Ferdi Setyawan Majang
Juara 3 Tutor Paket A Berprestasi Nasional 2014
Juara 3 Tutor Paket A Berprestasi Nasional 2014
Usianya baru menginjak 21 tahun.
Tergolong masih sangat muda untuk seorang pendidik. Namun Ferdi Setyawan Majang
punya tekad, semangat, dan motivasi yang kuat untuk berkiprah di dunia
pendidikan melalui jalur nonformal. Menghadapi warga belajar dengan usia jauh
lebih tua darinya bukan lagi menjadi kendala. Sebagai Juara 3 Tutor Paket A
Berprestasi Nasional 2014, ia telah memenuhi berbagai kriteria seorang tutor
maupun pendidik yang layak menjadi inspirasi.
Pria kelahiran Gorontalo, 15
Ferbruari 1993 ini memiliki ayah seorang pensiunan guru pamong di SKB Kecamatan
Limboto. Sedangkan ibunya adalah seorang pegawai negeri sipil yang bekerja di
kantor Kecamatan Limboto. Sebagai keluarga dengan latar belakang pendidik, tak
heran jika anak pertama dari dua bersaudara ini pun termotivasi untuk menjadi
pendidik, meneruskan cita-cita dan semangat ayahnya. Ferdi merasa yakin bahwa
ia memiliki kemampuan yang mencukupi untuk terjun sebagai pendidik. Terlebih ia
memiliki kepribadian yang cukup disiplin, humoris, ramah, murah senyum, dan
sangat menghargai orang lain terutama yang lebih tua. Modal dasar yang cukup
bagus sebagai seorang pendidik.
Lulus dari SMAN 2 Limboto, penggemar
Manchester United ini melanjutkan pendidikannya ke Universitas Negeri Gorontalo
Jurusan Matematika. Saat ini ia masih duduk di semester 7. Kendati demikian, ia
sudah menyusun masa depannya, bahwa kelak akan mengabdi untuk menjadi guru
matematika, sesuai dengan bidang studi yang diampunya. Ia pun bertekad untuk
meneruskan kiprah dan perjuangannya sebagai tutor, meski tanpa digaji
sekalipun.
Menjadi Tutor
Tahun 2011, Ferdi bergabung di
PKBM Yulan sebagai tutor, sebuah PKBM yang didirikan oleh ibunya sendiri,
Hayati Yusuf. Awalnya ia sempat merasa grogi dan gugup karena warga belajar yang ia hadapi sebagian besar jauh
lebih tua dari usianya. “Itu adalah tantangan terberat saya dalam menjadi tutor
paket A,” ujar Ferdi. Bagaimanapun, daya ingat dan daya memahami ilmu bagi
orang-orang yang lebih dewasa jauh lebih sulit daripada anak-anak. “Kesulitannya
antara lain membuat mereka mengerti mengenai materi pelajaran yang kita ajarkan,
terlebih pelajaran seperti Matematika dan IPA. Mungkin faktor usia dan motivasi,
ya... Mereka sudah lama tidak belajar, dan ini membuat mereka sulit memahami
pelajaran yang diajarkan,” tutur Ferdi.
Masyarakat di sekitar PKBM Yulan rata-rata berekonomi
lemah. Mereka bekerja sebagai petani,
nelayan, buruh kasar, ataupun pembawa bentor, dan jarang berada di rumah.
Banyak pula yang menikah di usia sangat muda atau tempat tinggalnya jauh dari sekolah
dasar negeri. Itulah sebab mereka kesulitan mendapatkan akses pendidikan.
Kendati demikian, mereka sangat mendukung adanya
pendidikan nonformal, utamanya Kejar Paket A. “Mereka membantu merekrut warga
belajar putus sekolah dasar di sekitar PKBM Yulan. Bahkan ada juga yang dari
luar kecamatan Limboto,” kata Ferdi. Ia pun mengaku dapat menjalin hubungan yang
cukup baik dengan warga belajar, bahkan kerap berbagi cerita tentang kehidupan.
“Mereka menghormati saya walaupun saya lebih muda dari mereka. Saya juga selalu
mengunjungi tempat tinggal warga belajar, bahkan orang tua warga belajar, dan
kemudian bertukar pikiran dengan mereka,” katanya.
PKBM Yulan
PKBM Yulan yang terletak di antara Kota Gorontalo dan pesisir
Danau Limboto, yaitu di Kelurahan Hunggaluwa, Kecamatan Limboto, Kabupaten
Gorontalo. Tepatnya di jalan H. Abdullah Tuna. PKBM yang masih
menggunakan rumah keluarga Ferdi sebagai tempat pembelajarannya ini baru
berdiri tahun 2010. Tahun ajaran 2014/2015, jumlah warga belajar sebanyak 30
orang, dengan jumlah tutor sebanyak 4 orang; tutor PNS sebanyak 2 orang dengan
kualifikasi S-1, dan tutor nonPNS sebanyak 2 orang, yang masih berstatus
mahasiswa. Dengan memanfaatkan lahan seluas 6x8 m2 yang terbagi
dalam 3 ruangan, warga belajar dan tutor dapat mengadakan pembelajaran dengan
baik dan memanfaatkan fasilitas seadanya.
