SD Karakter IHF Depok : Siapkan Guru dan Siswa Berkarakter


Letaknya berada di tengah riuh ramai kota Depok, tepatnya di daerah Cimanggis, bersebelahan dengan hypermarket Giant. Bangunan yang beralamat di Jalan Raya Bogor km 31, Cimanggis, Depok ini berdiri kokoh dengan tulisan IHF berikut lambangnya di bagian atas sisi depannya. Menjelang pagi, halaman gedung selalu ramai dengan deretan antar jemput siswa. Namun ada pemandangan berbeda dari sekolah-sekolah lainnya. Saat itu hari Kamis, dan para siswa yang masuk ke gedung sekolah tak ada yang mengenakan seragam. Mereka semua mengenakan baju bebas dan rapi. Menurut Fahriati Rahmi, S.Pd., kepala SD Karakter IHF, memakai pakaian bebas ke sekolah memang memiliki tujuan dan makna tersendiri. SD Karakter IHF mendidik anak-anak untuk selalu menghargai dan menghormat perbedaan; bahwa tiap-tiap individu memiliki perbedaan dan keunikan masing-masing. Hanya pada hari Senin anak-anak memakai seragam sekolah, saat mereka mengikuti upacara bendera atau pada saat mengikuti kegiatan-kegiatan tertentu.

Gedung IHF Depok ini berlantai empat, terdiri dari beberapa kompleks gedung yang digunakan untuk sekolah dasar, taman kanak-kanak dan playgroup, serta pusat pelatihan guru. Sebenarnya Terdapat pula jenjang SMP, namun berada di lokasi yang berbeda.

Yayasan Indonesia Heritage Fondation (IHF) atau Warisan Nilai Luhur Indonesia ini merupakan organisasi nonprofit yang didirikan pada tahun 2000 oleh Dr. Ratna Megawangi dan Dr. Sofyan Djalil, pasangan suami istri yang memiliki komitmen tinggi untuk memperbaiki dan mencetak generasi Indonesia yang lebih berkarakter. Ratna adalah dosen Ilmu Gizi di Institut Pertanian Bandung yang juga menjadi sosok peduli pendidikan dan kerap diundang oleh berbagai institusi yang peduli pendidikan untuk berbicara mengenai konsep pendidikan karakter. Sedangkan  Sofyan Djalil adalah tokoh bangsa yang pernah menjabat sebagai Menteri BUMN di masa Kabinet Indonesia Bersatu. 

Sebenarnya latar pendidikan Ratna tak bersentuhan langsung dengan bidang pendidikan anak. Sejak meraih sarjana di Institut Pertanian Bogor (IPB) hingga doktor di Tufts University School of Nutrition, Medford, Massachussets, Amerika Serikat, ia belajar soal gizi. Perkenalannya dengan dunia pendidikan anak bermula saat ia usai menyelesaikan program doktornya pada tahun 1991. Namun ia harus tetap tinggal di Amerika, menemani sang suami yang tengah menyelesaikan studi doktornya.

Dalam masa mendampingi suami itulah Ratna mendapat tawaran dari seorang profesor di Tufts University untuk mengikuti post doctoral program bidang keluarga, pengasuhan anak, dan orangtua.
Dari situlah Ratna mendalami dinamika pendidikan anak dan menyadari pentingnya pendidikan anak usia dini.

Selama menempuh pendidikan di Amerika Serikat, wanita kelahiran Jakarta, 24 Agustus 1958 ini kerap berinteraksi dengan kelompok sufi. Bersama kelompok ini, dalam pandangannya, ia menemukan filosofi pendidikan yang sebenarnya. Menurutnya, setiap manusia sebenarnya memiliki Nur Allah di dalam dirinya. Hanya saja kesalahan dalam sistem pendidikan, budaya, lingkungan, dan lain-lain, menciptakan hijab-hijab yang menutupi cahaya ketuhanan tersebut. Oleh karena itu, pendidikan harus berperan mencabut hijab-hijab yang mengotori hati tersebut. Manusia bisa menjadi apa pun, namun awalnya ia harus memiliki karakter yang bagus terlebih dahulu.  


