dr Elizabeth Jane Supardi : Posyandu Perlu Nebeng pada PAUD


Segala urusan yang menyangkut pertumbuhan dan perkembangan anak adalah hal yang cukup pelik, mengingat anak adalah generasi bangsa yang akan melanjutkan tonggak pembangunan dan kemajuan negeri. Oleh karena itu, ketika mendapat kesempatan bertemu dengan dengan bunda PAUD dari seluruh wilayah Indonesia dalam kegiatan Rakornas Bunda Paud 2013, dr Elizabeth Jane Supardi, MPH, Dsc., Direktur Bina Kesehatan Anak, merasa sangat beruntung dan antusias. “Artinya, saya akan mendapat bala bantuan yang memungkinkan untuk mengatasi masalah-masalah anak di Indonesia,” ujarnya.

Pada kesempatan itu, dokter yang sejak 30 tahun lalu sudah menjabat sebagai kepala puskesmas Indonesia ini memberi paparan seputar kesehatan, pertumbuhan, dan perkembangan anak di hadapan para Bunda PAUD. Ia berharap Bunda PAUD memiliki pengetahuan yang memadai seputar masalah anak, sehingga memahami bagaimana cara memperlakukan atau memberi dukungan, motivasi, dan turut memikirkan solusi bagaimana memecahkan berbagai masalah anak usia dini di daerahnya masing-masing.

Jane menegaskan bahwa masa pertumbuhan dan perkembangan anak dimulai dari usia 0 – 18 tahun, sehingga pada masa itu diperlukan pengawalan yang cermat dan penuh perhatian. “Tumbuh kembang sangat penting karena ini kualitas. Yang tumbuh adalah ukuran tubuh dan struktur tubuhnya. Sedangkan yang berkembang adalah fungsi dan kemampuannya. Jika anak-anak kita dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, maka mereka akan menjadi generasi yang kuat dan cerdas,” katanya. Oleh karena itu, pembinaan terhadap masalah anak pada fase itu sangatlah penting, karena jumlah penduduk Indonesia pada range usia tersebut mencapai hingga 40%.

Di samping itu, Jane juga menyinggung tentang pentingnya Keluarga Berencana (KB) supaya keluarga di Indonesia memiliki perencanaan yang baik terhadap kesehatan, kesejahteraan, dan masa depan. Bagaimanapun, jumlah penduduk di suatu negara pun berpengaruh pada kualitas penduduknya. Ia sempat memberikan contoh-contoh negara yang berhasil menerapkan KB. Di negara Cina, pemerintah menghimbau pada setiap keluarga untuk hanya memiliki satu anak. Jika lebih dari satu, maka anak-anak lainnya tidak akan mendapat fasilitas apapun dari negara. Sedangkan di Jepang, menyusutnya jumlah penduduk justru lebih dikarenakan pada pemahaman warga negaranya yang sudah cukup tinggi.

Menurut Jane, bahkan jarak interval kelahiran antara anak pertama dengan anak selanjutnya pun aad baiknya direncanakan secara seksama, tidak terlalu rapat. “Idealnya, ibu mengalami kehamilan anak yang berikutnya setelah selang 4 – 5 tahun dari kehamilan sebelumnya,” katanya. Ini berkaitan dengan pemulihan kalsium dalam tubuh ibu ketika melahirkan anak sebelumnya, dan umumnya memerlukan waktu antara 4x9 bulan. Selain itu, ia pun mengungkapkan bahwa usia ideal seorang wanita memiliki anak adalah di atas 23 tahun.

Integrasi Posyandu dan PAUD
Dalam hal pengasuhan anak, Jane pun menegaskan tentang pentingnya peranan Posyandu dalam masyarakat, karena posyandu dapat bersentuhan langsung dengan anak-anak yang benar-benar berada dalam fase pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. “Hampir 80% proses pembentukan sel-sel otak yang menyangkut kecerdasan dan perkembangan anak berada pada 3 tahun pertama. Kalau kita rajin memberikan stimulasi, maka dia akan maksimal. Antara lain dengan memenuhi kebutuhan akan gizi, pendidikan, perlindungan, kasih sayang, dan lain-lain,” tuturnya. “Oleh karena itu, kita pun harus memberikan pelayanan yang kontinue. Posyandu dapat membantu para orang tua untuk mengontrol pertumbuhan dan perkembangan anak,” tambahnya. Bagaimanapun, upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan anak menjadi tanggung jawab bersama, yakni orang tua, keluarga, masyarakat, maupun pemerintah.

Jane pun memberikan penjelasan tentang pentingnya buku KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) sehingga setiap detil pertumbuhan dan perkembangan anak, sekaligus kesehatan ibu, dapat terpantau dengan baik. “Buku KIA sudah ada peraturan menteri kesehatannya, dan ibu pun memiliki hak untuk mengetahui atau membaca buku itu. Oleh karena itu, petugas kesehatan harus melayani dengan baik,” katanya. 

