Patto Prawansyah,
S.ST.Pi
Juara
I Guru Berdedikasi Tingkat Nasional 2013
Sejak kecil, Juara I
Guru Berdedikasi Nasional ini akrab dengan lautan. “Rumah saya di Sulawesi
Tenggara terletak di pinggir pantai, dan bapak saya adalah nelayan.Sejak kecil
saya sudah di laut bersama bapak untuk menangkap ikan,” katanya. Kendati
demikian, anak kesepuluh dari sebelas bersaudara ini kemudian memutuskan untuk
terjun ke dunia pendidikan, merantau jauh ke Pulau Jawa, menjadi guru di SMKN 1
Karimunjawa.
Sejak duduk di Bangku SD hingga SMA, Patto Prawansyah, S.ST.Pi.
menghabiskan waktunya di Sulawesi Tenggara. Terlahir dari seorang ayah yang hanya
menjadi nelayan dan seorang ibu yang hanya menjadi ibu rumah tangga dan masih
memiliki 10 saudara kandung membuat Patto merasa kenyang mencecap hidup serba
kekurangan. Oleh karena itu, selain bersekolah, ia pun kerap membantu ayahnya
turun ke laut untuk mencari ikan dan membudidayakan rumput laut, karena di
pantai sekitar tempat tinggalnya terdapat cukup banyak rumput laut.
Setelah menamatkan pendidikan SMA, Patto memutuskan untuk melanjutkan
sekolah di Sekolah Tinggi Perikanan di Jakarta, setara D-4. Ia menempuh
kompetensi nakhoda kapal perikanan dengan jurusan teknologi penangkapan ikan.
Lulus kuliah pada akhir tahun 2001, Patto diminta bekerja di kapal
perikanan sebagai nahkoda kapal, namun hanya berlangsung selama satu tahun.
Kemudian pada tahun 2003 ia bekerja di CV Martha Seaweed, sebuah perusahaan di
Sulawesi yang bergerak dibidang rumput laut, sebagai manajer produksi.
Namun pada tahun 2004 Patto mendapat tawaran sebagai guru
khusus budidaya rumput laut. Tanpa pikir panjang, ia pun menerimanya. Seletahmengikuti
seleksi penerimaan guru kontrak, maka ia pun diterima sebagai guru kontrak
selama 3 tahun di SMKN 1 Karimunjawa. Namun Patto baru diangkat sebagai CPNS
pada tahun 2008.
Rumah bagi Para Nelayan
Kepulauan
Karimunjawa terletak di laut jawa, bagian utara kabupaten jepara provinsi jawa
tengah, terletak pada koordinat 5°40΄39” - 5°55’00” LS dan 110°05΄57” -
110°31΄15” BT. Kepulauan eksotik ini berjarak 48 mil laut / 90 km dari Jepara
dan sekitar 60 mil laut / 110 km dari
Semarang. Sarana transportasi untuk pergi ke Karimunjawa bisa ditempuh dengan jarak tempuh 6 jam melalui kapal fery
KMP Muria atau kapal cepat ekspres bahari dengan jarak tempuh 2 jam melalui
pelabuhan jepara, serta menggunakan KMC Kartini 1 dari pelabuhan tanjung emas semarang
dengan jarak tempuh 3,5 jam.
Kepulauan
Karimunjawa adalah sebuah kecamatan yang terdiri dari 4 desa, dan termasuk
dalam wilayah kabupaten Jepara, propinsi Jawa Tengah. Karimunjawa termasuk
dalam kawasan taman nasional, yaitu Taman Nasional Karimunjawa, terdiri dari 27 pulau, 5 diantaranya
merupakan pulau berpenduduk dan sisanya pulau kosong ataupun sebagai tempat
resort/wisata. Masyarakat Karimunjawa didominasi oleh suku jawa, bugis, madura
dan buton. Sebagian besar bekerja sebagai nelayan. Karimunjawa saat ini juga
telah dikenal sebagai salah satu tempat wisata laut favorit, baik bagi
wisatawan nusantara ataupun mancanegara, sehingga banyak tumbuh tempat
penginapan, baik skala homestay, hotel ataupun resort.
Masyarakat
karimunjawa menjadikan tiga pulau besar di karimunjawa sebagai tempat tinggal.
Pulau Karimunjawa dan Kemujan menjadi pulau yang paling banyak dihuni oleh
masyarakat. Hal ini dipengaruhi oleh karena di Pulau Karimunjawa dan Kemujan memiliki
luas daratan yang paling luas dibandingkan dengan pulau Parang yang
memungkinkan masyarakat untuk menghuni pulau tersebut. Desa Karimunjawa adalah
pusat pemerintahan dan pusat perekonomian Pulau Karimunjawa. Kondisi ini yang
mendukung Desa Karimunjawa menjadi desa yang paling banyak dihuni oleh penduduk
Karimunjawa.
