Dengan penuh antusias, Sumari (52
tahun), pria yang telah menjadi guide selama lebih dari 30 tahun di kawasan
Kota Toea Jakarta, menunjukkan beberapa sudut bangunan tua yang sedang
direnovasi. “Rencananya, nanti semua ruangan akan diberi Air Conditioner,
sedangkan jendela akan ditutup dengan kaca. Ini genting-genting sudah diganti
dengan yang baru semua, juga beberapa kayu pun diganti dengan kayu ulin yang
baru”, katanya. Tak heran jika Museum Bahari, salah satu warisan budaya dari
era pemerintah kolonial Belanda, menjadi
semakin cantik dan menarik.
TerLetak di Jalan Pasar Ikan I, di kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta
Utara, Museum Bahari menjadi salah satu obyek wisata Jakarta yang cukup sering
dikunjungi wisatawan, terlebih wisatawan mancanegara. Terdapat dua buah
bangunan megah yang terpisah dalam jarak kira-kira 40 meter. Dulunya, salah
satu bangunan tersebut adalah gudang penyimpanan
rempah-rempah dan hasil bumi oleh Kongsi Dagang Belanda (VOC) secara bertahap
sejak 1652 hingga 1759. Sedangkan di bangunan lainnya terdapat menara Syahbandar,
sebuah menara tinggi yang bagian atasnya dicat berwarna merah, yang
dulunya digunakan untuk proses administrasi
keluar masuknya kapal sekaligus sebagai pusat pengawasan lautan dan daratan
sekitar.
Bekas Gudang Rempah
Di
era kolonial Belanda, kawasan ini menjadi pusat perniagaan penting. Begitu
sibuknya sehingga penjagaannya begitu ketat. Kapal-kapal besar dan kecil
hilir-mudik mengangkut rempah-rempah berupa cengkeh, buah pala, lada, kayu
manis, kayu putih, tembakau, kopra, daun teh, biji kopi dan lain-lain menuju
Eropa dan beberapa negara lain di dunia.
Lambat
laun, seiring waktu, bangunan-bangunan ini mengalami perubahan. Tahun perubahan
itu dapat dilihat pada pintu-pintu masuk. Di antaranya tahun 1718, 1719, dan
1771. Pada masa pendudukan Jepang, tepatnya ketika perang dunia II meletus
(1939-1945), bangunan ini menjadi tempat logistik peralatan militer tentara Dai
Nippon. Namun setelah Indonesia merdeka difungsikan sebagai gudang logistik PLN
(Perusahaan Listrik Negara) dan PTT (Post Telepon dan Telegram).
Di
bangunan yang dulunya adalah gudang rempah-rempah, nuansa dengan sentuhan
eksterior dan interior kolonial Belanda sangat terlihat. Arsitek Belanda pada
waktu itu benar-benar mempersiapkan bangunan berlantai tiga tersebut secara
matang agar dapat bertahan lama terhadap gempuran badai laut tropis yang
mengandung garam. Tembok sekeliling gudang sangat tebal, tiang-tiag penyangga
langit-langitnya pun kokoh, menggunakan kayu ulin (kayu besi) berukuran besar
sehingga tak gampang keropos. Menurut Sumari, karena dekat dengan laut,
kayu-kayu tersebut tidak dimakan rayap. Tiang-tiang penyangga itu berjajar di
tiap lantai ruangan yang luas dan lebar. Udara ruangan pun tetap terjaga.
Dengan demikian rempah-rempah yang tersimpan bisa bertahan lama, tak gampang
membusuk, tetap segar sebelum dikirim ke berbagai tempat nan jauh. Rancangan
teknis pengaturan sirkulasi udara pun menjadikan seluruh ruangan terasa sejuk
dengan menempatkan puluhan jendela berukuran besar pada tiap ruangan. Bahkan
jendela-jendela lebar itu selalu terbuka siang malam sepanjang masa.
Namun
tak terelakkan, karena faktor usia, ditambah terjangan badai tropis dan
seringnya pasang air laut, Museum Bahari
ini makin melesak dan tenggelam sedalam 80 Cm. Hal ini terlihat dari
pintu-pintu di lantai bawah yang tampak pendek karena melesak ke dalam tanah
urugan akibat pasang laut di tiap musim,di mana air hingga menggenang di lantai
Museum. Oleh karena itu, pihak Museum pun berupaya mengurugnya supaya air laut
tidak menggenang. Namun akibat urugan tanah tersebut justru menjadikan plafon
ruang pamer di lantai bawah tampak menjadi lebih pendek mendekati lantai.
