Strategi Baru Mendongkrak Kinerja Pengawas Daerah Khusus

Uji Coba Model Strategi Kepengawasan di Lima Kabupaten/Kota Daerah Khusus



Pengawas tak lagi wajib mengunjungi sekolah binaannya sesering mungkin. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah merancang sebuah sistem baru kepengawasan yang memudahkan tugas kepengawasan melalui strategi berbasis TIK, sekolah, atau masyarakat.

----


“Dari Alor, Untuk Alor,Oleh Alor dan Indonesia. Saya Bangga menjadi Pengawas Sekolah, Menjadi Pengawas Sekolah Saya Bangga!” – Slogan bernada optimis itu berkumandang gegap gempita dan menggema di sebuah ruang aula yang dipenuhi wajah-wajah penuh semangat. Mereka adalah 15 pengawas dan 75 kepala sekolah yang bertugas di daerah khusus kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur. Selama tujuh hari sejak tanggal 9 – 15 April 2017, bertempat di Hotel Pelangi Indah, Kalabahi, Alor, mereka menjadi peserta dalam kegiatan Workshop Pembekalan Pelaksanaan Uji Coba Model Sistem Kepengawasan Sekolah di Daerah Khusus. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Direktorat Pembinaan Tenaga Kependidikan, Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Terselenggara di 5 Kota/Kabupaten
Kegiatan Uji Coba Model Kepengawasan ini dilangsungkan secara simultan di lima kabupaten kota daerah/kondisi khusus, antara lain di Kabupaten Lebak, Banten yang berlangsung pada 26 Maret – 1 April 2017, Kabupaten Keroom, Papua yang berlangsung pada 26 Maret – 1 April 2017, Kabupaten Boalemo, Gorontalo yang berlangsung pada 2 – 8 April 2017, Kota Depok, Jawa Barat yang berlangsung pada 2 – 8 April 2017, dan yang terakhir dilaksanakan di Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur pada 9 – 15 April 2017.

Menurut Dra. Suhatri, M.Si., Kepala Subdit PKPLK dan SPILN, terpilihnya lima lokasi tersebut untuk uji coba sistem dan strategi kepengawasan yang baru ini didasarkan pada pertimbangan bahwa Lebak, Keerom, Boalemo, dan Alor merupakan daerah khusus, seperti yang telah ditetapkan dalam Perpres No. 131 Tahun 2015. Hanya Kota Depok yang masuk pada kategori kondisi khusus. “Di Depok, rasio antara jumlah pengawas dengan jumlah sekolah tidak seimbang. Maka itu, Depok kami tetapkan menjadi salah satu sasaran uji coba ini,” jelasnya.


Kelima wilayah tersebut, menurut Hatri, memiliki karakteristik, tantangan dan persoalan yang berbeda-beda satu sama lain. “Yang memiliki titik daerah 3T paling banyak ada di NTT dan Papua. Demikian pula dengan Boalemo, meski tak sebanyak NTT dan Papua. Sedangkan Lebak, meski jaraknya dekat dengan Jakarta, namun juga punya banyak persoalan pendidikan. Variasi kerumitan yang berbeda ini justru malah akan saling melengkapi, dan akan menjadi masukan yang baik bagi kami untuk menemukan model, antisipasi, dan solusi yang tepat,” ia menerangkan.

Strategi Baru Kepengawasan
Model sistem kepengawasan yang diujicobakan ini merupakan sebuah sistem yang baru dirancang dan disusun pada tahun 2016 oleh tim yang berasal dari unsur akademisi, pengawas, dan kepala sekolah. Setelah penyusunan, dilakukan uji keterbacaan di hadapan dinas pendidikan maupun pengawas dari daerah khusus, yang sempat dilaksanakan di Makassar dan Bali. Selanjutnya, Dit. Pembinaan Tendik melakukan sosialisasi kepada dinas pendidikan terkait maupun para pengawas. Baru kemudian dilaksanakanlah Uji Coba Pembekalan kepada para pengawas maupun kepala sekolah, yang dilaksanakan di lima Kabupaten/Kota.