Apa yang diyakini Ratna dan persinggungannya dengan kelompok sufi itu seakan menemukan muara saat pulang ke Indonesia pada 1993 silam. Ratna mengalami kesulitan menemukan sekolah yang sesuai dengan prinsip mereka. Muhammad Rumi, putra pertama Ratna, sempat mengenyam pendidikan awal di Amerika hingga kelas 3 SD. Akhirnya ia menyekolahkan Rumi ke SD Islam swasta terkenal di Jakarta Timur. Tak berapa lama, Ratna dibuat terkejut menyaksikan putranya yang biasa ceria dan senang sekolah tiba-tiba selalu muntah tiap akan berangkat ke sekolah.

Usut punya usut, penyebab muntah tiap pagi lantaran beban yang terlalu berat kepada Rumi, juga siswa lain. Setiap hari puteranya tersebut baru pulang dari sekolah pukul 4-5 sore. Beban siswa bertambah dengan adanya PR setiap harinya. Sebagai sekolah unggulan, mereka ingin mempertahankan keunggulannya melalui prestasi akademik anak-anak didiknya.

Tekanan luar biasa juga dirasakan Rumi dari teman-temannya di sekolah. Tak sedikit yang bersikap kasar dan meledek habis-habisan lantaran Rumi masih sulit berbahasa Indonesia. Khawatir jiwa anaknya rusak, Ratna mengeluarkan anaknya dari sekolah unggulan tersebut dan memasukkannya ke SD di pinggiran Depok. Sekolah itu atapnya bocor-bocor. Tapi ternyata Rumi senang dan bahagia bersekolah di situ. Bagi Ratna dan suaminya yang penting sang anak bahagia bersekolah dan menikmati kegiatan belajar sebagai sesuatu yang menyenangkan. Mereka berdua tidak pernah memaksa Rumi memperoleh nilai dan ranking yang bagus. Ratna yakin dengan kemampuan anaknya. Terbukti IQ Rumi mencapai 130. Minat bacanya juga sangat tinggi. Buku-buku serius sudah biasa disantapnya sejak di bangku SMP. Menginjak bangku kuliah, ia bisa meraih kursi di Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Apa yang dialami putra pertamanya itu menjadi pendorong bagi Ratna untuk mendirikan sebuah sekolah yang menekankan pembentukan karakter yang baik. Tekad yang membaja itu pun terwujud pada tahun 2000 melalui Yayasan IHF.

Model PHBK
Seperti yang telah tertulis dalam website resminya, latar belakang didirikannya IHF ini berawal dari kegelisahan pendiri saat menyadari bahwa ternyata mayoritas penduduk Indonesia yang notabene sudah mengerti dan mendapatkan pengetahuan tentang moral dan agama di tiap-tiap jenjang sekolahnya, namun ternyata masih banyak yang memiliki perilaku jauh dari nilai-nilai moral dan agama. Tawuran pelajar, adanya konflik antar golongan (suku, agama, dan ideologi), tingginya angka korupsi, rusaknya lingkungan hidup, dan permasalahan sosial lainnya seolah telah menjadi bagian kehidupan yang dimahfumi karena saking kerapnya terjadi. Ketidaksinambungan antara apa yang diketahui dengan apa yang dilakukan merupakan indikasi dari kegagalan bangsa dalam membentuk karakter masyarakatnya. Di samping itu, generasi kreatif dan berdaya pikir tinggi pun masih minim.

Oleh karena itu, untuk mewujudkan bangsa berkarakter, cerdas, dan kreatif, IHF mencoba membuat terobosan-terobosan baru bagaimana mewujudkan insan berkarakter mulia yang konsisten antara pikiran, hati, dan tindakan nyata, yaitu melalui pengkajian, pengembangan, dan pendidikan 9 Pilar Karakter serta pengembangan beberapa strategi pendidikan untuk menciptakan generasi kreatif dan berdaya pikir tinggi.

Hal yang dilakukan Yayasan IHF adalah menyiapkan sebuah model pendidikan berbasis karakter, yakni Pendidikan Holistik Berbasis Karakter (PHBK). Model PHBK adalah sebuah filosofi pendidikan yang percaya bahwa setiap manusia dapat menjadi insan berkarakter, cerdas, kreatif, pembelajar sejati, serta dapat menemukan identitas, makna, dan tujuan hidupnya (makhluk spiritual) apabila seluruh dimensi kemanusiaannya dapat berkembang secara utuh, dan adanya kesadaran bahwa dirinya adalah bagian dari keseluruhan.