Sejauh
ini, Pemda DKI Jakarta telah berupaya optimal untuk melestarikan bangunan bersejarah
ini tetap utuh dengan berbagai renovasi. Museum Bahari ini sendiri diresmikan pada
7 Juli 1977 oleh Ali Sadikin, yang pada waktu itu menjabat Gubernur DKI
Jakarta. Pemerintah DKI Jakarta era sekarang pun memiliki kepedulian tinggi
terhadap museum, termasuk Museum Bahari. Wakil Gubernur DKI periode 2012,
Basuki Tjahaja Purnama, berharap museum dapat menjadi potensi untuk memperkaya
wawasan masyarakat, sekaligus menjadi kekayaan budaya. Oleh karena itu, museum
harus senantiasa memiliki inovasi dan berbenah demi menarik pengunjung. Beliau
pun sempat meresmikan festival museum Jakarta pada Juni 2014 lalu, di mana
Museum Bahari pun turut andil di dalamnya.
Menurut
Slamet (46 tahun), sekuriti Museum Bahari, pengunjung dapat mengunjungi museum
setiap hari dari pukul 09.00 wib – 16.00 wib kecuali hari Senin atau hari libur
nasional. Sekaligus Museum Bahari pun
telah menyiapkan pemandu bagi para pengunjung untuk lebih mengenal dan menambah
wawasan tentang apa yang terdapat di Museum Bahari.
Koleksi Bahari
Museum
Bahari ini meyimpan benda-benda sejarah yang berkaitan dengan kebaharian. Hingga
saat ini, terdapat 126 koleki benda-benda
sejarah kelautan, terutama kapal dan perahu-perahu niaga tradisional. Ada 19
koleksi perahu asli dan 107 buah miniatur, foto-foto dokumentasi sejarah, data-data jenis sebaran
ikan dan biota laut di perairan Indonesia, serta aneka perlengkapan cerita dan
lagu tradisional masyarakat nelayan Nusantara. Museum ini juga menampilkan
matra TNI AL, koleksi kartografi, maket Pulau Onrust, tokoh-tokoh maritim
Nusantara serta perjalanan kapal KPM Batavia - Amsterdam. Dipamerkan pula berbagai benda peninggalan VOC,
lukisan, alat navigasi, serta benda lainnya yang berhubungan dengan kebaharian
Indonesia.
Pada
Bangunan yang terletak di belakang, bisa ditemui berbagai model perahu
tradisional dalam ukuran asli. Yang paling menarik adalah perahu Papua, yang
dibuat dari kayu utuh. Di tempat tersebut juga disimpan Cadik Nusantara, yakni
perahu bercadik yang dipakai pemuda pelopor, Effendy Soleman, yang berlayar
seorang diri menempuh jarak Jakarta - Brunei Darussalam pergi-pulang. Museum
Bahari ini juga menggambarkan tradisi melaut nenek moyang bangsa Indonesia dan
juga pentingnya laut bagi perekonomian Indonesia dari dulu hingga kini.
Selain
sebagai pusat informasi budaya kelautan, museum ini bertujuan menjadi tempat
wisata pendidikan bagi leluhur baru yang ingin mengetahui lebih banyak mengenai
sejarah kebaharian bangsa tempo dulu. Oleh karena itu, pemda DKI berusaha
seoptimal mungkin untuk juga mempercantik maupun menambah fasilitas di museum.
Misalnya, Museum Bahari ini rencananya akan dilengkapi dengan kafe maupun
ruangan untuk pemutaran film atau aula. Selain itu, bangunan antik ini pun
kerap dipakai sebagai lokasi pemotretan prewedding dan lokasi pengambilan
gambar bagi videoklip. Selain itu juga acapkali diadakan Passer Ikan Fair yang
meriah pada saat event ulang tahun Museum Bahari setiap tanggal 7 Juli. Museum
yang buka setiap hari (kecuali hari Senin dan hari libur nasional) sejak pukul
09.00 – 16.00 wib ini senantiasa menyambut baik para pengunjung, memberi
wawasan yang lebih luas mengenai sejarah bahari, terutama di Indonesia. ***
Ditulis tahun : 2013
No comments:
Post a Comment