Ada perjuangan panjang dan kerja
yang keras di balik kesuksesan sebuah negara yang kini terkenal dengan seni
budaya K-Pop, aneka kosmetiknya, dan yang paling menonjol adalah kemajuan
teknologinya yang berkelas dunia. Korea Selatan (Korsel) berlari kencang bak
kuda pacuan yang memenangkan pertandingan. Dalam waktu yang relatif singkat,
mereka telah berubah menjadi macan asia. Dan di balik keberhasilannya tersebut,
kita patut mengulik bahan bakar yang menjadikan Korea Selatan menjadi sedemikian
diperhitungkan di mata internasional. Salah satu bahan bakar yang paling
penting adalah pendidikannya.
Pada tahun 1945, angka melek
huruf di Korea Selatan masih sekitar 22 persen. Namun di akhir tahun 80-an,
angka tersebut berubah hingga 93 persen. Usai perang, Pemerintah Korea Selatan
segera menggenjot kualitas pendidikan atas kesadaran bahwa kemajuan sebuah
negara tak lepas dari kualitas generasinya. Dan satu-satunya cara untuk
mencetak generasi terbaik adalah melalui pendidikan. Revolusi pendidikan
dimulai ketika presiden terdahulu, Kim Young Sam, pada pertengahan tahun
1990-an menciptakan cetak biru sebuah sistem reformasi pendidikan yang dikenal
dengan nama 5.31 Education Reform Proposals (ERP).
Selain itu, Pemerintah Korea Selatan pun sedemikian bermurah hati dalam
menyisihkan anggaran negara untuk pendidikan. Pada tahun 1987 saja, alokasi
anggaran untuk pendidikan sebesar 27,3 persen dari total anggaran negara. Langkah
tersebut benar-benar tak sia-sia, karena dengan pendidikan yang maju, Korea
Selatan kemudian meraih tingkat ekonomi yang maju dengan sangat pesat.
Pendidikan Terbaik di Dunia
Faktor lain yang sangat menonjol
di Korea Selatan adalah para penduduknya yang sangat termotivasi pada
pendidikan. Sejak dini, anak-anak mereka dididik untuk memiliki kesadaran tentang
pentingnya pendidikan untuk jaminan masa depan. Bagi penduduk Korea Selatan,
tingkat pendidikan adalah sebuah prestige atau gengsi dan status sosial yang
memberikan kebanggaan dan nilai tambah. Keluarga dengan tingkat pendidikan yang
tinggi memiliki status sosial yang tinggi di mata masyarakat. Terlebih jika
mereka berhasil mengecap sekolah-sekolah yang menjadi favorit.
Berdasarkan data UNESCO tahun
2010, angka partisipasi kasar pendidikan di Korea Selatan paling tinggi
dibanding negara-negara lain, mencapai 103%. Lebih dari 65% penduduk usia 25 –
34 tahun telah mencapai pendidikan tinggi (data OECD tahun 2010), sementara 97%
di usia yang sama telah menyelesaikan pendidikan menengah atas. Berdasarkan
berbagai tes internasional seperti PISA pun kualitas dan sistem pendidikan di
Korea Selatan tergolong terbaik di dunia. Korea Selatan menempati posisi kedua
teratas setelah Finlandia.
Jam Belajar yang Panjang
Namun berbeda dengan Finlandia
atau Amerika, anak-anak di Korea Selatan menghabiskan lebih banyak waktu dalam
belajar. Rata-rata mereka masuk sekolah selama 220 hari dalam setahun, dan 13
jam belajar dalam sehari. Bahkan dalam kategori efektifitas belajar, Korea
Selatan duduk di ranking 24 dari 30 negara-negara maju di dunia. Kendati
demikian, sistem pendidikan di Korea Selatan mengajarkan anak bagaimana cara
belajar yang baik, cara bekerja keras untuk mendapatkan impian, hingga cara
bertahan dari kegagalan. Hal-hal yang anak-anak jaman sekarang butuhkan untuk
menghadapi perkembangan dunia yang makin pesat.
Untuk tingkatan dalam sistem
pendidikan di Korea Selatan tak jauh berbeda dengan di Indonesia. Ada
pra-sekolah dan TK untuk usia 0 – 7 tahun, SD yang terdiri dari enam tingkatan,
SMP yang terdiri dari tiga tingkatan, SMA yang terdiri tiga tingkatan, dan
dilanjutkan dengan sekolah tinggi atau universitas.