Dikarenakan fokus model PHBK adalah pembangunan karakter, maka penciptaan lingkungan belajar yang kondusif adalah syarat mutlak agar pembentukan karakter anak dapat terbentuk. Misalnya terbentuknya kelekatan emosi yang kuat antara pihak sekolah dan siswa, antar siswa, dan antara orangtua-sekolah, sehingga internalisasi nilai-nilai yang diberikan akan mudah diserap oleh siswa, dan siswa akan mempunyai komitmen untuk menjadikan nilai-nilai luhur sebagai prinsip kehidupannya. Proses pembelajaran dalam model PHBK adalah aktif, yang membuat siswa termotivasi dari dalam serta menggairahkan spirit siswa. Model ini juga memperhatikan keunikan setiap anak (kecerdasan majemuk), metode pendidikan yang sesuai dengan tahapan umur, menerapkan prinsip belajar aktif, pembelajaran terintegrasi, belajar ramah otak, belajar yang menumbuhkan rasa ingin tahu anak, pembelajaran kontekstual, belajar dengan praktek nyata, belajar bekerja dalam tim, manajemen kelas efektif, dan komunikasi positif. Selain itu, model PHBK juga mengintegrasikan pilar karakter pada setiap kegiatan sentra (pembelajaran terintegrasi, tematis berbasiskan karakter), serta mendorong keterlibatan aktif orangtua.

Sembilan pilar karakter yang diintegrasikan dalam metode pembelajaran antara lain (1) Cinta Tuhan dan segenap ciptaanNya; (2) Tanggung jawab, Kedisiplinan,dan Kemandirian; (3) Kejujuran/Amanah dan Diplomasi; (4) Hormat dan Santun; (5) Dermawan, Suka menolong dan Gotong-royong/Kerjasama; (6) Percaya Diri, Kreatif, dan Pekerja keras; (7) Kepemimpinan dan Keadilan; (8) Baik dan Rendah Hati; dan (9) Toleransi, Kedamaian, dan Persatuan. Kesembilan pilar karakter tersebut diajarkan secara sistematis dalam model pendidikan holistik dengan menggunakan metode knowing the good, feeling the good, dan acting the good. Melalui metode ini, siswa diajak berpikir dan berdiskusi tentang mengapa seseorang harus berbuat baik. Siswa akan terbiasa dengan self talk, sehingga terbentuk internal control, dan bukan eksternal control. Tiga metode tersebut dikemas dalam kurikulum dan modul yang menjadi acuan kegiatan belajar setiap hari yang menyenangkan.

Seorang peneliti asal AS pernah melakukan riset lapangan selama 4 bulan di IHF. Peneliti ini menyimpulkan pendidikan yang diberikan IHF setara dengan pendidikan terbaik yang ada di Amerika. Model PHBK telah berhasil membentuk karakter positif, meningkatkan kreativitas dan kecerdasan anak secara umum. Seiring dengan Program Pendidikan Karakter yang dianjurkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di seluruh jenjang sekolah sejak tahun 2010, maka sejak tahun 2001 PHBK telah menerapkan model pendidikan tematik dan integratif yang sejalan dengan kurikulum nasional (dari Kurikulum 1996, KBK 2004, KTSP 2006 sampai Kurikulum 2013).

Pelatihan untuk Guru
Dengan niat positif,  IHF pun sangat berharap model PHBK ini tersebar luas ke daerah-daerah lain. Oleh karena itu, salah satu langkah yang dilakukan IHF adalah dengan memberikan program pelatihan dan observasi bagi guru dari berbagai daerah. Melalui programnya, IHF memberi kesempatan pada sekolah-sekolah di Indonesia untuk mendapatkan pelatihan pendidikan karakter dengan model PHBK ini. Sekolah yang berminat dapat mendaftarkan diri untuk mengikuti pelatihan. Supaya biaya pelatihan tidak memberatkan, IHF pun membuka peluang pada para sponsor maupun CSR sehingga guru-guru dapat mengikuti pelatihan tanpa dipungut biaya. Telah banyak sponsor perusahaan yang menjadi mitra IHF. Tak pelak, sistem waiting list pun diberlakukan. Kendati demikian, peserta pun dapat pula mengikuti pelatihan secara mandiri.