Setelah selesai kegiatan Uji Coba, para pengawas maupun kepala sekolah dapat segera mengimplementasikannya di daerah tugas masing-masing. Sepanjang implementasi, mereka akan mendapatkan pendampingan jarak jauh maupun secara langsung. Mereka juga harus menyusun Rencana Tindak Lanjut (RTL). Pada pertengahan hingga akhir tahun 2017, fasilitator akan mengunjungi kabupaten-kabupaten tersebut untuk melakukan pendampingan secara langsung. Hasil pendampingan dan berbagai masukan dari daerah inilah yang nantinya akan menjadi bahan analisis untuk menetapkan sistem baru kepengawasan. Diharapkan pada 2019 nanti, para pengawas maupun kepala sekolah di daerah 3T di seluruh penjuru Indonesia dapat menerapkannya.

Strategi baru model kepengawasan ini diharapkan menjadi jawaban atau solusi atas berbagai permasalahan dan kendala yang kerap dihadapi oleh para pengawas, terutama yang bertugas di daerah khusus. Selama ini, peran pengawas di daerah khusus kurang optimal karena beberapa faktor, antara lain faktor kondisi geografis wilayah, jumlah pengawas dan sekolah binaannya, dan lain-lain.
“Jumlah sekolah binaan para pengawas di daerah khusus tak perlu banyak supaya peran kepengawasan dapat berjalan efektif dan optimal. Misalnya, satu pengawas cukup memiliki lima sekolah binaan. Hal ini sudah ada aturannya. Tapi bagaimana mereka menjalankan sistem kepengawasannya itu belum ada aturan dan petunjuknya. Oleh karena itu, sekarang kita bangun sistemnya. Nantinya pengawas juga dapat membina lintas satuan pendidikan. Jadi, satu pengawas bisa membina TK, SD, atau SMP.

Pengawas juga dapat melakukan pengawasan kepada sekolah-sekolah binaannya secara langsung tatap muka ataupun jarak jauh. Oleh karena itu, untuk mendukung program ini, kami pun bekerja sama dengan PT Telkom sebagai penyedia fasilitas. Dengan strategi ini, beban kerja pengawas yang setahun mencapai 1500 jam dapat terpenuhi secara optimal melalui strategi TIK yang memanfaatkan fasilitas dari PT Telkom. Sisanya, mereka dapat mengoptimalkan pengawasan melalui strategi berbasis sekolah atau masyarakat,” papar Hatri.

Dibuka Staf Ahli Menteri
Salah satu kabupaten yang menjadi titik sasaran uji coba model sistem kepengawasan adalah Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur. Kabupaten Alor dipilih karena merupakan salah satu kabupaten yang memiliki titik daerah 3T cukup banyak, pun berbatasan dengan negara Timor-Timur. Di samping itu, Alor pun memiliki banyak keunikan dan karakteristik, baik dari sisi kultur budaya masyarakatnya, kondisi geografis, hingga kebijakan daerahnya, yang juga mempengaruhi perkembangan kualitas pendidikan masyarakatnya. Menurut Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Alor, Alberth N. Ouwpoly, M.Si., tantangan terbesar di sektor pendidikan yang masih dirasakan di kabupaten Alor adalah mengenai perluasan akses dan kebutuhan infrastruktur, kualifikasi dan kompetensi guru, serta keterbatasan guru. Terdiri dari 15 kecamatan dan 17 pulau (6 di antaranya tidak berpenghuni), masih banyak wilayah-wilayah pemukiman masyarakat yang aksesnya sulit dijangkau karena keterbatasan infrastruktur.

Di Kabupaten Alor, jumlah SD seluruhnya ada 296. Jumlah SMP ada 103, jumlah SMA ada 33, dan jumlah SMK sebanyak 14. Sedangkan jumlah guru PNS di Kabupaten Alor tergolong sedikit, sedangkan pengangkatan guru PNS hingga tahun 2016 belum ada, padahal menurut Alberth sudah banyak yang pensiun. Demi menyiasati keadaan ini, Pemerintah Daerah telah berupaya mengangkat guru kontrak daerah hingga 3.000 orang. Di sisi lain, Pemerintah Daerah merasa bersyukur dengan adanya GGD maupun guru SM3T yang ditempatkan di daerah khusus di Kabupaten Alor, meskipun sebenarnya jumlah yang dibutuhkan masih banyak.