Kebanyakan, anak-anak Korea
Selatan mulai memasuki bangku sekolah pada usia tiga tahun di kelas
pra-sekolah, yang kemudian dilanjutkan ke tingkat taman kanak-kanak selama tiga
hingga empat tahun sebelum memasuki sekolah dasar. Di taman kanak-kanak, siswa
diajarkan ilmu paling dasar membaca, menulis, berhitung, bahkan hingga bahasa
asing, yakni bahasa Inggris atau bahasa China. Anak-anak juga diajarkan dengan
menggunakan metode permainan, misalnya bermain ‘dokter-dokteran’ untuk
mengenalkan mereka pada anatomi tubuh manusia, makanan dan nutrisi, serta
posisi kerja untuk orang dewasa. Mereka juga diajarkan menyanyi dan menari. Hafalan
merupakan porsi terbesar dalam pembelajaran di taman kanak-kanak.
Sekolah dasar, atau bahasa
Koreanya gungmin hakgyo, terdiri dari enam
tingkatan/kelas. Di kelas 1 dan 2, anak-anak diajarkan menulis, membaca,
berbicara, dan mendengarkan Bahasa Korea, Matematika, permainan fisik, dan
mengenalkan mereka nilai-nilai dasar kehidupan, misalnya kedisiplinan,
toleransi, dan empati. Di kelas 3 hingga kelas 6, anak-anak mulai diberi
tambahan pendidikan moral, pendidikan sosial, sains, seni, musik, keterampilan,
maupun pendidikan fisik. Biasanya, satu guru kelas mengajar beberapa atau semua
mata pelajaran. Namun ada juga guru-guru spesialis tertentu, misalnya guru
bahasa asing. Sistem hukuman fisik untuk anak-anak juga dihapuskan/dilarang di
Korea Selatan.
Kelas-kelas di Korea Selatan hampir
seluruhnya telah dilengkapi dengan teknologi yang menunjang pembelajaran. Tiap-tiap
sekolah dapat mengakses internet dengan kecepatan yang sangat tinggi sejak
tahun 2002. Kini, masing-masing anak pun disediakan tablet untuk belajar.
Demikian pula materi pembelajaran dikemas dalam media elektronik.
Tamat dari gungmin hakgyo, atau
memasuki usia 12-13 tahun, anak-anak Korea Selatan melanjutkan pendidikannya ke
Jung hakgyo, atau setara SMP. Ada tiga tingkatan kelas di gungmin
hakgyo. Di tingkat ini, anak-anak Korea Selatan dituntut untuk lebih serius
dengan sekolahnya. Disiplin ketat pun mulai diberlakukan; mulai dari aturan
seragam, hingga potongan rambut. Seperti halnya di gungmin hakgyo, mereka
menghabiskan waktu belajar di ruang kelas. Umumnya mereka diberikan tujuh mata
pelajaran setiap hari. Hanya saja, guru-guru gungmin hakgyo mengajar
berdasarkan subyek mata pelajaran. Di sini, guru memiliki peran penting bagi
hidup siswa.
Bimbel Jadi
Prioritas
Anak-anak di Korea Selatan tak hanya merasa
cukup dengan memperoleh pendidikan di sekolah saja. Sepulang sekolah, umumnya
mereka masih harus mengikuti hagwon, yakni semacam les/kursus/bimbingan
belajar (bimbel) di luar sekolah. Bahkan tak segan para orangtua membayar mahal
untuk biaya bimbel ini. Jumlah hagwon di Korea Selatan kurang dari 100.000,
namun hampir tiga perempat anak-anak Korsel mengikutinya. Bahkan ada yang
beranggapan bahwa pembelajaran di hagwon jauh lebih penting dan membutuhkan
lebih banyak konsentrasi dibanding di sekolah.
Saat ujian sekolah, siswa berlomba-lomba
untuk meraih nilai terbaik sebagai bekal masuk ke sekolah lanjutan terbaik.
Terlebih ketika anak-anak duduk di bangku sekolah menengah atas, aroma
kompetisi semakin menguat karena siapapun berlomba-lomba untuk masuk ke
perguruan tinggi terbaik. Bahkan ada sebuah anekdot yang mengatakan, “jika kamu
tidur dalam sehari selama tiga jam, kamu layak masuk ke universitas terbaik”.
Anak-anak Korea Selatan telah terbiasa dengan gaya hidup berangkat sekolah
pukul 05.00 pagi dan pulang ke rumah pukul 10.00 malam. Biasanya mereka pun
masih belajar atau mengerjakan tugas hingga pukul 03.00 pagi, dan demikian
setiap harinya.
