, yakni Jurusan Tata Laksana Rumah Tangga. Selanjutnya di tahun
1976, SKKA berganti nama menjadi Sekolah Menengah Kesejahteraan Keluarga (SMKK)
Negeri Jayapura.
Seiring dengan berkembangnya pendidikan kejuruan yang menyesuaikan
kebutuhan dunia kerja yang sangat membutuhkan sumber daya manusia yang memiliki
kemampuan handal dan profesional, maka di tahun 1992 SMKK berganti nama menjadi
Sekolah Menengah Kejuruan Kelompok Pariwisata (SMK Pariwisata) Negeri Jayapura
serta mengalami perubahan nama pula pada ketiga jurusannya. Jurusan Memasak
berganti nama menjadi jurusan Tata Boga, jurusan menjahit berganti nama menjadi
jurusan Tata Busana, dan jurusan Tata Laksana Rumah Tangga berganti nama
menjadi jurusan Tata Graha. Materi pembelajarannya pun lebih mengarah pada
bidang kepariwisataan.
Pada tahun 1997, pemberian nama sekolah berubah, yaitu penomoran SMK ditetapkan berdasarkan tahun pendiriannya, sehingga pada tahun tersebut SMK Pariwisata Negeri Jayapura berganti nama menjadi SMK Negeri 1 Jayapura. Satu program keahlian baru yang dibuka pada tahun 1997 ini adalah program keahlian Tata Kecantikan. Tahun 2001, dalam program re-enginering menambah satu program keahlian yaitu program keahlian Usaha Perjalanan Wisata (UPW) dan di tahun 2006 menambah program keahlian Rekayasa Perangkat Lunak (RPL).
Pada tahun 1997, pemberian nama sekolah berubah, yaitu penomoran SMK ditetapkan berdasarkan tahun pendiriannya, sehingga pada tahun tersebut SMK Pariwisata Negeri Jayapura berganti nama menjadi SMK Negeri 1 Jayapura. Satu program keahlian baru yang dibuka pada tahun 1997 ini adalah program keahlian Tata Kecantikan. Tahun 2001, dalam program re-enginering menambah satu program keahlian yaitu program keahlian Usaha Perjalanan Wisata (UPW) dan di tahun 2006 menambah program keahlian Rekayasa Perangkat Lunak (RPL).
Sayangnya, pada tahun 2014, program keahlian Tata Kecantikan ditiadakan
untuk sementara waktu karena minimnya tenaga pengajar dan berkurangnya peminat.
Sehingga saat ini, SMK Negeri 1 Jayapura memiliki lima program keahlian,
yakni Tata Boga, Tata Busana, Akomodasi Perhotelan, Usaha Perjalanan Wisata
(UPW), dan Rekayasa Perangkat Lunak (RPL). Menurut Elisabeth, kepala SMKN 1
Jayapura, program keahlian yang memiliki animo atau minat masyarakat yang
paling tinggi justru adalah Rekayasa Perangkat Lunak. “Saat ini bidang komputer
seolah menjadi primadona karena lekat dengan modernisasi. Padahal sudah kami
sosialisasikan bahwa semua jurusan juga menggunakan IT,” kata Elisabeth.
Tahun ajaran 2015/2016, jumlah
total siswa sebanyak 518 anak, sedangkan jumlah siswa baru saja mencapai 190
anak. Tiap-tiap kelas biasanya memiliki 2 rombongan belajar, sehingga totalnya
ada sekitar 22 rombongan belajar. SMK Negeri 1 Jayapura merupakan sekolah
berbasis pariwisata yang sudah cukup modern dan telah menggunakan IT, termasuk
dalam pelaksanaan UNBK maupun tes ulangan umum.