Menurut Alberth, jumlah guru yang tersedia masih tidak sebanding dengan yang seharusnya dibutuhkan sekolah. Kualifikasi guru pun masih banyak yang belum S-1, sehingga kompetensi guru masih jauh dari yang diharapkan. “Kami mendorong untuk pemenuhan standard kualifikasi. Namun apa daya, Pemerintah Daerah kekurangan anggaran, sehingga tidak bisa menyekolahkan semua guru. Sebenarnya guru ingin berinisiatif meningkatkan kualifikasinya, tetapi mereka pun anggarannya terbatas. Oleh karena itu, ini masih menjadi persoalan,” kata kepala dinas yang telah menjabat selama 5 tahun ini.

Demi meningkatkan kompetensi tenaga pendidik maupun kependidikan, Alberth sangat menyambut baik program kegiatan Uji Coba Model Sistem Kepengawasan Daerah Khusus yang diselenggarakan di Kabupaten Alor. Ia berharap kegiatan ini dapat menjadi ajang peningkatan kompetensi bagi para tenaga pendidik di Kabupaten Alor, khususnya yang bertugas di daerah khusus. Dengan meningkatnya kompetensi tenaga pendidik maupun kependidikan, diharapkan kualitas pendidikan di Kabupaten Alor semakin baik.

Pada pembukaan acara yang berlangsung di hari pertama kegiatan ini dihadiri pula oleh Wakil Bupati Alor, Imran Duru, S.Pd. yang sebelumnya pernah menjadi kepala sekolah maupun pengawas sekolah. Turut hadir pula para fasilitator dan perwakilan dari PT. Telkom, Eka Rahardja. Seluruh pejabat fungsional pendidikan di Kabupaten Alor, juga pejabat struktural, Pimpinan Pendidikan Dasar dan Menengah kabupaten Alor, kepala UPT Dikmen wilayah V Provinsi NTT, hingga sejumlah Guru Garis Depan (GGD) yang ditempatkan di Alor pun menjadi undangan dalam acara pembukaan.

Dalam acara pembukaan juga dilangsungkan upacara pengokohan Dr. James Modouw dan Dra. Garti Sri Utami, M.ED sebagai orangtua guru. Gelar ini merupakan gelar kehormatan yang dianugerahkan Masyarakat Alor demi mengapresiasi langkah yang diambil Kemdikbud untuk lebih memajukan daerah-daerah 3T, terutama yang berada di Kabupaten Alor.

Dalam sambutannya, Direktur Pembinaan Tendik, Dra. Garti Sri Utami, M.ED mengungkapkan pentingnya model strategi kepengawasan untuk menunjang tugas-tugas pengawas supaya lebih optimal dalam melakukan pembinaan, misalnya dengan membangun budaya supervisi di sekolah. “Budaya supervisi ini bisa dibangun melalui peran kepala sekolah dan guru-guru potensial dan berkompeten. Meski demikian pengawas pun tetap melakukan mendampingan. Hanya saja, melalui sistem ini, mereka memiliki pilihan strategi untuk kepengawasan. Misalnya, ketika tidak memungkinkan dilakukan tatap muka, maka dapat menggunakan strategi yang lain, misalnya berbasis TIK dengan memanfaatkan media yang telah kita upayakan. Tim dari Telkom akan menyiapkan satelitnya, juga aplikasinya. Kami juga melengkapi instrumen pengawasan tetapi dilakukan secara virtual sehingga  kita bisa memantau sekolah dari jauh,” terang Garti.

Demi memperlancar proses kepengawasan dengan menggunakan model strategi yang dipilih, Garti pun berharap dukungan dari Pemerintah Daerah supaya setidaknya para pengawas di Kabupaten Alor dapat diberikan fasilitas smartphone, sehingga mereka dapat melakukan pemantauan dan pendampingan dengan sekolah binaannya di manapun dia berada.  