Pelatihan penerapan modul 9 Pilar Karakter dan kurikulum holistik berbasis karakter ini diselenggarakan dengan durasi selama kurang lebih enam hari. Para peserta dibekali dengan pola pikir, kurikulum pembelajaran, serta pelatihan praktik mengajar berbasis karakter. Kurikulum Holistik Berbasis 9 Pilar Karakter akan membantu guru dalam menerapkan pedidikan karakter sepanjang tahun ajaran, yang diintegrasikan dalam seluruh disiplin ilmu. Masing -masing aspek dari kurikulum diterapkan dengan menggunakan pendekatan Student Active Learning, Developmentally Appropriate Practices, Integrated Learning, Contextual Learning, Collaborative Learning, dan Multiple Intelligences, yang dapat menciptakan pengalaman belajar yang efektif dan menyenangkan. Materi-materi yang diberikan antara lain wawasan perlunya pendidikan karakter, motivasi diri, bagaimana mengalirkan karakter di kelas, hingga praktek pengaplikasian modul 9 Pilar Karakter. Program pelatihan ini juga terintegrasi dengan praktek nyata di kelas oleh para peserta pelatihan. Dengan demikian guru mempunyai pengalaman nyata dalam menerapkan program, dan bersama dengan instruktur dapat melakukan evaluasi. Biasanya, Ratna Megawangi juga turut hadir dalam sesi pelatihan, memberi motivasi pada guru-guru. Hingga saat ini, telah ratusan sekolah yang tersebar di seluruh Indonesia, dan ribuan guru yang telah mengikuti pelatihan pendidikan karakter di Yayasan IHF.

Selain itu, IHF juga memiliki program Semai Benih Bangsa (SBB) yang diperuntukkan untuk masyarakat miskin, yng juga bekerja sama dengan CSR. Yayasan memfasilitasi pembukaan sekolah-sekolah tersebut, membantu rumusan kurikulum, dan memberi pelatihan guru. Program ini sudah diterapkan di 30 SD (Negeri dan Swasta) di DKI bekerja sama dengan Pemda DKI dan 20 lokasi lainnya di Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan.

Sekolah Karakter
Saat masa awal berdiri, gedung Yayasan IHF di Cimanggis Depok hanya dimanfaatkan untuk sarana pelatihan guru. Namun dikarenakan timbulnya kebutuhan untuk memiliki sekolah model, maka Yayasan pun mendirikan sekolah karakter. Hingga saat ini Yayasan telah memiliki jenjang sekolah Playgroup, TK, SD, dan SMP karakter. Jenjang SD sendiri baru berdiri pada tahun 2003. Sekolah Karakter IHF adalah sekolah umum, sehingga menerima murid dari latar belakang agama manapun.

Menurut Direktur Sekolah Karakter  IHF, Dian Anggraeni Tri Astuti, S.Pd., animo masyarakat terhadap Sekolah Karakter ini sangat besar. “Saat pendaftaran dibuka, jumlah pendaftar selalu selalu lebih banyak, melebihi kuota kursi. Dalam satu kelas, kursi yang disediakan hanya berjumlah 25 – 30 siswa. Oleh karena itu, Sekolah pun menerapkan sistem waiting list, sehingga tak heran jika anak yang masih dalam kandungan pun namanya telah tercatat dalam waiting list demi mendapat kursi,” kata Dian, demikian ia akrab disapa.


Dalam proses penerimaan siswa baru, sekolah pun mengadakan observasi terhadap anak terlebih dahulu sebelum anak masuk sekolah. Observasi ini meliputi psiko tes, tes kematangan anak (apakah sudah siap untuk masuk sekolah), dan wawancara orang tua (untuk mengetahui apakah visi misi orang tua sama dengan visi misi sekolah dalam mendidik anak).