Fasilitas sarana dan prasarana di
SMK yang memiliki luas 4.850 m2 ini sudah cukup memadai, termasuk
laboratorium praktek siswa. Hanya saja, untuk praktek siswa, sekolah
menggunakan sistem blok, dimana siswa per kelas bergantian dalam penggunaan
laboratorium praktek melalui jadwal yang sudah ditentukan. Untuk program
keahlian Akomodasi Perhotelan, sekolah juga memiliki sebuah edotel bernama
Yotefa Hotel, yang memiliki 14 kamar, mulai dari kelas standard, deluxe, hingga
suit. Hotel ini selain digunakan sebagai tempat praktek siswa jurusan Akomodasi
Perhotelan, juga menjadi lahan bisnis bagi SMK Negeri 1 Jayapura untuk
tamu-tamu dari umum. Dulunya, edotel ini memiliki spot view yang cukup indah
karena berhadapan dengan pantai maupun laut. Namun kemudian pembangunan
beberapa bangunan di depan hotel menghalangi pemandangan, sehingga sekarang pemandangan
lautan sedikit terhalang oleh atap-atap beberapa bangunan. Meski demikian,
hotel ini termasuk cukup ramai, terutama jika terdapat event atau
pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan di Jayapura. SMK Negeri 1 Jayapura
sendiri pun kerap mendapat order dari penyewaan aula sekolah untuk
kegiatan-kegiatan pelatihan, workshop, hingga acara pernikahan. Dengan
demikian, sekolah pun mendapat pemasukan yang membantu meringankan biaya
operasional sekolah.
Guru harus Aktif dan Kreatif
Jumlah total guru yang mengajar
di SMK Negeri 1 Jayapura sebanyak 48 orang, yang sebagian besar telah berstatus
pegawai negeri sipil. Yang unik dari SMK Negeri 1 Jayapura, sebagian besar guru
yang mengajar di sini adalah para alumni dari SMK Negeri 1 Jayapura, bahkan
termasuk Elisabeth Paksoal. Sebagai kepala sekolah, ia pun menghimbau para
tenaga pendidik di SMK Negeri 1 Jayapura selalu meningkatkan kompetensinya dan
berupaya untuk selalu seiring dengan perkembangan dunia industri.
Untuk memantau perkembangan dan
kinerja para guru, sekolah pun selalu mengadakan evaluasi di akhir semester.
Sedangkan pada awal semester, sekolah mengadakan In House Training untuk para guru maupun tenaga kependidikan.
Kegiatan In House Training ini
biasanya diselenggarakan selama satu minggu. Kegiatan ini membahas tentang
pembuatan perencanaan program kerja sekolah selama satu semester ke depan,
strategi-strategi mengajar yang perlu dilakukan para guru, maupun strategi
sekolah dalam meningkatkan eksistensi baik di masyarakat maupun di dunia
industri.
Rafael F.F. Piter, S.Pd., guru
bahasa Inggris yang juga adalah guru di Jurusan UPW mengatakan bahwa ia pun
memiliki strategi dan kiat-kiat tersendiri dalam mengajar maupun mendekati
siswa-siswanya. Rafael, demikian ia akrab disapa, menegaskan bahwa mengajar
anak-anak Papua itu berbeda dengan mengajar anak-anak dari daerah lain,
misalnya Jawa. “Sebagian besar anak-anak di sini berlatar belakang lingkungan
nelayan atau pedagang di pasar, dimana kehidupan mereka cukup keras. Oleh
karena itu, kita tidak bisa menerapkan cara yang lemah lembut saat mengajar
mereka, karena mereka tidak akan memperhatikan atau mengindahkan kita,”
jelasnya.
Dalam mengajar, Rafael juga
memiliki cara khusus yang menurutnya cukup ampuh dan terbukti lebih banyak
berhasil. “Biasanya anak-anak lebih mudah menyenangi guru daripada
pelajarannya. Oleh karena itu, saya berusaha terlebih dulu menjadi sosok guru
yang disenangi murid-murid saya. Saya berusaha untuk bisa akrab dengan
anak-anak, menempatkan diri sebagai teman bagi mereka. Saya juga tidak selalu
membuat situasi kelas tegang, oleh karena itu saya sering menyelipkan joke atau
games dalam pembelajaran, sehingga kelas jadi tidak membosankan. Sebagai guru
yang juga mengajar bahasa Inggris, saya tetap menggunakan Bahasa Indonesia
sebagai pengantar supaya pesan saya sampai dan dimengerti oleh anak-anak,”
terang Rafael.
