Nugroho Catur Wijayanto, M.Pd.
Juara 2 Tutor
Paket A Berprestasi Nasional 2014
Sejak kecil,
putra keempat dari pasangan Pitajanto dan Margiasih ini terbiasa hidup
sederhana. Sang ayah yang seorang guru SD lebih senang memberinya buku daripada
membelikan mainan. Tak heran jika Nugroho Catur
Wijayanto,
M.Pd menjadi gemar membaca. Meski demikian, pria kelahiran Malang, 12 Oktober 1979 ini pun tetap menjalani masa kecil seperti anak-anak lain pada
umumnya; bersekolah di pagi hari, bermain di siang hari, dan mengaji di sore
hari. Acapkali ia membantu ibu yang membuka usaha toko kecil-kecilan di depan
rumah. Tentunya bergantian, bersama keempat saudara lainnya, yang kesemuanya
adalah laki-laki.
Lulus dari SMPN 01 Pujon tahun
1994,
Nugroho melanjutkan ke SMUN 01 Batu, hingga tamat
pada tahun 1997. Kemudian ia pun mendaftar di D-3 Universitas Brawijaya Malang
Jurusan Arsitektur Lanskap. Menurut pengakuannya, di masa kuliah ini ia
tak begitu serius dan bahkan lebih banyak menghabiskan waktunya untuk
menyalurkan hobi bertualang dan memanjat gunung. Tak heran jika ia sempat molor
dalam menyelesaikan kuliahnya, baru lulus tahun 2003.
Saat berada di rumah, acapkali anak tetangga datang dan meminta
Nugroho untuk mengajarinya pelajaran sekolah. Lama-kelamaan, beberapa anak
tetangga yang lain pun ikut-ikutan, ‘berguru’ pada Nugroho. Maka sejak itulah
terbersit dalam pikirannya untuk membuka usaha bimbingan belajar bagi anak SD,
SMP, dan SMA. Tahun 1999, Nugroho membuka bimbingan belajar di rumahnya.
Siswanya hanya 6 anak, dan ia hanya memperoleh penghasilan 50 ribu setiap bulan
dari bimbingan belajar ini. Namun satu semester kemudian, jumlah muridnya
meningkat drastis bahkan hingga mencapai 50 anak.
Tahun 2003, Nugroho juga mencoba usaha baru dengan membuka kursus
dan rental komputer. Ia cukup percaya diri meski awalnya hanya memiliki satu
set komputer. Seiring dengan waktu dan usahanya yang makin berkembang,
komputernya pun bertambah hingga 5 unit. Kesibukannya semakin padat. Mengelola
kursus dan rental komputer di pagi hari, dan bimbingan belajar di sore hari.
Kegiatan kursus dan bimbingan belajar inilah yang kemudian menjadi
cikal bakal berdirinya PKBM Abdi Pratama, atas saran dari seorang Penilik
Dikmas di Kecamatan Pujon, saat Nugroho hendak mengurus ijin pendirian lembaga
Bimbel dan kursusnya. Menurut Penilik tersebut, jika mendirikan PKBM, maka
jangkauannya menjadi lebih luas. Nugroho pun mulai tertarik dan memikirkannya. Sejak
itu, tahun 2003, berdirilah PKBM Abdi Pramata, dengan ayah Nugroho sebagai
ketua.
Kegiatan bimbingan belajar dan kursus komputer pun lama-kelamaan
berkembang menjadi pendidikan kesetaraan. Mula-mula adalah kelas program Paket
C. Jumlah tutornya ada 10 orang, terdiri dari para praktisi pendidikan,
mahasiswa, wirausahawan, dan sebagainya yang peduli pada pendidikan dan mau
meluangkan waktu. Jumlah warga belajar yang mengikuti program kesetaraan angkatan
pertama sekitar 30 orang, yang kebanyakan adalah para perangkat desa. Mereka
hanya ditarik 25 ribu rupiah saja per bulan untuk iuran. Namun itu pun banyak
yang mencicil hingga menjelang akhir semester atau ketika hendak mengambil
ijazah.