Di samping itu, Garti pun menganjurkan supaya sekolah senantiasa bekerja sama dengan guru dan komite sekolah untuk bekerja sama dengan guru dan komite sekolah demi memperlancar fungsi kepengawasan, sehingga proses supervisi pengawas dapat terlaksana dengan baik. “Melalui proses yang bermartabat ini, saya ingin para pengawas sekolah dapat berperan serta memajukan pendidikan di negeri ini,” ujarnya.

Wakil Bupati Alor, Imran Duru, S.Pd. pun sempat mengungkapkan antusiasnya pada kegiatan yang diselenggarakan Kemdikbud ini. Terlebih Kemdikbud telah bekerja sama dengan Telkom untuk mengentaskan keterbatasan akses jaringan teknologi dan komunikasi. “Dengan adanya kegiatan seperti ini, mereka bisa dilatih, sehingga nantinya mereka bisa menggunakan dan mengakses teknologi sehingga menjadi berkembang,” katanya.

Namun demikian, ia mengingatkan, Alor dengan kondisi topografis yang luar biasa pun memerlukan fleksibilitas dan komitmen. Oleh karena itu, ia berharap sekolah pun tak sekadar melibatkan orang-orang yang berada dalam satu lingkaran,melainkan juga menawarkan kerjasama yang melibatkan antarlembaga. “Perlu adanya kerjasama untuk memadukan suatu kegiatan atau program,” tuturnya.

Selama lima hari, para peserta dibekali dengan berbagai materi yang menunjang kepengawasan sekaligus simulasi yang menarik supaya pemahaman peserta semakin besar, yang dipandu oleh empat fasilitator dari kalangan praktisi maupun akademisi, antara lain Prof. Jamaris Jamna, Dr. Cepi Triatna, Dr. Darwis, M.Pd., dan Asep Karyana, M.Pd. Peserta pun wajib mengerjakan pretest dan posttest demi mengetahui tingkat pemahaman mereka.

Berbasis Sekolah, Masyarakat, dan IT
Di daerah khusus, acapkali kinerja pengawas tidak maksimal dikarenakan berbagai faktor, antara lain terkendala geografis dan minimnya infrastruktur pendukung, tingginya resiko kerja dan rendahnya kesejahteraan, dan ketimpangan rasio jumlah pengawas dengan jumlah sekolah dan/atau guru binaan. Oleh karena itu, diperlukan model sistem kepengawasan yang memang dirancang dengan memperhatikan karakteristik daerah/kondisi khusus. Bagaimanapun, pada daerah khusus dan kondisi khusus tertentu, sistem pengawasan sekolah tidak dapat dilaksanakan secara reguler tetapi menuntut pendekatan langsung dan/atau tidak langsung. Pendekatan ini dapat dipilih dengan berbasis tatap muka, berbasis sekolah, berbasis masyarakat, dan berbasis teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
Pada strategi berbasis tatap muka, bentuk kepengawasan dilakukan secara langsung melalui kunjungan pengawas sekolah ke sekolah/guru binaan secara periodik. Pada strategi berbasi sekolah, bentuk kepengawasan dilakukan dengan cara membangun budaya supervisi intern sekolah, yaitu membantu pengawas sekolah dengan kepala sekolah/guru senior/guru kompeten dalam melaksanakan berbagai program pengawasan sekolah terutama supervisi pembelajaran.

Pada strategi berbasis masyarakat, bentuk kepengawasan dilakukan oleh pemimpin formal, pemuka masyarakat, pemimpin organisasi kemasyarakatan, dan komite sekolah untuk menjadi mitra pengawas sekolah dalam pemantauan dan pembinaan perilaku PTK dan peserta didik,  pemeliharaan dan pemenuhan standar sarana dan prasarana sekolah, peningkatan mutu sekolah, dan aktivitas sosial kemasyarakatan. Sedangkan pada strategi berbasis TIK, bentuk kepengawasan menggunakan media jaringan (daring atau luring) yang digunakan oleh kepala sekolah/guru senior/guru kompeten sebagai mitra pengawas sekolah dalam peningkatan mutu pembelajaran/pendidikan. Seorang pengawas sekolah dapat menggunakan satu, dua, atau semua strategi di atas, tergantung pada hasil penilaian situasi dan kondisi di sekolah binaan.

