Profil Juara : Berjuang di Daerah Terpencil

Yurnida, M.Pd.
Juara II Guru Berdedikasi Tingkat Nasional 2013

Pengabdiannya sungguh luar biasa. Antara lain, ia pernah tak digaji selama setahun mengajar di daerah yang sulit dijangkau. Kendati demikian, semangatnya terus membara, meski ia terpaksa mengajar banyak mata pelajaran pada anak didiknya karena tak ada guru lain yang sanggup mengajar. Di samping itu, ia pun tidak digaji.


Semasa kuliah di Universitas Islam Riau, Yurnida, M.Pd sudah mengabdikan diri pada dunia pendidikan dengan menjadi guru honorer di SDN 027 Kualu, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, Provinsi  Riau. Saat itu, kondisi sekolah dasar ini masih cukup memprihatinkan karena proses belajar mengajar dilaksanakan di ruang los pasar. Murid-murid hanya menggunakan meja dan kursi seadanya, sangat tak layak untuk proses belajar mengajar seperti pada umumnya. Bahkan seringkali suasana sekitar cukup bising, terlebih di hari pasar, sehingga amat mengganggu konsentrasi belajar.

Namun kemudian pada tahun 2003, wanita kelahiran Kualu, 2 Maret 1979 ini diminta bantuannya untuk juga mengajar di kelas jauh, yakni di SMAN 2 Tarai Bangun. Sekolah ini termasuk sebuah sekolah baru di Tarai Bangun. Lokasinya jauh dari pemukiman masyarakat. Keadaannya pun cukup memprihatinkan. Proses pembelajaran dilaksanakan di sebuah bangunan kosong dengan sarana dan prasarana yang sangat tidak memadai. Hanya tersedia tiga ruangan belajar yang tidak memiliki jendela, pintu, ataupun plafon. Lantai ruangannya pun masih dari tanah.

Satu tahun pertama mengajar di SMAN 2 Tarai Bangun, Yurnida tidak mendapat gaji ataupun tunjangan dalam bentuk apapun. Selain itu, ia pun terpaksa harus mengajar mata pelajaran Biologi, Fisika, Kimia dan Matematika, karena tidak ada guru lain yang mau mengajar tanpa digaji. Kendati demikian, Yurnida tetap bersemangat mengabdikan diri mencerdaskan siswa-siswanya. “Awalnya saya sangat kesulitan, karena mata pelajaran  yang diajar tidak sesuai dengan kualifikasi akademik saya. Maka dari itu, biasanya sebelum mengajar mata pelajaran matematika, seringkali saya belajar pada kepala SDN 027 Kualu karena kebetulan latar belakang akademik beliau dari matematika. Setelah betul-betul paham dengan materi, baru keesokan harinya saya ajarkan  kepada siswa,” kata Yurnida.

Meski mengajar di dua tempat,yakni di SDN 027 Kualu dan kelas jauh SMAN 2 Tarai Bangun, saat itu Yurnida masih pun sedang melaksanakan PPL di SMAN 2 Siak Hulu karena statusnya masih seorang mahasiswa. Namun kesibukannya yang luar biasa tersebut tak membuatnya kehabisan energi, malah ia semakin bersemangat. Tahun 2004 ia berhasil menyelesaikan program S-1nya.

Menjadi Guru Bantu
Tahun 2005, Yurnida diangkat menjadi guru bantu yang mengajar di SMPN 3 Kedaburapat, Kecamatan Rangsang Barat, Kabupaten Bengkalis, Riau. Pada waktu itu, untuk mencapai daerah ini, ia harus menumpang kapal kayu yang kadang-kadang baru berangkat setelah ditunggu selama dua jam. Begitu sampai di dermaga, Yurnida pun masih harus menumpang ojek dan melalui jalanan yang kondisinya rusak parah. Apalagi jika hujan, maka jalanan tersebut pun tak bisa dilewati karena tanah liat akan mudah lengket pada roda kendaraan, sehingga roda motor tidak akan bisa berputar.