Untuk program kesetaraan paket A dan B baru dimulai sekitar tahun
2005. Kebanyakan warga belajar tidak ditarik iuran alias gratis, karena PKBM
mendapat bantuan melalui SOP. Mereka bahkan mendapatkan buku tulis, alat tulis, tas, dan modul
pembelajaran. Setiap kelas Kejar memiliki nama tersendiri, misalnya kelas Kejar
Paket C memiliki nama Budi Utomo, Kejar Paket A memiliki nama Abdi Pratama.
PKBM
Abdi Pratama
PKBM Abdi Pratama, yang dibentuk pada tahun 2003, terletak di Jalan
Lapangan Nomor 18, di Desa Pujon
Lor, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa
Timur. Sebuah daerah pegunungan dengan kondisi topografi yang
berbukit dan berlembah. Jarak
dari pusat kecamatan sekitar 2 km, sedangkan
jarak menuju pusat kabupaten adalah 45 km,dengan waktu tempuh sekitar 1,5 hingga 2 jam.
Awalnya, pusat kegiatan PKBM Abdi Pratama masih dilokasikan di
rumah orangtua Nugroho. Namun sejak tahun 2009, PKBM Abdi Pratama dapat
membangun gedung sendiri yang digunakan untuk 3 ruang kelas. Fasilitas yang
tersedia hingga saat ini adalah aula, 3 ruang belajar, Taman Bacaan Masyarakat
(TBM), playground, ruang multimedia, dan ruang laboratorium komputer. PKBM Abdi
Pratama juga memiliki radio komunitas yang dikelola oleh para warga belajar,
yang juga digunakan sebagai media publikasi PKBM Abdi Pratama supaya lebih
dikenal masyarakat luas. Pemasukan PKBM selain berasal dari bantuan pemerintah
juga dari usaha lain seperti kursus, bimbingan belajar, maupun foto/video
shooting, yang juga dikerjakan oleh Nugroho. Demikian pula terdapat kegiatan
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) bagi anak-anak warga Pujon.
Jumlah tutor di PKBM Abdi Pratama hingga saat ini adalah sejumlah
15 tutor, yang terdiri 4 tutor berstatus PNS dan 11 tutor lainnya nonPNS. Namun
Nugroho sendiri saat ini masih berstatus tutor nonPNS. Rata-rata, kualifikasi
tutorr di PKBM Abdi Pratama minimal S-1. Bahkan ada pula yang sudah bergelar
S-2. Pelatihan dan sharing internal tutor dilakukan secara berkala untuk
meningkatkan dan mengembangkan kompetensi tutor. Demikian pula dengan
pelatihan-pelatihan yang diadakan di luar lembaga maupun seminar kolegial, PKBM
Abdi Pratama selalu aktif dalam berpartisipasi. Saat ini, jumlah total warga
belajar mencapai 100 orang, dengan 6 rombongan belajar.
Jam kerja di PKBM relatif
kondisional. Kegiatan tutorial pendidikan kesetaraan dilaksanakan pada waktu
sore dan malam hari sebanyak 3 kali
pertemuan dalam satu minggu. Sedangkan kegiatan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dilaksanakan
pagi hari sebanyak 4 kali pertemuan
dalam satu minggu. Kegiatan Keaksaraan Fungsional
(KF) dilaksanakan sore dan malam hari sebanyak 2 kali pertemuan dalam satu minggu. Sedangkan Taman Baca Masyarakat (TBM) dibuka setiap hari jam
08.00 – 17.00, dan Laboratorium komputer dibuka setiap hari jam 08.00 – 21.00.
Untuk pembelajaran program Paket A, biasanya tutor menjemput bola,
mengajar di rumah warga belajar, secara bergantian. Umumnya dilakukan pada sore
hari, sekitar pukul 4 hingga 6 sore, karena para warga belajar Paket A sibuk
bekerja di pagi hari. Pekerjaan mereka bervariasi, mulai dari buruh tani, ibu
rumah tangga, pedagang asongan, dan sebagian besar adalah peternak sapi perah. Sebagian
besar waktunya dihabiskan untuk beraktivitas di kandang. Sedangkan malam hari digunakan untuk beristirahat atau mengikuti kegiatan sosial keagamaan.