Para warga belajar belajar di
PKBM Yulan seminggu tiga kali, yakni pada hari Kamis, Jumat, dan Sabtu setiap
pukul 1 hingga 5 sore. Absensi yang tak penuh sudah menjadi makanan sehari-hari
bagi Ferdi. Ia pernah merasa sedih karena pernah hanya 4 orang yang datang untuk
belajar. Meski demikian, ia pun pernah merasa amat senang ketika dalam satu
rombongan belajar, ada 15 warga belajar yang mengikutinya.
Salah satu hambatan yang dialami
PKBM Yulan adalah tidak tersedianya buku atau modul untuk belajar para warga
belajar dari Dirjen Pendidikan
Luar Sekolah. Menyiasati kondisi demikian, Ferdi berinisiatif untuk selalu
menghubungi sekolah dasar yang berdekatan dengan PKBM untuk meminta petunjuk
mengenai pembelajaran kelas 4, 5, dan 6. “Untuk pembelajaran sekarang, saya
menggunakan kurikulum KTSP. Untuk tahun ajaran 2014/2015, warga belajar di PKBM
Yulan ada yang akan mengikuti Ujian Nasional. Saya harus mengajar ekstra agar
warga belajar yang ada di PKBM Yulan lulus dengan nilai yang baik dan
benar-benar berkompeten,” katanya.
Sejauh ini, Ferdi cukup sukses dalam menjalani perannya
sebagai tutor. Ia sudah mampu meyakinkan
masyarakat bahwa pendidikan itu lebih penting. Bahkan melalui minat dan bakat,
ia pun mampu untuk menyatukan warga belajar yang ada di berbagai kelurahan melalui
pembentukan tim sepak bola. “Saya juga mampu memotivasi warga belajar untuk
melaksanakan pembelajaran, dan inilah kebanggaan saya,” kata Ferdi. Meski
demikian, ia pun senantiasa memacu diri untuk terus mengembangkan kemampuan dan
kompetensinya. Salah satu kesempatan yang didapatnya antara lain pernah
mengikuti pelatihan tutor di Lombok pada tahun 2013 lalu. Kesibukan lain yang
dilakoninya selain kuliah dan menjadi tutor adalah menjadi pelatih sepak bola
di lingkungannya.
Selain mendapatkan pembelajaran kesetaraan, warga belajar
di PKBM Yulan pun mendapat berbagai bekal pengetahuan dan ketrampilan praktis,
misalnya membuat kerajinan bunga sinetron dan membuat perabotan meja dan kursi
untuk warga belajar. Ketrampilan ini sangat bermanfaat bagi warga belajar untuk
menunjang kehidupan mereka supaya semakin produktif.
Pertama kali Ferdi mendapat informasi mengenai adanya
lomba PTK Berprestasi melalui penilik PNF sejak bulan April 2014. Kemudian ia
segera mendaftarkan diri ke kantor Dinas Pendidikan Kecamatan Limboto dan
mempersiapkan berbagai persyaratan, termasuk karya tulis dan bahan presentasi. Di
tingkat Kabupaten, Ferdi tak mendapatkan saingan karena hanya ada 2 PKBM di Kabupaten
Gorontalo, sehingga ia pun langsung melaju ke tingkat Provinsi. Di tingkat
provinsi pun ternyata ia tak menemukan saingan lain karena tidak ada tutor lain
yang berpartisipasi. Kendati demikian, Dinas Pendidikan Provinsi Gorontalo
tetap memberinya serangkaian tes sebelum maju ke tingkat Nasional. Jika Ferdi
dinilai layak mewakili Provinsi, maka ia pun diberangkatkan ke Jakarta mewakili
Provinsi Gorontalo. Dan Ferdi memang layak mewakili Provinsi yang dicintainya
itu.
Ferdi merasa amat senang dapat lulus
dan berkesempatan melaju hingga ke tingkat Nasional. Yang paling membuatnya
amat girang adalah ketika ia dapat berkenalan dengan seluruh tenaga pendidik
yang ada di Indonesia, serta dapat berjabat tangan dengan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan. “Rasanya seperti dalam mimpi, karena saya hanya bermodalkan
uang saku sejumlah 150 ribu rupiah, tapi saya bisa berada di Jakarta,” tuturnya
senang.
Saat menghadapi juri, Ferdi mengatakan
bahwa para juri justru memberinya motivasi untuk mempertahankan komitmen
sebagai tutor Paket A yang tanpa digaji. Terlebih usianya masih sangat mudah,
sehingga Ferdi diharapkan menjadi generasi dengan semangat dan integritas
tinggi pada dunia pendidikan demi tercapainya cita-cita pendidikan nasional.
Saat namanya disebut sebagai peraih
juara 3 Tutor Berprestasi tingkat Nasional, Ferdi merasa amat senang dan
bangga, sama sekali tak menyangka bahwa ia dapat meraih prestasi gemilang di
ajang bergengsi nasional. Rencananya, hadiah yang ia terima akan dipergunakan
untuk melanjutkan pendidikannya hingga ke tingkat S-2. ***
Ditulis tahun : 2014
Diterbitkan di Majalah Dikdas (Kemendikbud)
No comments:
Post a Comment