Menurut Jane, buku KIA seharusnya wajib dimiliki oleh ibu hamil dan anak-anak usia 0 – 5 tahun. Setiap kali bumil atau anak datang ke fasilitas kesehatan, baik itu bidan, puskesmas, dokter praktek, klinik atau rumah sakit untuk penimbangan, berobat, kontrol atau imunisasi, buku KIA harus dibawa  agar semua keterangan tentang kesehatan ibu atau anak yang tercatat pada buku KIA diketahui tenaga kesehatan, dan mereka dapat mengisi catatan tambahan penting lainnya pada buku KIA, mengisi KMS, dll. Buku KIA merupakan instrumen pencatatan dan penyuluhan (edukasi) bagi ibu dan keluarganya, juga alat komunikasi antara tenaga kesehatan dan keluarga. Isi buku KIA antara lain memuat tentang identitas keluarga. KIA untuk ibu terbagi dalam ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, KB, serta catatan pelayanan kesehatan ibu. Sedangkan pada bagian anak terdiri dari identitas anak, bayi baru lahir dan anak, balita, catatan pelayanan kesehatan anak, serta catatan penyakit dan masalah perkembangan.

Di samping itu, Jane juga mengatakan tentang perlu dan pentingnya rapor kesehatan bagi anak-anak dari usia SD hingga SMA. “Mereka pun berhak mendapat pelayanan kesehatan seperti yang tertulis dalam rapor tersebut,” katanya. Ia pun menyarankan untuk lebih menggalakkan sosialisasi hidup sehat,karena dengan menjaga hidup sehat, maka ini pun dapat menghemat anggaran kesehatan. Misalnya, dengan menyosialisasikan cara mencuci tangan yang baik dan benar. “Ini harus dikuasai oleh semuanya. Nanti akan kita sosialisasikan pada masyarakat, terutama anak-anak usia sekolah, sekaligus kita tempel langkah-langkah cuci tangan yang benar di semua toilet-toilet,” kata Jane.

Di samping itu, keberadaan PAUD pun menjadi solusi dalam mengembangkan anak usia dini. Bagaimanapun, program PAUD tidak cukup dengan pemberian stimulasi pendidikan, tetapi juga harus memberikan layanan pendidikan kesehatan dan gizi. “Kalau PAUD itu bagus dan semua desa ada PAUD, kita berharap posyandu bisa ikut ke PAUD, supaya pelayanannya bisa nebeng ke sana. Melalui PAUD, anak yang usia di bawah 3 tahun itu pun lebih mudah didapatkan. Jadi ada integrasinya,” tuturnya.

Kendati demikian,diperlukan kerjasama yang baik dan berkesinambungan untuk mewujudkan pelayanan prima yang terintegrasi. “Yang kerap menjadi masalah, di hampir semua kementerian yang memiliki berbagai program, acapkali satu program itu satu kantor. Kantor yang mengurus ini dengan kantor yang mengurus itu berbeda. Akibatnya, yang di bawah itu jadi terpecah-pecah. Misalnya, seorang ibu hamil terpaksa hanya mendapat imunisasinya saja, sedangkan paket vitaminnya tidak didapatkan karena programnya ada masalah. Padahal seharusnya itu kan satu paket...” ungkapnya.

Perlunya Parenting Education
Selain itu, Jane pun mengungkapkan bahwa seharusnya juga terdapat program parenting education, sehingga pembelajaran di sekolah selaras dengan di rumah. Misalnya, orang tua pun perlu diberikan pendidikan seks yang baik, sehingga mereka pun dapat memberikan pendidikan tersebut pada anak-anaknya, tak hanya sekadar soal pengenalan anatomi dan fungsi tubuh, tapi juga pemahamannya mengenai seks. Hal ini didasari atas maraknya anak-anak usia belia yang sudah kecanduan video porno semenjak akses ke arah sana menjadi sangat mudah. “Di kota-kota besar, anak sudah melihat video porno sejak usia 8 tahun. Karena pendidikan seks yang tidak sampai pada pemahaman, maka ketika mereka diserang video porno, mereka pun mendapat stimulasi negatif. Jika terlalu banyak menonton video porno, bagian dari fungsi otaknya akan rusak. Yang paling parah, lama-lama bisa menjadi gila.Tapi kalau anak-anak memahami dan mendapat pendidikan yang baik, mereka tidak akan menonton video porno karena mereka memahami konsekuensinya,” ungkap Jane.

Jane berharap, masalah-masalah demikian akan segera teratasi dengan baik melalui kerjasama dan kinerja yang baik dari semua sektor. Bagaimanapun, anak Indonesia adalah harapan bangsa. ***

Ditulis tahun : 2013 


No comments:

Post a Comment