Desa Kedaburapat dikategorikan sebagai  daerah terpencil karena letak geografisnya yang jauh dan sulit untuk ditempuh. Jarak tempuh dari Kecamatan adalah 25 km dan dari Kabupaten 40 km. Masyarakat yang tinggal di daerah ini mayoritas beragama islam dan terdiri dari suku Melayu, Bugis, Banjar, dan Jawa. Keadaan ekonomi masyarakat mayoritas berpandapatan rendah dan minoritas berpendapatan sedang. Pekerjaan masyarakatnya antara lain nelayan, bertani, dan sebagian kecil PNS. Daerah ini hanya bisa dijangkau dengan menggunakan kapal laut dan sepeda motor. Sarana Penerangan (PLN) belum ada, jaringan telekomunikasi belum memadai karena signal  terkadang ada atau di luar jangkauan. Masyarakat di desa ini hanya sebagian kecil saja yang peduli dengan pendidikan, sedangkan sebagian besar belum. Hal ini disebabkan pendapatan masyarakat yang rendah, sehingga anak-anak usia sekolah banyak yang bekerja membantu ekonomi orang tua.

Tahun 2006, Akhirnya Yurnida diangkat menjadi PNS dan ditugaskan di SMPN 2 Titi Akar,Kecamatan Rupat Utara, Kabupaten Bengkalis. Demi mengabdi pada tugas, maka Yurnida pun tak gentar meninggalkan anaknya yang saat itu masih berusia satu bulan bersama ibunya di Pekanbaru karena belum bisa ia bawa melaui medan berat yang harus ditempuh menuju tempat tugas. Sedangkan suaminya waktu itu bertugas sebagai guru di SMPN 2 Rangsang Barat Kecamatan Rangsang Barat. Titi Akar merupakan daerah terpencil yang mayoritas masyarakatnya adalah suku Akit, yakni suku asli yang beragama Budha dan Kristen, serta suku minoritas melayu yang beragama Islam. Perjalanan yang ditempuh dari Kabupaten Bengkalis atau Dumai menuju SMPN 2 Titi Akar harus mengggunakan kapal yang berangkat satu kali sehari. Apabila ketinggalan kapal, maka harus menunggu keesokan hari dan bila musim angin kencang maka kapal tidak berangkat dalam waktu seminggu.

 Sejak menjadi guru bantu di SMPN 2 Titi Akar, sebenarnya Yurnida mendapat fasilitas perumahan guru, tetapi letaknya sangat jauh dari pemukiman masyarakat. Selain itu juga tidak aman untuk ditempati karena Yurnida adalah perempuan yang tinggal seorang diri. Akhirnya ia memilih tinggal di bangunan bekas posyandu yang sudah tak dipakai lagi. “Sebenarnya bangunan ini tidak layak untuk ditempati, karena rumah ini sering terendam air pasang. Lantai rumah sudah lapuk bahkan sebagian sudah hancur. Saya berusaha memperbaiki lantai dengan menutupnya dengan kotak bekas, setelah itu baru dilapisi dengan tikar plastik. Tapi saat air pasang naik, rumah akan terendam. Apabila air pasang datang siang, saya masih sempat memindahkan peralatan ke tempat yang lebih tinggi. Tapi jika air pasang datang ditengah malam atau di seperempat malam saat saya sedang tidur, seringkali peralatan rumah dan saya terendam air asin,” kisah Yurnida pilu.

Namun hal yang paling membuatnya sedih adalah ketika anaknya  yang di Pekanbaru sempat sakit. Saya tidak bisa melihatnya, hanya dapat mendengar tangisannya melalui handphone karena ternyata tidak ada kapal yang berangkat lantaran cuaca sedang buruk. Saya hanya bisa menangis di pelabuhan dan pasrah dengan keadaan,” kenang ibu satu anak ini.