Mata pencaharian
utama masyarakat Pujon adalah petani dan peternak. Bahkan
Pujon terkenal sebagai daerah penghasil susu sapi. Namun bagi warga masyarakat yang tinggal di lereng pegunungan, kesadaran mereka terhadap pentingnya
pendidikan masih minim. Mereka lebih mementingkan kebutuhan ekonomi daripada
sekolah. Banyak anak yang setelah lulus SD
tidak melanjutkan ke jenjang selanjutnya. Ada pula yang tidak sampai menamatkan
pendidikannya di SD karena memilih untuk membantu pekerjaan orang tua. Masih
banyak warga usia produktif usia 15 – 40 tahun yang tidak memiliki ijasah
sekolah karena lebih memilih bekerja daripada sekolah. Ada juga beberapa desa
yang mengirimkan anaknya ke pondok pesantren dan tidak menyekolahkan di sekolah
formal.
Saat awal mengajar warga belajar Paket A, Nugroho sempat merasa
pesimis karena kebanyakan usia warga belajar di atas usianya, dengan rentang usia dari 13 tahun hingga
50 tahun. Kesulitannya
adalah menyesuaikan diri dengan warga
belajar. “Akan tetapi lama-kelamaan saya menikmatinya.
Menjadi tutor warga belajar lebih menantang daripada
mengajar anak di sekolah. Karena usia warga belajar yang beragam, lebih banyak
pengalaman hidup yang telah dialami warga belajar menjadi sarana belajar bagi tutor
untuk menambah kedewasaan,” terang Nugroho. Bahkan Nugroho pun mengakui bahwa sebenarnya
para warga belajar tersebut banyak yang cukup pintar. “Hanya nasib mereka saja
yang kurang beruntung saat ini,” katanya.
Untuk meningkatkan minat
belajar, PKBM Abdi Pratama juga menyelenggarakan
program pendidikan kecakapan hidup sehingga warga belajar bisa mendapatkan
manfaat langsung dari kegiatan belajarnya. Misalnya membuat kerupuk susu,
belajar foto dan video editing, membuat box untuk sayur, ataupun menjahit. Untuk melengkapi fasilitas pembelajaran tersebut,
maka PKBM Abdi Pratama berusaha mencari bantuan dari berbagai pihak yang
peduli terhadap pendidikan masyarakat. Sejauh ini, hambatan utama adalah minimnya dana operasional untuk
mengembangkan kegiatan PKBM. Selain itu masih rendahnya minat belajar dari
warga masyarakat yang mempengaruhi motivasi dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran.
Meningkatkan
Kualifikasi
Tahun 2006, Nugroho pun sempat memutuskan untuk melanjutkan
pendidikannya ke jenjang S-1 di IKIP Budi Utomo Malang. Ia mengambil jurusan
Pendidikan Matematika, hingga lulus tahun 2008. Di samping itu, ia juga sempat
menjadi guru tidak tetap di SMP Satu Atap Pujon Kidul untuk bidang studi TIK
dan Matematika. Seiring dengan kesibukannya yang makin padat, tahun 2008 ia terpaksa
tak dapat membantu untuk menjadi instruktur kursus komputer lagi.
Tahun 2011, Nugroho mendapat kesempatan beasiswa dari Direktorat
Jenderal PAUDNI untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Ia
pun mendaftar di Program Magister Pendidikan Luar Sekolah di Universitas Negeri
Malang. Beasiswa ini ia peroleh sebagai wujud penghargaan Dirjen PAUDNI atas dedikasinya dalam pengembangan pendidikan masyarakat. Gelar master pendidikan luar
sekolah dapat
ia raih pada tahun 2013 setelah berhasil
mempertahankan tesis dengan judul “Penyebaran Inovasi Pertanian Organik sebagai Model Pendikan Luar Sekolah” di depan dewan penguji.