Peserta Antusias
Berdasarkan pengamatan sekilas dari para peserta mengenai kultur masyarakat Alor,salah satu fasilitator, Prof. Jamaris Jamna, berkomentar bahwa komunitas di Alor cukup unik karena memiliki rasa kolaborasi dan keakraban yang masih tinggi. “Dengan kondisi macam ini, program apapun yang kita masukkan disini, mereka akan lebih peduli. Namun menangani daerah ini memang tidak sama dengan daerah-daerah lainnya. Kita harus menyesuaikan dengan kondisi disini. Demikian pula dengan strategi kepengawasan, kita harus mengolah lagi, berbasis mana yang tepat untuk mereka. Saat ini kita kan hanya bisa melihat kondisi fisiknya. Kalau soal komitmen, semangat, dan kemauan baru dilihat setelah program berjalan,” katanya.

Sementara fasilitator yang lain, Dr. Darwis, M.Pd., memberi komentar para peserta melalui pengamatannya di kegiatan simulasi. “Dilihat dari simulasi kemarin, mereka sudah banyak paham dan kegiatan simulasi justru membuat mereka mudah untuk belajar. Mereka juga bisa mendapat inspirasi untuk dituangkan dalam langkah perencanaan,” katanya.

Selama mengikuti kegiatan uji coba yang berlangsung selama 6 hari, rupanya para pengawas maupun kepala sekolah daaerah khusus di Kabupaten Alor sangat antusias dan bersemangat. Seperti yang dirasakan oleh Nimrod Ignatius Waang, S.Pd., pengawas yang juga menjadi koordinator pengawas SMP. “Dengan mengikuti kegiatan ini, sepertinya akan sangat membantu meringankan tugas kepengawasan saya nanti. Dalam kondisi yang tidak memungkinkan saya untuk tatap muka, saya bisa menggunakan IT, baik melalui videocall atau melalui telepon. Saya sangat berterima kasih atas perhatian dari pemerintah pusat karena jangkauan kami memang sangat sulit. Kami sering kesulitan di lapangan. Kami ingin menyerah juga tidak bisa karena itu suatu tugas. Jadi kami nikmati saja,” ujarnya.

Sementara Heber Dopong Nuha, S.Pd., pengawas TK/PAUD mengatakan bahwa strategi kepengawasan yang baru ini akan semakin memudahkannya dalam melakukan pengawasan. “Selama ini saya harus menjangkau sekolah-sekolah yang jaraknya begitu jauh. Dengan model ini, saya bisa memantau sekolah-sekolah dari tempat yang berbeda karena pembagian tugas sudah cukup jelas. Tinggal bagaimana kita mengkomunikasikannya secara baik sehingga peran ini berjalan secara maksimal,” katanya.

Sedangkan Rolis Muwata, A.Ma., Kepala SD Negeri Maritaing, yang mana sekolahnya menjadi titik dipasangnya peralatan VSAT dari Telkom mengungkapkan kebanggaannya mengikuti kegiatan yang diselenggarakan oleh Kemdikbud. Sebelumnnya, ia bahkan pernah diundang ke Jakarta untuk mengikuti kegiatan penguatan kepala sekolah daerah khusus. “Setelah saya mengikuti kegiatan ini, ada semacam obsesi untuk meningkatkan sekolah saya. Terlebih karena sekolah saya berada di daerah tertinggal namun kepedulian Pemerintah cukup tinggi. Saya juga merasa senang pekerjaan kami akan dimudahkan dengan bantuan teknologi, karena kemudahan akses teknologi sudah menjadi kebutuhan di daerah kami,” ungkapnya.

Dengan model strategi kepengawasan yang khusus untuk daerah khusus/kondisi khusus, diharapkan kinerja pengawas semakin optimal, sehingga kualitas pendidikan di daerah khusus pun semakin meningkat. Dengan meningkatnya kualitas pendidikan, diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat daerah khusus. Artinya, tercapailah program nawacita pemerintah, yang antara lain membangun dari pinggiran. ***


Ditulis tahun : 2016
Diterbitkan di Majalah Tendik (Kemendikbud)

No comments:

Post a Comment