Kendati demikian, Yurnida berusaha untuk tetap semangat menunaikan tugasnya memajukan Titi Akar melalui pendidikan, meski diterpa berbagai kesulitan dan kondisi yang tidak menyenangkan. “Saya berusaha untuk datang ke sekolah tepat waktu dan memotivasi siswa agar datang ke sekolah setiap hari dan mengingatkan betapa pentingnya ilmu bagi kehidupan siswa kelak, karena tiap hari banyak siswa yang tidak hadir di sekolah disebabkan belum adanya kesadaran siswa dan orang tua terhadap pentingnya pendidikan,” katanya.

Selain mengajar, Yurnida pun aktif di berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan di Titi Akar. Ia pun pernah didaulat menjadi ketua PKK podja 4 yang bergerak di bidang kesehatan masyarakat. Untuk menambah wawasan masyakat tentang kesehatan ibu dan anak, ia pun menyelenggarakan kerja sama dengan tim dari puskemas saat mengadakan penyuluhan tentang kesehatan ibu dan anak dan memberikan makanan tambahan bagi anak-anak yang datang ke posyandu. Kegitan ini dilaksanakan setiap bulan dengan tempat yang berbeda. “Pada kegiatan inilah saya bertemu dengan orang tua siswa dan saya mengambil kesempatan ini untuk memberikan motivasi betapa pentingnya pendidikan bagi anak-anak yang berada di Titi Akar kelak. Sore harinya, saya ikut kegiatan olah raga volley bersama masyarakat yang berada di sekitar tempat tinggal. Malam hari, saya mengajar anak-anak mengaji,” tuturnya.

Berkumpul dengan Suami
Namun rupanya Tuhan mendengar doa Yurnida, karena kemudian pada tahun 2007 ia ditugaskan di SMAN 2 Rangsang Barat. Setidaknya, ia dapat bersua dengan suami dan membawa serta anaknya. Kendati demikian, SMAN 2 Rangsang Barat pun sebenarnya tergolong sekolah yang terletak di daerah terpencil karena kondisi wilayah yang harus ditempuh menuju ke sekolah sangat sulit. Tidak ada sinyal untuk komunikasi, fasilitasnya pun serba tidak memadai.

Di SMAN 2 Rangsang Barat, Yurnida yang seharusnya hanya mengajar Biologi terpaksa mengajar mengajar Fisika, Kimia,dan Biologi karena di sana masih belum ada guru sains. Salah satu kendala yang dihadapi di sekolah ini adalah minimnya minat anak-anak pada sekolah. “Siswa-siswanya malas datang ke sekolah. Mereka mau datang ke sekolah saja itu merupakan suatu prestasi yang luar biasa, karena mereka lebih mementingkan mencari uang,” tutur Yurnida.

SMAN 2 Rangsang Barat terletak di Desa Kedaburapat, Kecamatan Rangsang Barat, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau. Desa Kedaburapat ini dikategorikan daerah terpencil, karena letak geografis yang jauh dan sulit untuk ditempuh. Jarak tempuh dari kecamatan adalah 25 km, dan dari Kabupaten sejauh 40 km. Masyarakat yang tinggal di daerah ini mayoritas beragama Islam, terdiri dari suku Melayu, Bugis, Banjar, dan Jawa. Umumnya tingkat pendidikan masyarakatnya hanya sampai tamatan SD, karena rata-rata mereka berasal dari tingkat ekonomi bawah yang bekerja sebagai nelayan, petani, atau pegawai. Tak heran jika hanya sebagian kecil saja yang peduli dengan pendidikan. Anak-anak usia sekolah banyak yang bekerja membantu ekonomi orang tua. Oleh karena itu, masalah absensi kerap menjadi kendala dalam proses pembelajaran.

Sekolah yang berdiri sejak tahun 2005 ini berada pada lahan seluas 10.000 m2. Saat ini, SMAN 2 Rangsang Barat telah memiliki tujuh ruangan dengan fasilitas yang belum terlalu memadai. Pada tahun ajaran 2013/2014, jumlah total siswa sebanyak 182 siswa, yang dibimbing oleh guru sebanyak 14 orang.