Bagi warga Korea Selatan, pencapaian
pendidikan merupakan salah satu tujuan dan misi hidup utama. Dalam budaya
mereka, mereka percaya bahwa kebahagiaan di akhir harus didapat dengan kerja
keras dan ketekunan. Bagi mereka, mengecap pendidikan tak hanya sekadar untuk
mengasah dan menemukan jati diri, namun seyogyanya harus menjadi lebih baik
daripada yang lainnya. Semangat dan motivasi ini disadari dan didukung oleh
hampir semua pihak, baik pihak sekolah, orang tua, bahkan murid-murid sendiri.
Ketika mereka berhasil mencapai pendidikan yang diinginkan (seperti masuk di
perguruan tinggi terbaik), kebanggaan dan rasa percaya diri mereka luar biasa.
Semua kerja keras terbayar lunas.
Guru Berdedikasi
Tinggi
Yang menonjol di Korea Selatan, guru-gurunya
sangat berdedikasi tinggi. Mereka tak hanya dituntut untuk memenuhi kualifikasi
pembelajaran, namun harus senantiasa tertantang untuk memberikan lebih dari
yang dipersyaratkan. Di Korsel, guru merupakan profesi paling bergengsi dan
sangat dihormati. Gaji guru di Korsel cukup tinggi. Bahkan gaji awal guru jauh
lebih tinggi daripada standar gaji nasional. Profesi guru memiliki jaminan
kesejahteraan dan kenyamanan lingkungan kerja, yang diimpikan oleh hampir
semua orang. Oleh karena itu, kompetisi
untuk menjadi guru sangatlah berat. Para mahasiswa dari universitas paling top
di Korea Selatan akan berusaha keras untuk menjadi guru setelah menyandang
gelar mereka.
Seperti halnya di Indonesia, sebelum
benar-benar menjadi guru, para calon guru di Korsel harus menyandang sertifikat
guru terlebih dahulu. Oleh karena itu, mereka bisa menempuh pendidikan keguruan
di beberapa institusi, baik negeri ataupun swasta. Ada 11 institut keguruan di
Korsel. Lulus dari pendidikan, kemudian mereka pun mengikuti seleksi guru.
Proses rekrutmen guru ini sangat selektif, dan biasanya hanya 30% guru yang
lulus di antara semua pendaftar. Proses perekrutan guru SMP jauh lebih susah
dan lebih kompetitif daripada perekrutan guru SD. Semakin tinggi level
pendidikan, semakin sulit tes untuk diterima menjadi guru.
Guru-guru yang hendak mengajar di sekolah negeri
juga harus mengikuti tes pegawai negeri terlebih dahulu di tingkat pemerintah
kota atau provinsi. Sementara itu, sekolah-sekolah negeri harus memberikan data
kepada pemerintah kota atau provinsi, berapa jumlah guru yang mereka butuhkan.
Pemerintah akan mensuplai kebutuhan tersebut berdasarkan skor dari hasil tes.
Namun untuk sekolah-sekolah swasta biasanya mengadakan tes penerimaan guru
secara independen.
Pemerintah Korea Selatan juga membangun
sebuah sistem untuk membentuk ‘guru master’. Mereka yang direkrut menjadi guru
master adalah para guru yang memiliki kemampuan dan kompetensi lebih tinggi
dibanding guru-guru lainnya, baik itu dalam hal metode mengajar maupun
keorganisasian. Nantinya, guru master diharapkan dapat menjadi inspirator,
motivator, sekaligus pembimbing bagi guru-guru lainnya, terutama yang masih
memiliki kemampuan rendah. Selain itu, mereka pun akan dilibatkan dalam
penyusunan kurikulum dan sistem evaluasi di tingkat pusat serta terlibat dalam
berbagai pelatihan guru. Untuk menjadi guru master, syarat yang harus dipenuhi
antara lain harus memiliki sertifikat guru level 1 dan telah berpengalaman
mengajar selama sekitar 10 – 15 tahun. Dan tentu saja, pendapatan guru master
ini jauh lebih tinggi daripada guru biasa.
Ada banyak hal positif dari Korea Selatan
yang patut kita tiru, antara lain semangat kerja kerasnya dan cara menghargai
guru. Bagaimanapun, negara akan menjadi maju jika sistem pendidikannya pun
maju. ***
DARI
BERBAGAI SUMBER
No comments:
Post a Comment