Mata
pencaharian masyarakat Karimunjawa sangat beragam. Mayoritas masyarakat
Karimunjawa bekerja sebagai nelayan dan pembudidaya ikan. Seperti halnya
watak masyarakat nelayan pada umumnya, mereka pun memiliki watak yang keras. Setiap
anak-anak di Karimunjawa sudah terbiasa ikut menangkap ikan dengan orang tuanya.
Pekerjaan
yang menduduki posisi kedua sebagai sumber mata pencaharian masyarakat
Karimunjawa adalah petani. Profesi sebagai pegawai negeri dan buruh tani
menduduki posisi ketiga dan keempat sebagai sumber mata pencaharian masyarakat
Karimunjawa. Wilayah Karimunjawa yang terdiri dari perairan dan daratan
dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sumber mata pencaharian. Wilayah perairan
dimanfaatkan untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan. Wilayah daratan
Karimunjawa dimanfaatkan menjadi lahan pertanian. Jumlah pegawai negeri yang
tinggi di Karimunjawa disebabkan karena Karimunjawa merupakan pusat
pemerintahan dan perekonomian.
Di desa
Karimunjawa terdapat kantor kecamatan sekaligus kantor desa. Penduduk
Karimunjawa sangat beragam, terdiri dari berbagai etnis (suku). Karimunjawa
tidak memiliki suku asli. Suku-suku di Karimunjawa berasal dari berbagai suku
yang datang ke pulau Karimunjawa untuk menangkap ikan yang kemudian menetap di
Karimunjawa. Keberagaman suku ini tercermin dari masih banyaknya rumah rumah
penduduk yang masih tradisional sesuai dengan tempat asal. Di dalamnya terdapat
penduduk dari suku Jawa, Bugis, Makassar, dan Madura. Masyarakat Jawa banyak
tinggal di Dukuh Karimunjawa, Dukuh Legon Lele, Dukuh Nyamplungan dan Dukuh
Mrican.
Pendidikan di
Karimunjawa sudah menjangkau sampai tingkat SMK.
Selain memiliki sekitar 13 SD (enam di Karimun, empat di Kemujan, dan masing-masing satu di pulau Parang, pulau Nyamuk dan pulau Genting), Karimunjawa juga memiliki dua SMP Negeri, satu Madrasah Tsanawiyah
(MTs), dan SMK
Negeri 1 Karimunjawa, serta satu Madrasah Aliyah di Kemujan. Tingkat
pendidikan di Karimunjawa dapat dikatakan masih rendah. Penduduk Karimunjawa
sebagian besar merupakan lulusan SD/sederajat. Tingkat pendidikan di
Karimunjawa yang rendah disebabkan oleh karena masih minimnya fasilitas
pendidikan di Karimunjawa. Di Desa Karimunjawa belum terdapat perguruan tinggi.
Lulusan SMK di Karimunjawa yang ingin melanjutkan pendidikannya ke perguruan
tinggi harus pergi ke Jepara atau Semarang. Mahalnya biaya pendidikan menjadi
kendala untuk masyarakat dapat melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi.
Karena
mayoritas masyarakat Karimunjawa bekerja sebagai nelayan, maka mereka merasa tidak membutuhkan pendidikan yang
tinggi dalam melakukan pekerjaannya. Setiap anak anak di Karimunjawa sudah
terbiasa ikut menangkap ikan dengan orang tuanya sehingga tidak dibutuhkan
sekolah lebih tinggi untuk menjadi nelayan.
Melimpahnya Rumput Laut
Secara geografis, Karimunjawa merupakan wilayah kepulauan
dengan potensi sumberdaya hayati yang melimpah. Menurut sumber data, luas
perairan yang potensial untuk pengembangan budidaya perikanan
terletak di empat
pulau,
yaitu Karimunjawa, Kemujan, Parang, dan Nyamuk, yang mencapai 7.100 Ha. Perairan
di sekitar
pulau pulau tersebut layak untuk pengembangan budidaya rumput laut.
Rumput laut merupakan komoditas perikanan budidaya yang
bernilai ekonomis tinggi dengan peluang pasar yang luas baik nasional maupun
orientasi eksport dan dapat dibudidayakan. Jika dibandingkan dengan potensi
lahan budidaya yang ada, lahan budidaya yang termanfaatkan untuk budidaya
rumput laut masih terbilang kecil, yaitu kurang dari 25%. Kondisi
ini tentu menjadi
peluang sekaligus tantangan ke depan dalam meningkatkan tingkat pemanfaatan lahan dan
peningkatan kapasitas produksi.
Produksi rumput laut makin menurun disebabkan karena
pemanfaatan lahan untuk budidaya belum optimal dan pemanfaatan sumber daya
pesisir yang tidak ramah lingkungan akan menyebabkan menurunnya kondisi
ekologis perairan seperti suhu, salinitas, oksigen terlarut dan lain-lain,
diantaranya dapat menimbulkan penyakit ice-ice yang menghambat
pertumbuhan rumput laut serta akan berpengaruh terhadap mutu akhir dari rumput
laut. Selain itu juga teknik budidaya secara tradisional dengan tidak
mempertimbangkan daya dukung lingkungan sehingga produksi rumput laut tidak
menentu. Saat ini hasil produksi rumput laut masih dipasarkan lokal dalam
bentuk rumput laut kering asin sehingga posisi tawar rumput laut masih rendah.