Sebagai guru untuk jurusan Usaha
Perjalanan Wisata (UPW), Rafael menilai bahwa kesiapan para siswa untuk terjun
di bidang kerja yang berkaitan dengan UPW sudah cukup bagus karena sekolah pun
menyediakan fasilitas yang memadai dalam belajar. Dalam kegiatan prakerin siswa
pun para siswa jurusan UPW banyak ditempatkan di bandara penerbangan Jayapura,
kantor maskapai penerbangan, maupun kantor-kantor perusahaan travel agent.
Untuk materi tour guide, menurut Rafael sebenarnya kemampuan para siswa dapat
diasah dengan baik karena wilayah Jayapura memiliki banyak potensi wisata yang
cukup menarik. Misalnya keindahan Danau Sentani, Tugu Mac Arthur, Museum Loka
Budaya, Pantai Hamadi, Pantai Harlem bagi para pecinta snorkeling, Desa Skouw,
yang merupakan desa perbatasan negara dengan New Papua Nuginie, hingga Pulau
Aksai yang banyak menawarkan kerajinan lukisan khas Papua di atas lembaran
kulit kayu. Sayangnya, sebagian besar tempat rekreasi di Jayapura juga dikelola
oleh masyarakat adat yang menyebabkan banyaknya pungutan atau retribusi di
sana-sini, yang tentunya hal ini sedikit memberatkan para siswa. Di samping
itu, sekolah pun masih belum memiliki sarana bus, sehingga sekolah perlu
menyewa bus tiap kali berkegiatan. Menurut Rafael, kelengkapan sarana bus ini
sangat diperlukan pula untuk menunjang proses pembelajaran.
Nanda Fajar Isnaeny, siswi kelas
XII Jurusan UPW mengatakan bahwa sejauh ini ia sama sekali tak menemui kendala
berarti dalam pembelajaran. Untuk menunjang kompetensinya, Nanda pun diajarkan
bahasa Inggris maupun bahasa Jepang di sekolah. Ia ingin suatu saat dapat
menjadi seorang tour guide. Berkisah tentang pengalamannya selama prakerin,
Nanda mendapat kesempatan untuk melaksanakan kegiatan prakerin di Kantor
Maskapai Garuda Indonesia di Jayapura. “Selama prakerin saya ditugaskan sebagai
operator telepon, juga melayani reservasi. Yang susah adalah saat pertama kali
saya masuk, karena harus berhadapan dengan rumus-rumus, karena pemesanan tiket
di maskapai Garuda Indonesia harus menggunakan sistem Abacus, sedangkan kami
belum belajar terlalu banyak tentang itu di sekolah. Tapi kami diajari
perlahan-lahan di sana sampai bisa,” ungkapnya.
Nanda juga termasuk dalam tim
siswa yang mewakili SMK Negeri 1 Jayapura dalam lomba LKS hingga tingkat
Nasional tahun 2015 untuk kategori Usaha Perjalanan Wisata dan berhasil meraih
Juara Harapan II Tingkat Nasional. Prestasi ini benar-benar sebuah pencapaian
yang sangat membanggakan bagi sekolah, dan terutama bagi Nanda. “Saya merasa senang
sekali karena dapat berkompetisi dengan daerah lain, dan saya juga merasa
sangat bangga dapat mewakili Papua di ajang Nasional,” katanya lagi.
Lain dengan jurusan UPW, lain
pula dengan jurusan Akomodasi Perhotelan di SMK Negeri 1 Jayapura. Program
keahlian ini merupakan salah satu program keahlian yang cukup difavoritkan
selain program keahlian RPL. Ada empat guru produktif di program keahlian ini,
termasuk salah satunya adalah Danang Setiawan, SE. yang telah mengabdi di SMK
Negeri 1 Jayapura sejak tahun 2004.
Selain memperbanyak praktek
dengan fasilitas yang telah disediakan sekolah maupun di edotel sekolah, Danang
juga mengajak para siswanya untuk turut berperan serta dalam kegiatan yang dikelola
event organizer. Dalam hal ini, sekolah telah menjalin kerjasama dengan seluruh
industri katering di Jayapura, sehingga tiap kali diadakan berbagai event, para
siswa-siswi SMK Negeri 1 Jayapura pun diberi kesempatan untuk berpartisipasi.