Di awal tahun ajaran, para orangtua siswa pun diwajibkan untuk mengikuti parenting talkshow. Tujuannya, untuk lebih menyinkronkan visi misi Sekolah dan juga orangtua, supaya saling sinergis dalam pendidikan anak. Biasanya, Ratna Megawangi pun turut hadir untuk memberikan pencerahan dan motivasi kepada para orangtua tersebut.

Sistem pembelajaran di Sekolah Karakter IHF menggunakan metode 9 pilar karakter yang pengaplikasiannya tidak harus selalu berurutan. Di samping 9 pilar karakter, Sekolah Karakter IHF  juga mengembangkan materi untuk mengajarkan kebersihan, kesehatan, kerapian dan keamanan pada anak. Metode yang digunakan disebut sebagai Refleksi Rutin. Setiap pagi, anak-anak diminta untuk mengikuti kegiatan refleksi Pilar selama 15 - 20 menit sesuai dengan pilar yang sedang diterapkan saat itu. Pemberian waktu khusus untuk refleksi memberikan kesempatan pada anak untuk mengekspresikan secara verbal pengetahuannya, kecintaannya, dan bagaimana seharusnya mereka bertindak sesuai pilar.

Dengan metode yang dikembangkan di Sekolah Karakter, para murid akan mampu berkembang dengan baik. Menurut Anak akan mencapai tahap yang optimal dalam mengembangkan potensinya apabila ia melakukan segala sesuatu dengan antusias dan menyenangkan tanpa harus memikirkan kompetisi. Anak pun diberikan asupan ilmu dan wawasan yang disesuaikan dengan usianya. Misalnya, siswa kelas 1 dan kelas 2 tak pernah dipaksa untuk belajar baca tulis dan hitung. “Oleh karena itu, anak-anak di Sekolah Karakter IHF tidak bisa dibandingkan dengan anak-anak dari sekolah lain,” kata Dian. Selain itu, anak juga tidak diberikan apresiasi dengan nilai berwujud angka, pun tak perlu menyebutkan bahwa dia lebih baik dari teman-temannya sehingga para murid belajar tanpa beban. Evaluasi dilakukan dengan mendiskusikan perkembangan karakter anak dengan kedua orangtuanya.

Salah satu program yang baru digagas adalah program penerimaan raport siswa, dimana bukan guru dan orangtua yang terlibat, melainkan anak yang menjadi tokoh utama. Siswa akan mengisi sendiri raport dirinya, dan dalam penerimaan raport yang mengundang orangtua, siswa sendiri yang nantinya akan mempresentasikan raport atau hasil belajarnya di hadapan orangtua, dengan didampingi oleh guru. Raport yang dibuat siswa tentu memiliki format yang lebih sederhana, namun program ini mengajarkan pada siswa untuk dapat mengenal dan mengukur kemampuan serta potensi diri.

Di SD karakter IHF, kurikulum sekolah pun dibuat dengan berbagai program kegiatan yang menyenangkan. Tak hanya terbatas di dalam kelas, kegiatan pembelajaran dan aktifitas bersama pun acapkali dilakukan di luar ruangan/sekolah yang menerapkan sistem pendidikan 5 hari ini. Misalnya kegiatan field-trip, kunjungan edukatif, outbond, dan sebagainya.

Sedangkan kegiatan pembelajaran di dalam kelas dibuat dengan suasana yang semenyenangkan mungkin. Nama-nama kelas pun menggunakan nama planet. Ruang-ruang kelas ditata dengan nuansa ceria, dan anak-anak bebas belajar dengan posisi yang membuat mereka nyaman; duduk di kursi, duduk di lantai, dan sebagainya. Guru senantiasa membuat metode pembelajaran yang menyenangkan, misalnya dengan game, praktek, dan sebagainya.Tantangan guru adalah membuat anak merasa betah dengan suasana pembelajaran.