Oleh karena itu potensi budidaya rumput
laut perlu dioptimalkan
kebermanfaatannya agar memiliki nilai jual yang tinggi.
Pemanfaatan rumput laut sangat terbatas hanya pada
jenis-jenis yang telah umum dikenal saja yaitu jenis rumput laut Carrageenophytes, yaitu jenis rumput
laut penghasil karaginan seperti eucheuma
cottonii atau kappaphycus
alvarezii dan eucheuma spinosum serta gracillaria
sp. Rumput laut merupakan bahan baku dari berbagai jenis produk
olahan bernilai ekonomi tinggi, rumput laut selain digunakan sebagai pewarna
makanan dan tekstil, juga dapat digunakan sebagai produk pangan maupun
non pangan, seperti : agar-agar, karaginan dan alginate. Selain digunakan
untuk bahan makanan dan obat, ekstrak rumput laut seperti agar,
karaginan, dan alginat juga banyak diperlukan dalam berbagai industri.
Rumput laut dimanfaatkan sebagai bahan penstabil, pengemulsi, pembentuk
gel, pengental, pensuspensi, pembentuk busa, pembentuk film. caraginan
banyak dimanfaatkan oleh industri farmasi, kosmetik, makanan dan minuman,
petfood, serta keramik, sehingga produk rumput laut berpotensi besar
dalam perkembangan produksi di Karimunjawa. Karena begitu bernilainya
rumput laut, maka SMK Karimunjawa pun mencoba untuk lebih mengembangkan
budidaya rumput laut ke arah industri dengan menjadikannya sebagai salah satu
program studi.
Babat Alas
Saat
pertama kali Patto datang di Karimunjawa pada tahun 2004, SMK Karimunjawa
masih menginduk di SMP 1 Karimunjawa.
Jumlah siswa pertama sebanyak 25 siswa dengan jurusan budidaya rumput laut.
Awalnya, anak anak usia sekolah enggan untuk bersekolah atau melanjutkan
sekolah ke yang lebih tinggi. Lulus SMP rata rata untuk yang putri arahnya langsung
menikah di usia muda sedangkan yang putra kegiatannya adalah melaut atau jadi
nelayan. “Kondisi awal inilah yang menyulitkan kami, para tenaga pengajar di
SMK Karimunjawa, karena kekurangan murid. Sekolah belum menjadi suatu kebutuhan
bagi anak anak seusia sekolah,” kisah Patto.
Awalnya, SMKN 1 Karimunjawa awalnya adalah kelas jauh dari
SMKN 1 Jepara, hingga turun SK Bupati tahun 2003, dimana SMKN 1 Karimunjawa
menjadi sekolah mandiri. Namun saat itu SMKN 1 Karimunjawa bahkan belum memiliki
gedung, sehingga ikut menumpang dengan gedung SMPN 1 Karimunjawa. Tenaga
pengajarnya pun masih berasal dari guru SMP tersebut. Patto termasuk salah satu
guru yang mengawali perjuangan berdirinya SMKN 1 Karimunjawa, serta menghadapi
begitu banyak tantangan dan kesulitan. Saat pertama kali datang ke Karimunjawa,
ia bahkan rela tinggal di gedung sekolah yang ia sekat-sekat bersama kedua
rekan guru lainnya.
Langkah awal yang dilakukan Patto dan rekan gurunya adalah
menjelajah ke empat pulau besar yang ada di Karimunjawa untuk mendata anak-anak
lulusan SMP yang belum melanjutkan sekolah.Guru yang diangkat menjadi PNS pada
tahun 2008 ini bahkan tak segan mendatangi rumah masing-masing dengan maksud menjelaskan
bahwa di Karimunjawa telah ada SMK, kemudian memberi motivasi untuk tetap
melanjutkan sekolah. Saat itu terkumpul 22 orang siswa usia sekolah yang tidak
melanjutkan. Kemudian ia bersama kepala dusun mengumpulkan warga yang punya
anak usia sekolah. Dari 22 orang itu, yang ikut sekolah hanyadua orang. Menurut
Patto, masalah yang kerap terjadi, kadang anaknya setuju sekolah, tapi ayahnya
tidak setuju, atau sebaliknya. “Mereka belum tertarik dengan sekolah, karena
bagi mereka lebih mudah mendapatkan uang. Sekali turun ke laut, mereka
mendapatkan uang minimal 50-100 ribu per hari. Sayangnya, sebagaimana tabiat
orang pesisir, sekali dapat uang, saat itu juga habis. Biasanya larinya ke
minuman, rokok, dsb,” kata Patto.