Menjadi Guru Kreatif
Karena terletak di daerah khusus, banyak kendala yang dihadapi dalam proses pembelajaran. Misalnya, siswa belum memiliki buku paket, sarana laboratorium yang belum ada,  akses informasi sangat sulit, PLN belum ada, dan kondisi wilayah yang sulit dijangkau. Meski demikian, hal itu tak membuat Yurnida menjadi patah semangat. Bahkan Yurnida berusaha keras untuk menemukan solusi demi memecahkan masalah. Misalnya, dalam hal ketiadaan buku pelajaran siswa, alat peraga, media pembelajaran, labor untuk pembelajaran sains, dan akses informasi, maka pada tahun 2009 Yunida membuat bahan ajar dalam bentuk modul pembelajaran biologi persiapan ujian nasional tahun pelajaran 2009/2010, membuat Lembaran kerja Siswa (LKS). “Modul dan LKS dapat membantu siswa belajar, baik di rumah maupun di sekolah. Belajar akan lebih bermakna apabila ada alat peraga yang menunjang terjadinya proses pembelajaran. Oleh sebab itu saya berusaha membuat alat peraga untuk mempermudah siswa mempelajari proses kerja enzim dan sistem rangka,” katanya. Alat peraga yang dibuat oleh Yurnida berasal dari bahan gabus. Untuk materi proses kerja enzim, alat peraga dibuat dua model yaitu, kunci gembok dan kunci pas sehingga saat proses pembelajaran siswa dapat memahami bahwa enzim berkeja seperti kunci dengan gembok dan kunci pas. Sedangkan alat peraga sistem rangka dibuat seperti rangka manusia yang dilengkapi dengan rangka atas dan rangka bawah.
Mengenai masalah ketiadaan singnal telekomunikasi dan PLN Yurnida pun mencoba membuat media pembelajaran berbasis IT untuk mengembangkan potensi siswa-siswanya. “Media pembelajaran ini merupakan hal yang biasa-biasa saja menurut ukuran masyarakat perkotaan yang sarat dengan teknologi, tetapi hasil karya ini sangat membanggakan bagi diri saya, karena saya yang berada di daerah tertinggal (IDT) dengan segala keterbatasan sarana dan prasarana, mampu membuat media yang dapat memudahkan siswa memahami konsep peredaran darah,” tuturnya bangga.
Di samping itu, Yurnida pun membimbing siswa-siswanya melakukan percobaan sesuai tuntutan kompetensi dasar pembelajaran biologi, yaitu melakukan percobaan pertumbuhan dan mendaur ulang limbah. Penerapan kompetensi dasar ini menutut ketersediaan labor dan alat labor, sedangkan sekolah belum memiliki labor. “Saya membimbing siswa tetap bisa melakukan percobaan pengaruh cahaya terhadap pertumbuhan kecambah hingga siswa menemukan kesimpulan bahwa cahaya dapat menghambat pertumbuhan kecambah. Untuk kompetensi daur limbah, saya membimbing siswa mendaur ulang limbah kulit buah kopi yang ada di lingkungan sekolah menjadi kompos, biogas dan alkohol,” jelasnya.
Tak heran jika guru berpangkat golongan III-D ini telah mencetak berbagai prestasi yang membanggakan sekaligus kepercayaan dari berbagai kalangan. Juara II Guru Berdedikasi tingkat Nasional 2013 ini senantiasa berusaha untuk berbuat yang terbaik bagi anak-anak bangsa. Prinsipnya adalah selalu berusaha meningkatkan prestasi kerja, pengabdian, kesetiaan pada lembaga dan negara, serta menciptakan karya yang bermanfaat (inovatif) atau cara kreatif untuk memecahkan permasalahan dalam tugasnya dengan penuh tanggung jawab. ***

Ditulis tahun : 2013


No comments:

Post a Comment