Bagi siswa-siswi di atas kelas 5 SD, ada pula forum yang dibuka sekolah untuk membina mereka secara khusus, yakni girl’s talk atau boy’s talk. “Mereka mulai diberi pemahaman mengenai perkembangan usia remaja supaya mereka lebih siap dan senantiasa percaya diri. Guru yang membimbing akan mengajarkan hal-hal apa saja yang akan mereka alami dan bagaimana sebaiknya dalam bersikap. Mereka mulai dikenalkan tentang bahaya kenakalan remaja, tawuran, narkoba, pergaulan bebas, dan sebagainya. Forum ini dikemas dengan suasana yang sangat intim dan menyenangkan sehingga siswa merasa aman dan nyaman untuk terbuka dengan guru atau pembimbingnya,” kata Fahriati Rahmi, kepala SD Karakter IHF.

Adapula kegiatan ekstrakurikuler setiap hari Jumat yang banyak diminati para siswa. Rahmi mengatakan bahwa dalam ekstrakurikuler, siswa boleh memilih ekskul manapun yang dia sukai sesuai dengan bakat atau minat dengan konsekuensi harus bertahan di ekskul tersebut minimal 2 tahun. “Hal ini melatih siswa untuk bertanggung jawab terhadap pilihannya sendiri. Kegiatan-kegiatan ekskul tersebut dibina oleh para guru,” jelas wanita kelahiran Sampit, 30 Mei 1974 ini.

Sejauh ini, hasil pendidikan di Sekolah Karakter IHF telah banyak terbukti secara nyata. Hal ini dapat terlihat dari cara berkomunikasi anak yang lancar, antusiasme dan rasa ingin tahu yang besar, berani bertanya dan menyampaikan pendapat, serta bersikap kritis, namun dengan tetap mengedepankan empati dan toleransi. Tidak ada ekspresi takut atau pun malu-malu saat mereka berkomunikasi dengan guru atau siapapun.  

Siapkan Guru Berkualitas
Sekolah Karakter mempunyai standar penerimaan guru dan staf sekolah yang ketat, mulai dari sistem seleksi hingga benar-benar menjadi staf pengajar Sekolah IHF. Menurut Dian, selain tes tertulis dan micro-teaching, calon guru juga harus melampaui tes interview yang diselenggarakan oleh pengelola sekolah. Uniknya, dalam interview tersebut, biasanya yang lebih digali dari kandidat pengajar adalah kisah masa kecilnya, bagaimana pola pengasuhan orangtuanya, lingkungan keluarganya, dan sebagainya. “Kami berkeyakinan bahwa pola pengasuhan anak dan lingkungan keluarga sangat mempengaruhi pembentukan karakter pribadi seseorang. Kandidat guru yang memiliki pengalaman masa kecil yang indah dengan pola pengasuhan yang baik memperoleh peluang lebih besar untuk diterima,” kata Dian.

Setiap guru yang mengajar di Sekolah Karakter IHF wajib untuk mendapatkan lisensi mengajar dari IHF, yang dapat diperoleh dengan mengikuti training, observasi dan magang yang dilakukan oleh iHF. Sistem training guru diarahkan untuk menanamkan high spirit of teaching, serta membentuk sikap guru yang dapat menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan. Bagaimanapun, sosok guru yang diharapkan Sekolah Karakter IHF adalah guru yang memberikan kedamaian, santun, dan mampu berkomunikasi secara positif dan efektif baik kepada siswa maupun kepada orangtua, dapat berinteraksi dengan siswa sehingga dapat menimbulkan rasa disayang, dihargai, dihormati, dimengerti, dan rasa aman pada para siswa, dapat menghargai/mengerti akan keunikan dan kemampuan masing-masing siswa sehingga setiap siswa merasa diterima, mampu menumbuhkan rasa toleransi terhadap segala perbedaan latar belakang siswa (budaya, suku, dan agama), dan dapat memotivasi siswa bahwa berbuat kesalahan adalah kesempatan terbaik untuk belajar.

Para guru pun harus senantiasa siap sedia dengan sistem rolling mengajar yang diterapkan di Sekolah Karakter IHF. Saat kandidat guru diterima menjadi staf pengajar, Yayasan akan menempatkan guru tersebut, apakah mengajar di TK ataupun di SD. Secara berkala, sistem rolling pun terjadi, misalnya guru yang mengajar TK memiliki kemungkinan untuk dirolling mengajar kelas 1 atau kelas 2.