Bahkan ia pun mengungkapkan, pernah ada anak perempuan yang
nekat diam-diam naik kapal ke Karimunjawauntuk bersekolah meski tak menggunakan
seragam sekolah dan tidak punya buku. Itu bertahan selama seminggu, kemudian
mereka langsung dijemput oleh orang tuanya, dilarang sekolah. Saya berusaha
untuk memberikan argumen, tapi orang tuanya tidak merespon. Mereka tetap ngotot
menjemput anaknya,” kisah Patto.
Awal merintis SMKN 1 Karimunjawa memang terasa berat. Berbagai
cara dilakukan untuk mendekati dan mengambil hati masyarakat supaya menyadari
arti penting pendidikan. Bahkan Patto pun pernah ikut bersama-sama siswanya
melaut untuk menangkap ikan pada malam hari. “Beberapa hari saya ikut. Mereka
kaget melihat saya yang ternyata juga bisa mengemudi kapal dan menangkap ikan.
Tidak menyangka ada seorang guru yang bisa berenang di laut, bisa bawa kapal, bisa
nangkap ikan, yang mungkin bagi kawan-kawan guru yang lain belum bisa. Dari
situlah kemudian saya mendekati mereka. Saya katakan pada mereka, jika ingin
sukses, jangan hanya puas dengan menjadi nelayan. Harus punya kemauan untuk
sekolah tinggi hingga S-1,” kata Patto. Maka seiring waktu, lambat laun
kesadaran masyarakat pada pendidikan pun mulai tumbuh dan meningkat. Pernikahan
usia muda pun tidak terjadi lagi.
Saat ini, SMKN 1 Karimunjawa adalah sekolah yang memiliki 3
program keahlian, yaitu Agribisnis Rumput Laut, Teknologi Pengolahan Hasil
Perikanan, dan Agribisnis Perikanan. Jenis rumput laut yang dibudidayakan dan dimanfaatkan di
wilayah kepulauan karimunjawa adalah jenis rumput laut eucheuma cottonii.
Jumlah
siswa di tahun ajaran 2013/2014 sebanyak 167 siswa, dengan staf pendidik dan
tenaga kependidikan sebanyak 22 orang PNS, 2 orang GTT dan 2 orang PTT. Semuanya
merupakan lulusan S1 ataupun D4. Semua PNS berasal dari luar Karimunjawa,
sedangkan 2 GTT dan PTT merupakan asli penduduk Karimunjawa. Sarana dan prasarana yang dimiliki SMKN 1
Karimunjawa adalah 6 ruang kelas, 1 ruang perpustakaan, 1 ruang laboratorium
komputer, 1 ruang lab biologi, 2 ruang pengolahan, 1 ruang praktik darat ARL
dan 1 ruang kantor. Selain itu, SMKN 1 Karimunjawa juga memiliki 2 kapal, 5 jukung/sampan,
4 set perlengkapan selam scuba, dan lahan praktik budidaya rumput laut
di laut yang berada tak jauh dari pelabuhan perikanan pantai Karimunjawa. Bila
menggunakan perahu dengan tenaga mesin, lokasi dapat dijangkau dalam waktu 5
menit.
Lokasi
lahan praktek terdiri dari dua petak lahan yang peruntukannya masing masing
untuk siswa jurusan kelas X dan kelas XI. Lahan praktek kelas X berukuran 25 m x 40 m sedangkan kelas
XI berukuran 30 m x 50 m. Metode budidaya yang digunakan adalah metode long
line. Metode ini cocok karena dasar perairannya yang berkarang dan pergerakan
airnya di dominasi oleh ombak. Keadaan perairan relatif jernih
dengan tingkat kecerahan tinggi dan tampak dengan alat secchidisk
hingga mencapai 5-7 meter.
Metode pendidikan yang diterapkan di SMKN 1 Karimunjawa adalah
semi militer. Bahkan menurut Patto, sejak tahun 2011 para siswa sudah
menggunakan pakaian seragam taruna. “Penekanannya sekarang pada disiplin,
supaya anak-anak lebih disiplin,” kata Patto.
Pengembangan Budidaya Rumput Laut
Komoditas
rumput laut sangat mudah dalam proses pembudidayaan. Persyaratan
untuk lokasi budidaya rumput laut ini tidak terlalu spesifik, karena
bisa diterapkan di setiap tipe dan kondisi pantai, baik
pada tipe pantai yang berdasar landai maupun yang curam. Tipe
pantai yang berbeda ini dapat disiasati dengan penerapan teknologi konstruksi
pada prasarana budidaya. Pada kondisi pantai yang curam dengan kedalaman laut lebih
dari 50 meter,
maka sistem
yang digunakan adalah Jangkar Kolektif. Sementara
untuk tipe pantai landai cukup dengan menggunakan sistem Patok Longline dan Rakit Apung maupun metode Lepas Dasar. Dengan demikian, komoditas unggulan ini bisa
lebih diperluas pengembangannya. Meski demikian, salinitas perairan laut harus
senantiasa dijaga agar selalu
dalam kondisi stabil supaya ideal untuk pertumbuhan rumput laut. Dengan
strategi perluasan areal budidaya rumput laut ini, diharapkan
kedepannya akan semakin banyak yang tertarik dalam usaha budidaya rumput
laut,
sehingga dapat mendongkrak tingkat perekonomian masyarakat yang
selama ini sangat rendah karena ketergantungan terhadap sektor
penangkapan ikan.