“Kegiatan ini melibatkan
siswa-siswi dari berbagai jurusan, tergantung kebutuhan event organizernya. Di
sini, anak-anak jadi punya kesempatan untuk langsung praktek di lapangan, mulai
dari event pernikahan hingga pemerintahan. Anak-anak juga merasa sangat senang
dan bersemangat karena acapkali mereka pun mendapat uang saku tambahan,”
katanya.
Peluang-peluang seperti ini
merupakan salah satu hasil dari upaya sekolah dalam membina hubungan dengan
dunia industri, karena bagaimanapun kesuksesan program SMK pun tak bisa lepas
dari keharmonisan hubungan sekolah dengan pihak dunia usaha/industri (du/di).
Bahkan jika sekolah berhasil membina hubungan baik dan bersinergi dengan pihak
du/di, maka lulusan SMK pun akan menjadi tenaga terampil yang siap pakai di
dunia industri.
Saling Bantu dengan Pihak Du/di
Sejauh ini, SMK Negeri 1 Jayapura
pun memiliki kiat dan strategi tersendiri dalam menjaring du/di maupun membina
hubungan supaya senantiasa harmonis dan saling menguntungkan. “Kami selalu
berkomunikasi dengan baik dengan pihak industri. Kami saling mengetahui apa
kebutuhan masing-masing. Pihak du/di pun perlu diberitahu mengenai
program-program sekolah dan apa yang ingin kami capai sesuai visi misi sekolah.
Dengan adanya transparansi tersebut, mereka tidak ragu untuk menjalin kerjasama
dengan kami. Kami identifikasi apa yang mereka butuhkan, dan kami pun siap
memberikan bantuan kepada mereka jika mereka butuh bantuan. Dengan begitu, kami
mempererat kerjasama dengan mereka,” tutur Elisabeth.
“Selain itu, kami juga secara
rutin mengundang du/di ke sekolah untuk melihat fasilitas-fasilitas yang ada di
sekolah dan berdiskusi tentang kompetensi apa sajakah yang ingin dicapai oleh
para siswa. Itu biasanya sekitar 4 bulan sekali,” tambahnya lagi.
Sejauh ini, menurut Elisabeth,
ada sekitar 60 pihak du/di yang telah bekerja sama dengan SMK Negeri 1
Jayapura. Bentuk kerjasama yang disepakati antara lain penempatan siswa
prakerin, pengadaan guru tamu, maupun kesempatan guru magang di industri. “Ada
sekitar 10 du/di untuk Jurusan Akomodasi Perhotelan dan Tata Boga, 16 du/di
untuk jurusan UPW, 5 du/di untuk jurusan Tata Busana, serta 21 du/di untuk
jurusan RPL. Biasanya, kontrak kesepakatan MoU tersebut berlaku hingga 5 tahun,
yang kemudian dapat diperpanjang,” terang Elisabeth.
Untuk jurusan RPL, tempat
prakerin yang biasa digunakan siswa adalah di kantor-kantor instansi
pemerintahan maupun di perusahaan swasta. “Tapi kadang kami agak kesulitan
menyakinkan birokrasi pemerintahan daerah karena mereka mengira bahwa siswa
jurusan RPL ini pasti membuat desain program, dan sebagainya. Padahal mereka
juga bisa membantu dalam membuat laporan, dan sebagainya. Namun adapula
instansi pemerintahan yang sangat puas dengan kinerja anak-anak, dan bahkan
hingga anak-anak sering diajak serta dalam menghadiri beberapa kegiatan untuk
menyiapkan laporan atau presentasinya,” jelas Elisabeth.
Sedangkan untuk jurusan Akomodasi
Perhotelan maupun jurusan Tata Boga, sejauh ini sekolah telah bekerjasama
dengan dunia industri perhotelan yang ada di Jayapura, terutama hotel-hotel
bintang 3 maupun bintang 4 di Jayapura, seperti Sahid Hotel, Sheraton Hotel,
Yasmine Hotel, Aston Hotel, dan lain sebagainya. Dalam dasawarsa ini,
pertumbuhan hotel di Jayapura meningkat pesat karena pertumbuhan dan
perkembangan kota Jayapura yang juga semakin maju, terutama sebagai pusat
bisnis maupun pemerintahan.