Salah satu guru di SD Karakter IHF, Meryl Dwi S. S.Pd., mengatakan bahwa selama menjadi guru di Sekolah Karakter IHF, ia merasa sangat betah dan selalu termotivasi untuk terus belajar dan berinovasi. Wanita lulusan Universitas Negeri Jakarta ini juga mengatakan bahwa para guru di Sekolah Karakter IHF senantiasa saling support satu sama lain dan tak segan untuk berbagi ilmu. Guru pun diberikan kesempatan untuk menggali potensinya melalui berbagai kegiatan, misalnya dengan menjadi pembina kegiatan ekstrakurikuler.

Demi meningkatkan kompetensi, para staf pengajar memang memiliki jadwal rutin untuk berdikskusi dalam forum para guru. Seminggu sekali, para guru mengungkapkan rencana-rencana pembelajaran, metode yang digunakan, permasalahan yang ditemui dalam kelas, hingga saling sharing inovasi pembelajaran. Guru pun secara rutin mengikuti pelatihan-pelatihan dan saling menularkan ilmu.

Sekolah juga membuka peluang bagi guru yang memiliki minat, bakat, maupun kemampuan untuk menciptakan kegiatan ekstrakurikuler. Setelah lulus persetujuan, guru tersebut pun menyosialisasikan kegiatan ekskul barunya pada anak-anak. Jika peminatnya cukup, maka guru tersebut memiliki tanggung jawab untuk membina dan menghidupkan ekskul tersebut. Yayasan sangat mengapresiasi kreativitas guru yang demikian, dan akan memberikan poin lebih bagi guru tersebut.

Peran Aktif Orangtua
Syarat mutlak menyekolahkan anak ke SD Karakter IHF adalah kesediaan orangtua untuk berperan serta dan terlibat dalam proses pendidikan anak-anaknya. Sejauh ini telah banyak para orangtua yang menyatakan kepuasannya terhadap hasil pendidikan Sekolah Karakter IHF. Umumnya, mereka yang memilih IHF sebagai tempat mendidik anaknya memiliki visi ingin memberikan pendidikan yang mengutamakan karakter dan pendidikan yang tidak membuat anak merasa tertekan dan tidak bahagia. Salah satu hasil yang kerap dilihat dan dirasakan orangtua adalah tingkat kesadaran anak yang cukup tinggi mengenai hak dan kewajibannya, serta rasa empati dan toleransi yang bagus. Kendati demikian, tanpa peran serta orangtua, pendidikan karakter anak mustahil untuk diwujudkan. Program dari sekolah harus sinergis dengan perlakuan orangtua terhadap anak.

Selain itu, guru juga harus berperan aktif dalam berkomunikasi dengan orangtua mengenai perkembangan anak-anaknya. Tak sekadar melalui buku penghubung, bahkan adakalanya melalui jalur komunikasi pribadi seperti telepon atau sms. Secara berkala, guru berkomunikasi dengan orangtua secara langsung melalui tatap muka.

Di samping itu, orangtua siswa juga membentuk paguyuban kelas demi lebih mengefektifkan komunikasi, misalnya antara orangtua dengan komite atau Yayasan. Acapkali paguyuban kelas pun memiliki kegiatan-kegiatan positif untuk menambah wawasan, misalnya kegiatan seminar parenting, dan sebagainya. Sekolah juga kerap mengadakan aktivitas yang melibatkan orangtua dan anak, menambah keakraban keluarga dengan memperkenalkan permainan-permainan daerah yang dimainkan secara bersama-sama antara anak dan orangtua, saling bertukar pikiran, dan sebagainya. Sekolah Karakter senantiasa menciptakan iklim yang menyenangkan bagi anak-anak untuk tumbuh berkembang tanpa adanya tekanan.


Dewasa ini kebutuhan akan sekolah yang mengembangkan pendidikan karakter semakin tinggi. Bukan sekadar demi menyesuaikan kebijakan dan alur Pemerintah, namun lebih karena kesadaran dan pemahaman bahwa di era yang semakin maju, perdamaian dunia tak akan tercapai tanpa diiringi dukungan dari manusia-manusia yang memiliki karakter. ***


Ditulis tahun : 2016
Diterbitkan di Buku Profil SD Berkarakter, Majalah SD, Dikdas, Guru (Kemendikbud)

No comments:

Post a Comment