Adapun
jenis rumput laut yang memiliki nilai ekonomis penting untuk dikembangkan
adalah eucheuma spp yang mengandung
bahan utama polisakarida karagenan, dan gracilaria spp yang mengandung bahan utama berupa agar-agar. Kandungan
dalam rumput laut ini menyebabkan komoditas ini banyak dimanfaatkan untuk
pembuatan bahan makanan (es krim, sosis, bakso, manisan, bahkan bisa
dikonsumsi langsung sebagai lauk), sebagai bahan baku dalam industri
farmasi (pembuatan salep, kapsul, pasta gigi, sabun, lotion dll, bahan
baku pembuatan kosmetik (minyak rambut, lipstik, bedak dll) dan sebagai bahan
baku Industri (cat, textil ) dan lainnya.
Dalam
upaya mengoptimalkan potensi lokal yang menjadikan usaha budidaya rumput
laut sebagai usaha yang produktif, berdaya saing, ramah lingkungan dan
berkelanjutan, maka diperlukan beberapa strategi, yakni pengembangan
usaha budidaya rumput laut secara bertahap di daerah yang potensial,
penyediaan
bibit yang cukup dan berkualitas melalui pengembangan kebun bibit,
pengembangan
produk dalam bentuk olahan, serta kerjasama dengan pasar industri rumput
laut. Meski demikian, keberhasilan pengembangannya sangat ditentukan oleh
penguasaan teknologi yang berorientasi ekonomis dan
sistem pengelolaan yang diterapkan, serta keterpaduan pemanfaatan kawasan
pesisir dan laut dengan mempertimbangkan keberlanjutan manfaat sebagai
konsekuensi
kawasan pesisir dan laut yang bersifat common property.
Rumput
laut memiliki nilai ekonomi yang tinggi (high
value commodity), spektrum penggunaan sangat luas, daya serap tenaga kerja yang
tinggi, teknologi budidaya yang mudah, masa tanam yang pendek (hanya 45 hari), dan
biaya unit per produksi yang sangat murah. Tetapi pada kenyataannya
tingkat kehidupan masyarakat pembudidaya rumput laut masih dominan kurang
baik jika dibandingkan dengan tingkat nelayan penangkap ikan dan lain-lainnya.
Permasalahan
yang kerap dihadapi antara lain faktor harga rumput laut. Ketika
harga rumput laut tinggi maka usaha budidaya berkembang cepat dan begitu
sebaliknya. Permasalahan lainnya, posisi tawar pembudidaya kepada para
pedagang masih rendah, pengembangan budidaya rumput laut masih dilaksanakan
sendiri-sendiri, perubahan
budaya kerja, dimana nelayan yang terbiasa mempunyai pola kerja yang dapat langsung
mengambil hasil tanpa ada budidaya pemeliharaan sebelumnya, berubah
menjadi pembudidaya yang membutuhkan pemeliharaan dan investasi merupakan
kendala budaya. Namun dengan melihat kondisi nelayan yang berubah profesi
menjadi pembudidaya tingkat kehidupannya lebih baik, dapat membantu
proses adaptasi perubahan budaya tersebut. Di samping itu, masalah
gagal panen masih sering terjadi, misalnya karena budidaya
rumput laut terserang penyakit ice-ice, lumut, dan penyakit layu.
Teknik
yang harus dilakukan dalam budidaya rumput laut antara lain dengan
memperhatikan pemilihan lokasi. Penentuan
lokasi budidaya rumput laut didasarkan atas pertimbangan ekologis,
resiko, higienis, dan sosio-ekonomi. Pemilihan lokasi dilakukan dengan
pendekatan beberapa faktor secara menyeluruh dengan menggunakan skala penilaian
tertentu untuk menentukan layak atau tidaknya suatu lokasi budidaya.
Sedangkan
Lahan budidaya yang
cocok terutama sangat ditentukan oleh kondisi ekologis yang meliputi
kondisi lingkungan fisik, kimia dan biologi. Adapun persyaratan lahan
budidaya adalah antara lain faktor ekologis. Parameter ekologis yang perlu diperhatikan antara lain:
arus, kondisi dasar perairan, kedalaman, kadar garam, kecerahan,
ketersediaan bibit dan organisme pengganggu.
Juga
harus terdapat arus, karena gerakan air akan membawa unsur hara, menghilangkan kotoran
yang menempel pada thallus, membantu pengudaraan, dan mencegah adanya
fluktuasi suhu air yang besar. Indikator suatu lokasi yang memiliki arus
yang baik adalah adanya pertumbuhan karang lunak dan padang lamun yang
bersih dari kotoran dan cenderung miring ke satu arah. Arus merupakan gerakan
mengalir suatu masa air yang dapat disebabkan oleh tiupan angin,
perbedaan densitas air laut dan pasang surut yang bergelombang panjang
dari laut terbuka. Kecepatan arus yang baik adalah 20-40 cm/detik dengan suhu
berkisar 20-28oC dan pH berkisar 7,3-8,2.
