Fasli Jalal : Memaksimalkan Perkembangan Otak Anak


Karena menjadi salah satu penggagas pertama program perkembangan PAUD di Indonesia, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) RI,  Prof. Dr. dr. Fasli Jalal Ph.D, Sp.GK. didaulat menjadi salah satu narasumber dalam sesi kegiatan rakornas Bunda PAUD yang diadakan di Jakarta. Pada kesempatan tersebut, beliau memberikan paparan mengenai pertumbuhan dan perkembangan anak, mulai dari sejak berada dalam kandungan. Bagaimanapun, menurut Fasli, tumbuh kembang anak masih menjadi tantangan bagi semua masyarakat Indonesia.

Ahli gizi yang sempat berada di Kemdikbud selama hampir 13 tahun ini  mengungkapkan bahwa esensi anak usia dini adalah interaksi antara anak yang tumbuh dan berkembang dengan lingkungannya, yang kemudian didukung oleh gizi, sarana dan prasarana, dsb. “Yang menjadi jembatan untuk membangun kecerdasan anak secara holistik adalah perkembangan otaknya,” tuturnya. Oleh karena itu, Fasli menekankan untuk lebih memperhatikan masa ketika otak anak sedang tumbuh dan berkembang dengan pesatnya, yakni pada usia kehamilan hingga kurang lebih 2 tahun, yang kerap disebut sebagai masa golden age.

Menurut Fasli, perkembangan otak anak dimulai dalam usia 19 hari dalam kandungan. Otak tersusun dari banyak sel syaraf.  Kecukupan gizi akan berpengaruh terhadap proses pembelahan sel syaraf, sehingga sel syaraf dapat bertambah banyak dan lengkap. Terdapat tiga tahapan tumbuh kembang sel syaraf, yakni tahap lahir hingga 3 tahun, dimana sel syaraf akan tumbuh secara cepat dan banyak, tahap 3 - 8 tahun, dimana kepadatan sel syaraf otak mencapai 2 x lipat orang dewasa, dan tahap 8-18 tahun, dimana sel syaraf yang tidak terpakai akan teregradasi. Dalam tiap tahapan tersebut, zat gizi dan stimulus (rangsangan) memegang peranan penting -termasuk dalam meminimalkan sel syaraf otak yang terdegradasi.

Di samping itu, Fasli pun mengungkapkan bahwa perkembangan tinggi anak pun dapat menjadi indikator kemampuan anak. Semakin tinggi anak, maka otaknya pun dapat berkembang dengan baik. Namun jika tingginya sudah tertinggal, meski kemudian diberikan makanan berlimpah, tetap tidak akan terkejar, karena ini adalah refleksi dari kurang gizi yang kronik. Kendati demikian, Fasli mengatakan bahwa hal tersebut takkan menjadi kendala besar sepanjang semua pihak dapat mengoptimalkan usaha untuk mengembangkan anak. “Tidak apa-apa kalau tingginya tidak terkejar. Berapapun sel otak yang tinggal, mari kita pastikan agar sel otak tsb kita fungsikan semaksimal mungkin,” tuturnya.

Selain itu, berat badan pun menjadi salah satu indikasi kesuksesan perkembangan otak anak. Setidaknya, menurut Fasli, berat badan bayi lahir yang baik adalah tidak kurang dari 2,5 kg. “Jika dibawah 2,5 kg, kita perlu memberi dorongan yang lebih kuat. Saat ini, 1 dari 9 anak di Indonesia lahir dengan berat badan di bawah 2,5 kg. Ini satu hal yang cukup mencemaskan. WHO sudah meminta jangan ada anak yang tidak mendapat haknya utk Asi eksklusif selama 6 bulan pertama,” kata Fasli. Sayangnya, menurut Fasli, saat ini jumlah ibu menyusui ASI eksklusif menurun dengan cepat, tinggal 30 % saja. Padahal ASI eksklusif sangat bermanfaat membentuk jaringan yang akan melindungi syaraf dari berbagai korsleting akibat menyalurkan impuls elektrik.

Dalam proses pertumbuhan dan perkembangan otak anak, pendidikan adalah salah satu sarana penting yang harus dipenuhi oleh anak. Kendati demikian, pendidikan yang dimaksud tak hanya sekedar proses pembelajaran formal di sekolah, namun juga melibatkan unsur-unsur potensi dalam diri. “Dulu kita beranggapan bahwa sekolah itu dimulai dari SD. Tapi ternyata itu terlambat. Sebenarnya, kualitas terpenting itu harus dibangun pada 1000 hari pertama kehidupan anak,” kata Fasli Jalal.

Dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak, Fasli pun menegaskan peran PAUD holistik terintegratif yang berdasar pada lima pilar, antara lain ada jaminan kesehatan, ada praktek gizi, ada stimulasi psikososial atau pendidikan anak usia dini, ada pengasuhan yang dilakukan oleh orang tua dan orang-orang lain yang berhubungan dengan anak tadi, dan ada jaminan perlindungan. Dalam hal ini, Fasli menekankan bahwa peran orang tua dan keluarga adalah yang pertama dan utama. Selain itu juga faktor ekologi lingkungan sekitar. “Jika hal-hal tersebut tidak terpenuhi, maka kita harus mencari kompensasi untuk memenuhi hal tersebut,” tuturnya.

Pengaruh Jumlah Penduduk
Selain itu, hal yang mempengaruhi kesuksesan program pertumbuhan dan perkembangan anak adalah jumlah penduduk. Semakin besar penduduk, semakin kecil kesempatan yang didapat oleh anak untuk lebih mengembangkan dirinya. Negara dengan jumlah penduduk yang teramat besar akan rentan mengalami krisis perkembangan sumber daya manusianya.

Menurut sebuah Penelitian yang diungkapkan oleh Fasli, jika seluruh individu mengikuti gaya hidup negara Amerika --  antara lain tergantung dengan AC, heater, makanan berlebih, dsb, maka bumi hanya bisa menanggung 2 milyar penduduk. Diperkirakan pada tahun 2050 penduduk bumi berjumlah 9,2 milyar. Dalam sejarah Indonesia pada abad 17, jumlah penduduk masih berjumlah 10 juta. Kemudian pada tahun 1970, menurut sensus penduduk, jumlah penduduk Indonesia menjadi sekitar 125 juta. Dan pada saat itu, proyeksi dengan trend fertility rate mengatakan bahwa pada tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia diperkirakan berjumlah 340 juta. Namun ternyata hanya berjumlah 237,6 juta.  Artinya, program-program pada era Orde Baru semisal Keluarga Berencana (KB) berhasil menekan jumlah penduduk dan berhemat hingga 1 juta orang. Hal ini pun berdampak pada penghematan pembangunan sekolah, pembangunan fasilitas kesehatan, income perkapita dan sebagainya, sehingga perhatian terhadap sumber daya manusianya menjadi lebih besar. Dengan dapat ditekannya laju pertumbuhan penduduk, maka potensi sumber daya manusia dapat dikembangkan menjadi lebih optimal. Bagaimanapun, modal utama bangsa adalah sumber daya manusia.

Peran BKKBN
Dalam hal menyukseskan program pengembangan anak usia dini holistik integratif, BKKBN pun turut berperan melalui kelompok kegiatan Bina Keluarga Balita (BKB). Pengembangan anak usia dini holistik integratif dilakukan di kelompok BKB, Pos PAUD, dan Posyandu. Kelompok BKB meningkatkan pengetahuan orang tua dan keluarga yang memiliki anak balita mengenai pengasuhan;Pos PAUD memberikan layanan pendidikan kepada anak-anak usia dini; sedangkan Posyandu memberikan layanan kesehatan bagi anak-anak usia dini tersebut.

Selain itu, BKKBN juga turut menyiapkan kader dalam bidang pengasuhan. “Kita melatih kader secara khusus untuk menjadi pengganti keluarga yang sedang mengandung atau punya anak balita, memberi pengetahuan dan pemahaman tentang prinsip tumbuh kembang anak dan mendampingi proses itu dengan baik, sehingga sebelum anak masuk sekolah, semua kecakapan anak sudah terpenuhi,” kata Fasli. Program ini dimulai dari basis para kader posyandu, anggota majlis taklim, guru-guru di kelompok bermain, kader dari panti asuhan, dsb.

Ada pula program Generasi Berencana, yakni sebuah program yang mendidik, membimbing, dan mendampingi generasi muda bangsa dengan cara memberikan pendidikan produktivitas, misalnya dengan pemberian pemahaman seputar seksualitas, HIV-AIDS, pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan usia kawin.

Fasli berharap semua pihak dapat bersama-sama untuk meningkatkan komitmen para pengambil kebijakan, tokoh masyarakat, dan tokoh agama untuk memberikan hak-hak anak melalui pengasuhan dan pembinaan tumbuh kembang yang baik sejak dini.  Melalui kemitraan dan peran serta semua pemangku kepentingan, ini dapat mendorong terciptanya anak-anak berkualitas. ***

Ditulis Tahun : 2013



No comments:

Post a Comment