Pertama kali Nugroho mengetahui informasi mengenai lomba PTK Breprestasi
adalah dari salah seorang kawannya yang dulu
berpengalaman mengikuti ajang lomba yang sama, kira-kira pada bulan April – Mei
2014. Kemudian ia mendaftar ke UPTD TK, SD dan
PLS kecamatan Pujon sembari menyiapkan karya tulis dan portofolio sebagai
syarat lomba. Rupanya Nugroho lulus sampai ke tingkat nasional. Ia merasa amat
bangga, semakin termotivasi, dan optimis. Yang membuatnya merasa senang
melenggang hingga ke tingkat nasional di Jakarta adalah karena ia dapat bertemu
dengan rekan-rekan tutor dari seluruh Indonesia. “Saya juga sangat senang
mendapat kesempatan pertama kali mengikuti acara
kenegaraan di gedung DPR dan Istana Negara,” ungkapnya.
Tema yang diusung Nugroho hingga ia memenangkan juara
2 Tutor Paket A Berprestasi adalah tentang penerapan model pembelajaran berbasis masalah pada
kegiatan tutorial kejar paket A binaan PKBM Abdi Pratama. Permasalahan yang terjadi dalam kegiatan tutorial
adalah rendahnya minat belajar dan partisipasi warga belajar dalam kegiatan
tutorial. Berdasar hasil wawancara dengan warga belajar yang jarang mengikuti
tutorial, mereka jarang mengikuti
tutorial karena menganggap sekolah menambah beban hidup dan tidak ada untungnya
bagi mereka. Masih banyak persoalan hidup yang harus segera
diselesaikan daripada membuang waktu
untuk sekolah. Lebih baik mereka bekerja dan melakukan peran
sosialnya. Bertolak dari kenyataan tersebut akhirnya Nugroho
mencoba untuk menerapkan pembelajaran
berbasis masalah pada kegiatan tutorial. Masalah yang diangkat dalam
pembelajaran adalah masalah riil yang dialami warga belajar, sehingga dengan
mengikuti kegiatan tutorial warga belajar bisa berdiskusi dengan temannya untuk
mengatasi masalah yang dihadapi.
Pembelajaran
Berbasis Masalah
Layanan pendidikan dasar melalui lembaga pendidikan formal SD dan
SMP tidak bisa melayani anak putus sekolah, pekerja anak, dan orang dewasa.
Sistem pendidikan formal yang ketat dan terstruktur dengan aturan yang ketat
tidak memungkinkan mereka untuk mengakses layanan tersebut. Untuk memberikan
layanan pendidikan pada kelompok masyarakat tersebut pemerintah
menyelenggarakan program pendidikan kesetaraan merupakan layanan pendidikan
bagi mereka yang tidak dapat mengikuti layanan pendidikan melalui lembaga pendidikan
formal semisal SD dan SMP. Peserta didiknya bisa berada di luar usia sekolah
seperti orang yang sudah putus sekolah bertahun-tahun, sudah bekerja, dan sudah
berkeluarga. Namun semakin luasnya kesempatan memperoleh pendidikan tersebut
ternyata masih belum mampu menarik minat warga untuk mengikuti pembelajaran
secara rutin. Kebutuhan akan pendidikan belum dianggap sebagai hal yang
mendesak sehingga minat mengikuti pembelajaran secara rutin dianggap sebagai
beban. Orientasi mereka dalam mengikuti kejar paket adalah untuk mendapatkan
ijasah, bukan untuk meningkatkan kompetensinya. Akibatnya, meski sudah
mengikuti program kejar paket A kehadiran mereka dalam kegiatan pembelajaran
masih rendah. Menurut Nugroho, pada tahun 2008, dari 20 warga belajar yang terdaftar
hanya 4 warga belajar yang aktif mengikuti tutorial. Selebihnya hanya datang
pada saat ujian saja.