Di
samping itu, dasar
perairan
harus sesuai, yakni berupa
pecahan-pecahan karang dan pasir kasar. Kondisi perairan tersebut juga
merupakan indikator kejernihan air yang relatif baik memiliki adanya
gerakan air yang baik. Dasar perairan yang didominasi oleh lumpur dapat
mengakibatkan kekeruhan yang tinggi. Dasar perairan yang hanya terdiri
dari pasir menunjukkan pergerakan air yang sedikit, dan lumpur
menunjukkan pergerakan air yang lebih rendah lagi. Perairan dengan dasar
karang ataupun karang mati.
Kedalaman
perairan pun sangat
tergantung dari metode budidaya yang akan dipilih. Metode lepas dasar
dilakukan pada kedalaman perairan tidak kurang dari 30-60 cm pada waktu
surut terendah, sedangkan metode rakit apung, rawai dan jalur pada
perairan dengan kedalaman sekitar 2-15 m.
Kadar
garam yang sesuai untuk pertumbuhannya adalah berkisar 28-35 ppt.
Penurunan salinitas akibat masuknya air tawar akan menyebabkan
pertumbuhan rumput laut menjadi tidak normal. Untuk memperoleh perairan
dengan kondisi salinitas tersebut harus dihindari lokasi yang berdekatan
dengan muara sungai.
Lokasi
budi daya rumput laut sebaiknya pada perairan yang jernih atau tingkat
kecerahan yang tinggi sekitar 2-5 m. Air keruh mengandung lumpur dapat
menghalangi cahaya matahari ke dalam air serta dapat menutupi permukaan
thallus yang dapat menyebabkan thallus membusuk sehingga mudah patah.
Untuk
bibit
rumput laut yang berkualitas, sebaiknya tersedia di sekitar lokasi yang dipilih,
baik yang bersumber dari alam maupun dari budidaya. Lokasi budidaya diusahakan
pada perairan yang tidak banyak terdapat organisme pengganggu misalnya
ikan baronang, bintang laut, bulu babi dan penyu serta tanaman penempel.
Faktor
lainnya yang perlu dipertimbangkan adalah faktor resiko. Faktor
resiko merupakan salah satu faktor non-teknis yang perlu mendapat
perhatian dalam pemilihan lokasi budidaya, yang meliputi keterlindungan
(untuk
menghindari kerusakan fisik sarana budidaya rumput laut maka diperlukan lokasi
yang terlindung dari pengaruh angin dan gelombang yang besar), keamanan lokasi,
(masalah
pencurian mungkin saja dapat terjadi pada lokasi tertentu, sehingga upaya
pengamanan baik secara perorangan maupun secara kelompok harus dilakukan.
Upaya pendekatan dan hubungan yang baik dengan masyarakat sekitar
lokasi perlu dilakukan), dan konflik kepentingan (pemilihan lokasi sebaiknya tidak menimbulkan konflik
dengan kepentingan lain. Beberapa kegiatan perikanan (penangkapan ikan,
pemasangan bubu, bagang, dll) dan kegiatan non perikanan (parawisata,
perhubungan laut, industri, taman laut, dll) dapat berpengaruh negatif
terhadap aktivitas usaha rumput laut.
Faktor
Higienis pun perlu dicermati. Lokasi budidaya sebaiknya terhindar dari cemaran yang
berasal dari limbah rumah tangga. Hal ini disebabkan karena rumput
laut umumnya dapat menyerap polutan (bahan pencemar) seperti logam berat,
sehingga jika terakumulasi dalam jaringan tanaman akan berdampak pada
konsumen. Sementara untuk faktor sosial ekonomi, yang perlu diperhatikan dalam
penentuan lokasi antara lain
keterjangkauan lokasi, tenaga kerja, sarana dan prasara, serta kondisi sosial
masyarakat.
Bibit
yang baik diambil dari lahan yang sudah dipetik langsung dan yang paling
dekat dengan lokasi dimana akan dikembangkan budidaya rumput laut. Hal ini
berhubungan dengan tingkat kesegaran dan kematian bibit bila dibandingkan
dengan mengambil bibit yang letaknya berjauhan dengan lokasi yang akan
dikembangkan budidaya. Sehingga apabila bibit diambil dari lokasi
terdekat maka tingkat keberhasilan budidaya lebih besar. Pada lokasi yang
masih memiliki potensi benih alam, budidaya rumput laut dapat menggunakan
benih yang berasal dari alam, tetapi pada lokasi yang sulit untuk
mendapatkan benih alam maka dapat menggunakan hasil budidaya.Thallus memiliki
cabang yang banyak, rimbun dan berujung agak runcing. Bibit seragam dan tidak
tercampur dengan jenis lain. Berat bibit awal diupayakan seragam sekitar 50-100
g per ikatan.