Kegiatan prakerin di SMK Negeri 1
Jayapura dilaksanakan saat siswa menginjak bangku kelas XI. Tempat prakerin
ditentukan oleh guru pembimbing berdasarkan pada berbagai pertimbangan.
Kegiatan prakerin tersebut dilaksanakan selama tiga bulan penuh.
Salah satu industri yang
bekerjasama dengan SMK Negeri 1 Jayapura dalam hal penempatan siswa prakerin
adalan Swiss-Belhotel Papua, Jayapura. Yohannes Makatita, General Manager Swiss-Belhotel
Papua, Jayapura mengaku merasa puas dengan kinerja para siswa SMK Negeri 1
Jayapura yang melaksanakan prakerin di Swiss-Belhotel Papua, Jayapura.
Kerjasama ini telah dijalin sejak tahun 2012 dan semakin langgeng hingga
sekarang.
“Kami juga selalu memastikan
bahwa anak-anak ini memperoleh ilmu dan pengalaman yang cukup selama mereka magang
di sini. Kami juga biasanya mengadakan kelas untuk mereka, juga ada
pembimbingan secara tatap muka dengan kepala departemen yang bersangkutan,”
terang Yohannes. Dalam setiap satu periode kegiatan prakerin, biasanya terdapat
10-12 siswa SMK Negeri 1 Jayapura yang magang di Swiss-Belhotel Papua, dan
tersebar dalam beberapa departemen, sesuai dengan kompetensi siswa. Selama
magang prakerin, siswa diharapkan dapat mengikuti segala aturan yang berlaku di
hotel karena mereka pun diperlakukan sama selayaknya para karyawan lainnya.
Di samping itu, hotel pun kerap
memanfaatkan para siswa SMK Negeri 1 Jayapura dalam event-event hotel melalui
kerja kasual. Ketika hotel membutuhkan tenaga kerja secara insidental, maka
hotel akan langsung menghubungi pihak SMK Negeri 1 Jayapura untuk meminta
sejumlah tenaga kerja. Bagi pihak hotel, kerjasama demikian sangat
menguntungkan karena hotel tidak perlu merekrut karyawan baru ataupun
mentraining tenaga kerja terlebih dahulu karena siswa SMK telah memiliki
kompetensi yang dibutuhkan. Sedangkan para siswa pun merasa diuntungkan karena
selain mendapatkan pengalaman kerja melalui praktek langsung, mereka pun bisa
mendapatkan tambahan uang saku.
Salah satu keunggulan siswa
maupun lulusan SMK Negeri 1 Jayapura yang cukup menonjol di antara yang lainnya
menurut Yohannes adalah attitude atau
perilaku siswanya yang sangat baik, di samping kompetensinya yang juga memadai.
Dalam hal perekrutan pegawai, attitude
atau perilaku adalah poin yang menjadi pertimbangan paling utama bagi perusahaan
untuk menerima atau menolak calon pegawai. “Mental dan attitude para siswa maupun lulusan SMK Negeri 1 Jayapura sudah tak
perlu diragukan lagi, makanya SMK Negeri 1 Jayapura pun menjadi pemasok utama
tenaga kerja di tempat kami,” kata Yohannes.
Sejauh ini, telah banyak lulusan
SMK Negeri 1 Jayapura yang menjadi karyawan tetap di hotel bintang empat yang
dibangun di Jayapura sejak tahun 2006 ini. Ismail Tampubolon adalah salah
satunya, yang kini menjadi Kepala Departemen Kitchen di Swis-Belhotel Papua Jayapura.
Alumni tahun 1999 jurusan Tata Boga ini merasa sangat berterima kasih kepada
SMK Negeri 1 Jayapura yang telah mendidik dan membimbingnya hingga ia dapat
meraih pencapaian seperti yang ia dapatkan saat ini, karena apa yang dicapainya
pun sangat sesuai dengan minat atau passion-nya.
Kini, sebagai profesional yang
bekerja di industri hotel, ia pun berkesempatan untuk membimbing adik-adik
kelasnya melalui kegiatan prakerin di Swiss-Belhotel Papua Jayapura. Hanya
saja, ia pun melihat beberapa kekurangan yang biasanya dialami oleh siswa-siswa
prakerin. “Biasanya anak-anak SMK ini masih malu dalam bertanya, padahal staff
di kitchen itu sibuknya luar biasa. Kalau mereka tidak bertanya, mereka tidak
akan pernah tahu,” ungkapnya.