Hal ini terjadi karena
pelaksanaan pembelajaran kejar paket A yang mengadopsi sistem pembelajaran di
SD dengan memposisikan warga belajar sebagai siswa dan tutor sebagai guru.
Materi pelajaran yang ada dalam modul jauh dari kehidupan sehari-hari mereka,
sehingga dianggap tidak ada untungnya mengikuti tutorial dengan rutin.
Pembelajarannya belum berorientasi pada pengenalan realitas diri manusia dan
diri sendiri. Oleh karena itu, pendidikan harus melibatkan tiga unsur sekaligus
dalam hubungan dialektika yang ajeg, yakni antara pengajar, peserta didik, dan
realitas dunia.
Untuk itu diperlukan pendekatan yang sifatnya mengarah ke hal-hal
yang lebih praktis dan mendesak di masyarakat dengan memperhatikan pengalaman,
penalaran, dan perasaan warga belajar. Dengan memperhatikan karakteristik warga
belajar paket A binaan PKBM Abdi Pratama yang didominasi orang dewasa, maka
Nugroho menerapkan metode pembelajaran berbasis masalah. Dengan metode
pembelajaran ini diharapkan partisipasi warga pembelajaran dalam kegiatan
tutorial bisa meningkat. Karena dengan model ini masalah yang diangkat adalah
masalah real yang dialami warga belajar dan terjadi di sekitar mereka sehingga
kegiatan tutorial yang awalnya membosankan dan jauh dari realitas mereka
menjadi lebih menyenangkan dan bermanfaat bagi kehidupan mereka.
Komposisi warga belajar kejar paket A binaan PKBM Abdi Pratama
adalah anak putus sekolah, pekerja, ibu rumah tangga, dan perangkat desa.
Dengan prosentase berdasar kelompok usia 20% usia dibawah 15, 30% usia dibawah
25, dan 50 % usia diatas 25. Dengan memperhatikan komposisi warga belajar yang
mayoritas orang dewasa maka Nugroho menerapkan pendekatan progresif dalam
pemebelajaran, karena pendekatan ini mengarah ke hal-hal yang lebih praktis dan
mendesak di masyarakat (Moedzakir, 2010:99). Dengan strategi pembelajaran
partisipatif yang melibatkan warga belajar dalam kegiatan perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran. Metode pembelajaran yang dipilih adalah
pembelajaran berbasis masalah.
Pembelajaran dilakukan dengan mengangkat persoalan yang dihadapi
warga belajar dari pengalamannya sehari-hari. Dalam tutor memberi kesempatan
pada warga belajar untuk bercerita peristiwa menarik apa yang dialami warga
belajar hari itu dan masalah yang dihadapi warga belajar dengan peristiwa
tersebut. Setelah itu tutor menanyakan kepada warga belajar lain tindakan apa
yang akan dilakukan warga belajar tersebut apabila menghadapi masalah yang
sama. Setelah warga belajar selesai menyampaikan pendapat tutor memberi
penguatan dan memberikan solusi penyelesaian masalah dan mengakitkannya dengan
mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, PKn, IPA dan IPS. Dalam kegiatan
pembelajaran kejar paket A tidak mengikti jadwal pelajaran seperti di SD,
tetapi kegiatan pembelajaran bersifat tematik tergantung dengan masalah yang
menjadi tema diskusi pada saat kegiatan tutorial berlangsung.
Berkat
pemikiran dan presentasinya, Nugroho berhasil meraih gelar juara 2 Tutor Paket
A Berprestasi Nasional 2014. Ia berhak membawa pulang uang tunai sebesar 25 juta dan berbagai
hadiah menarik lainnya. Perjuangannya benar-benar
tidak
sia-sia. Menurut rencananya, sebagian hadiah yang didapat tersebut ia sisihkan untuk masyarakat yang
kurang beruntung. “Sebagian lagi digunakan untuk pengembangan lembaga,
dan sisanya
digunakan untuk pengembangan diri,” katanya
dengan penuh rasa bangga. ***
No comments:
Post a Comment