Sarana
transportasi yang di gunakan untuk mengangkat bibit dari air laut ada yang
menggunakan sampan, ban dan keranjang. Bibit harus terhindar dari air tawar, hujan, embun, minyak, dan
kotoran lainnya serta tidak terkena sinar matahari secara langsung. Bibit
diletakkan pada daerah yang jauh dari sumber panas seperti mesin
mobil/perahu, agar bibit yang di budidayakan tidak mati atau layu harus dengan
hati-hati agar bibit dapat sampai di lokasi dalam keadaan masih segar.
Bibit
rumput laut yang akan ditanam sebaiknya diikat dengan tali rafia agar
tidak terlepas. Penyimpanan sementara dapat dilakukan dengan memasukkan
bibit ke dalam jaring kemudian direndam dalam laut, sehingga lendir yang
keluar akan masuk ke laut dan tidak merusak thallus. Kepadatan awal
penanaman rumput laut berkisar 100-150 gram per ikatan dengan jarak tanam
tidak kurang dari 25 cm. Pengikatan bibit rumput laut dapat dilakukan di darat.
Namun
dewasa ini
telah banyak dikembangkan metode budidaya rumput laut yang dapat
memberikan hasil yang lebih baik. Metode tersebut merupakan modifikasi
dari metode yang telah ada dan disesuaikan dengan kondisi lokasi budidaya.
Meskipun demikian, setiap metode memiliki kelebihan dan kelemahan tersendiri.
Metode budidaya yang akan dilakukan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan
rumput laut itu sendiri. Berdasarkan posisi tanaman terhadap dasar, terdapat
4 (empat) metode budidaya meliputi metode sebar dasar, lepas dasar, rakit
apung dan bentangan tali panjang (long
line). Adapun metode yang telah direkomendasikan oleh Direktorat
Jenderal Perikanan Budidaya, meliputi : metode lepas dasar, metode rakit
apung dan metode long line.
Pemilihan metode budidaya sangat tergantung dari kondisi lokasi. Namun didalam
penerapan ketiga macam metode tersebut harus disesuaikan dengan kondisi
perairan dimana lokasi budidaya rumput laut akan diadakan.
Keberhasilan
usaha budidaya rumput laut harus didukung dengan usaha perawatan selama
masa pemeliharaan, bukan hanya terhadap tanaman itu sendiri tapi juga
fasilitas budidaya yang digunakan. Pemeliharaan rumput laut dari keempat metode
budi daya tersebut adalah relative sama. Kegiatan yang dilakukan dalam
pemeliharaan rumput laut tersebut adalah meliputi pembersihan lumpur,
kotoran yang menempel pada thallus rumput laut, penyisipan tanaman yang
rusak atau lepas dari ikatan, penggantian tali, patok, bambu serta
pelampung yang rusak, penjagaan tanaman
dari serangan predator dan pemantauan pertumbuhan rumput laut secara
berkala.
Memelihara
rumput laut berarti mengawasi terus menerus konstruksi budidaya dan
tanamannya. Pemeliharaan dilakukan pada saat ombak besar maupun saat laut
tenang. Kerusakan patok, jangkar, tali ris, dan tali ris utama yang
disebabkan oleh ombak yang besar, atau daya tahannya menurun harus segera
diperbaiki. Bila ditunda akan berakibat makin banyak yang hilang sehingga
kerugian lebih besar tidak bisa dihindari.
Kotoran
atau debu air sering melekat pada tanaman, yaitu saat musim laut tenang.
Pada saat seperti ini tanaman harus sering digoyang-goyangkan di dalam
air agar tanaman selalu bersih dari kotoran/debu yang melekat. Kotoran yang
melekat dapat menggangu proses metabolisme sehingga laju pertumbuhan
menurun. Hal-hal yang harus dilakukan dalam pemeliharaan adalah memersihkan
tanaman dari tumbuhan dan lumpur yang mengganggu, sehingga tidak
menghalangi tanaman dari sinar matahari dan mendapatkan makanan.Jika ada sampah
yang menempel, angkat tali perlahan, agar sampah-sampah yang menyangkut
bisa larut kembali. Jika ada tali bentangan yang lepas ikatannya, sudah
lapuk atau putus, segera diperbaiki dengan cara mengencangkan ikatan atau
mengganti dengan tali baru.
Kegagalan
budidaya rumput laut sering disebabkan adanya hama yang dapat merusak
tanaman, bahkan menyebabkan kematian. Selain itu, masalah keamanan juga
harus diperhatikan. Hama tanaman budidaya rumput laut umumnya merupakan
organisme laut yang memakan tanaman. Secara alami, organisme tersebut
hidup dengan rumput laut sebagai makanan utamanya atau sebagian masa
hidupnya memakan rumput laut. Hama rumput laut yang biasa dijumpai adalah
ikan baronang, bintang laut, bulu babi dan penyu hijau. Serangan
ikan baronang umumnya bersifat musiman sehingga setiap daerah memiliki
waktu serangan yang berbeda. Upaya yang dilakukan untuk menanggulangi hama
tersebut adalah dengan cara memperbaiki/memodifikasi teknik budidaya,
sehingga tanaman budi daya berada pada posisi permukaan air. Selain itu,
diterapkan pola tanam yang serentak pada lokasi yang luas serta melindungi
areal budidaya dengan memasang pagar dari jaring.