Ia juga mengatakan bahwa sebenarnya
bidang kitchen atau tata boga itu
masih sangat menjanjikan dan merupakan peluang besar bagi siswa-siswa SMK
Jurusan Tata Boga. “Hanya saja, hingga saat ini masih melekat stigma bahwa
jurusan Tata Boga ini hanya untuk perempuan. Padahal justru sebenarnya dalam
Tata Boga, laki-laki juga mendapat peluang yang sama, terlebih karena pekerjaan
di kitchen ini juga dapat dikatakan sebagai pekerjaan berat,” terang Ismail.
Karena para siswa dari SMK Negeri
1 Jayapura dianggap lebih unggul dan lebih siap, pihak Swiss-Belhotel Papua
Jayapura pun kerap menawarkan peluang kerja pada para siswa usai mereka
melaksanakan kegiatan prakerin. “Saat mereka prakerin, kami juga sudah
melakukan pemetaan dan membuat data base siapa-siapa saja siswa yang kinerja
dan penampilannya bagus. Setelah prakerin, kami akan tawari mereka untuk
bekerja di sini saat mereka lulus nanti,” kata Yohannes. Bagi industri,
pertimbangan utama dalam merekrut karyawan adalah pengalaman kerja, performa
kinerja, maupun attitude. Nilai
sekolah tak menjadi patokan utama siswa dapat diterima atau tidak.
Seperti halnya Hamzanudin, siswa
kelas XII jurusan Akomodasi Perhotelan, ia mengaku mendapat tawaran kerja dari
Hotel Horison, Jayapura sehingga ia dapat langsung bekerja setelah lulus nanti.
Awalnya, Hamzanudin mendapat kesempatan untuk melaksanakan kegiatan prakerin di
Hotel Horizon ketika ia masih duduk di bangku kelas XI tahun lalu. “Saya merasa
beruntung mendapatkan Hotel Horison sebagai tempat prakerin saya karena
letaknya tak jauh dari rumah, tinggal berjalan kaki saja. Rencananya setelah
lulus nanti saya akan langsung bekerja di sana,” katanya.
Kesiapan para siswa maupun
lulusan SMK Negeri 1 Jayapura juga diamini oleh Salim, MM., pihak dunia
industri yang merupakan sekretaris PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran
Indonesia) dan juga pernah menjadi ketua komite sekolah pada periode
sebelumnya. Menurut Salim, SMK Negeri 1 Jayapura merupakan pensuplai utama
tenaga kerja untuk hotel maupun restoran di wilayah Jayapura. Sejauh ini,
tenaga kerja yang disiapkan oleh SMK Negeri 1 Jayapura bahkan masih sangat
terbatas dibandingkan dengan jumlah permintaan tenaga kerja. Oleh karena itu,
hal ini seharusnya menjadi tantangan bagi SMK Negeri 1 Jayapura untuk menjadi
lembaga pencetak tenaga kerja yang dipercaya masyarakat. “Untuk
industri-industri di sini, terutama di perhotelan, untuk sudah dari SMKN 1
Jayapura tidak perlu banyak tanya lagi, mereka pasti diterima,”katanya.
Salim pun didapuk sebagai asesor
dalam uji kompetensi siswa di SMK Negeri 1 Jayapura. Mewakili pihak industri,
ia berharap SMK Negeri 1 Jayapura terus meningkatkan performanya dan selalu
jeli melihat celah dan peluang dalam berbagai kesempatan, terutama dalam
kerjasama dengan para stakeholder.
Sebagai sekolah rujukan yang juga
telah dipercaya sebagai sekolah menengah kejuruan berbasis pariwisata terbaik
di Provinsi Papua, SMK Negeri 1 Jayapura senantiasa meningkatkan dan
mengembangkan diri untuk terus menjadi sekolah yang menginspirasi dan
melahirkan tenaga kerja kompeten yang siap mengabdi untuk kemajuan banga dan
negara. ***
No comments:
Post a Comment