Sedangkan
penyakit yang sering menyerang rumput laut adalah penyakit ice-ice. Gejala yang
diperlihatkan pada rumput laut yang terserang penyakit tersebut adalah antara
lain pertumbuhan yang lambat, terjadinya perubahan warna thallus menjadi pucat
atau warna tidak cerah, dan sebagian atau seluruh thallus pada beberapa cabang
menjadi putih dan membusuk. Penyakit tersebut terutama disebabkan oleh
perubahan lingkungan seperti arus, suhu dan kecerahan.
Panen dan
penanganan hasil panen yang tidak sempurna akan menurunkan kualitas produksi
rumput laut. Untuk itu panen dan pascapanen harus dilakukan dengan baik untuk
memenuhi syarat standar mutu ekspor komoditas rumput laut. Panen sebaiknya
dilakukan setelah rumput laut berumur lebih dari 45 hari pemeliharaan pada
cuaca yang cerah agar kualitasnya terjamin.
Salah
satu faktor penentu keberhasilan budidaya rumput laut adalah penanganan
pasca panen yang tepat. Karena kualitas rumput laut kering yang akan
dihasilkan tergantung dari cara penanganan pasca panen. Salah satu cara
penanganan pasca panen yang dilakukan di karimunjawa adalah penjemuran di
bawah teriknya matahari dengan beralaskan kain plastik untuk mencapai hasil
yang maksimal atau di atas para-para. Keuntungannya
adalah penyusutan pengeringannya lebih kecil serta kualitasnya lebih
baik yang berpengaruh langsung terhadap harga rumput laut di pasaran. Dalam
kondisi normal pengeringan akan berlangsung selama 2 -3 hari dengan kadar air
30-35 %. Pasir dan garam akan dipisahkan melalui pengayakan, yaitu setelah
selesai proses pengeringan. Ciri atau warna rumput laut yang sudah kering
adalah ungu keputihan dilapisi kristal garam. Mutu hasil panen sangat
ditentukan oleh cara penanganan pascapanen termasuk penjemuran. Perlakuan
penjemuran dilakukan dengan tiga metode tergantung dari permintaan pasar.
Ketiga metode tersebut adalah (a) penjemuran setengah layu, (b)
penjemuran sedang atau kering , dan (c) penjemuran kering sekali. Metode
– metode tersebut sangat bervariasi di minati para pengepul atau sodagar yang
membelinya. Harga yang di berikan juga beragam sesuai permintaan pasar.
Menjadi Daerah yang
Berkembang
Seiring dengan meningkatnya kunjungan wisata di Karimunjawa,
lulusan SMKN 1 Karimunjawa yang awalnya menganggur menjadi bekerja. Bidang
kerja yang dilakukan adalah pendampingan diving. Rata rata siswa Karimunjawa
bisa berenang dan selam, karena di sekolah ada ekstra kurikuler selam. Selain
pendampingan selam, kegiatan yang lain adalah budidaya rumput laut dan nelayan
pancing.
Sebagai guru yang telah mengajar di SMKN 1 Karimunjawa selama
lebih dari sepuluh tahun, Patto telah memiliki banyak pengalaman, terutama di
bidang organisasi. Antara lain sebagai ketua musyawarah guru pertanian dan
kelautan Kabupaten Jepara sejak tahun 2011 hingga sekarang. “Banyak hal yang
kami lakukan terkait dengan kegiatan musyawah guru pertanian dan kelautan, di antaranya
penyusunan program kerja jangka pendek dan jangka menengah, penyusunan RPP dan
modul, workshop penelitian tindakan kelas dan rapat rapat koordinasi,”
jelasnya. Selain sebagai ketua musyawarah guru pertanian dan kelautan, Patto
juga menjabat sebagai ketua bursa kerja khusus sejak tahun 2011, yang menangani
urusan informasi kerja, penelusuran tamatan, dan bimbingan sebelum tes tertulis
atau wawancara di perusahaan. Sejak tahun 2010 hingga sekarang pun ia juga
menjabat sebagai sekretaris PGRI.
Perjuangan ayah dua anak ini telah memetik kesuksesan.
Seiring dengan perkembangan SMKN 1 Karimunjawa yang semakin pesat, Patto pun
berhasil menjadi juara I Guru Berdedikasi Tingkat Nasional, dan mendapat
penghargaan tinggi dari pemerintah. ***
Ditulis tahun : 2013
Minta info petani /pengepul rumput laut kotoni, utk produksi pabrik
ReplyDeleteInfo ke nomer :085335452279
Makasih