Tingkatkan Kualitas dan Kinerja melalui Restrukturisasi

Koordinasi Program Pusat dan P4TK, LPPKS, LPMP, LPPPTK-KPTK Tahun 2015



Sejak bergantinya tampuk pemerintahan Republik Indonesia pada akhir 2014 lalu, dimana Presiden Joko Widodo terpilih sebagai kepala negara untuk periode 2014-2019, beberapa instansi pemerintahan pun mengalami perubahan struktur organisasi. Tak luput juga dengan  Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yang kini dinahkodai oleh Menteri Anies Baswedan. Salah satu perubahan tersebut antara lain lahirnya Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK), tak lagi ada Badan Penjaminan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMPK-PMP). Oleh karena itu, agenda tahunan rapat koordinasi BPSDMPK-PMP tahun 2015 yang dilaksanakan di Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan (Pusbangtendik) Kemdikbud, di Jalan Cinangka Km 19, Sawangan – Depok, Jawa Barat menjadi yang terakhir kalinya bersama (BPSDMPK-PMP).  

Dengan mengusung tema Sinkronisasi Program Tahun Ajaran 2015 BPSDMPK-PMP dan Manajemen Transisi BPSDMPK-PMP ke Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dijten GTK), Ditjen PAUD Dikmas, Ditjen Dikdasmen, Ditjen Kebudayaan, Setjen dan Kemenristek-Dikti, rapat koordinasi yang berlangsung selama tiga hari sejak 22 – 24 April 2015 ini dihadiri oleh 249 peserta. Para peserta terdiri atas para pejabat struktural dari tingkat pusat maupun daerah, mulai dari eselon 2, 3 dan 4. Yakni dari P4TK, LPPKS, LPMP, LPPPTK-KPTK, Pusbang Tendik, Pusbang Prodik, Pusat PMP, Pusbang SDMK, Sekretariat, P2TK Dikdas, P2TK Dikmen, P2TK PAUD, dan Ditjen Kebudayaan.

Acara ini dibuka oleh Plt. Sekretaris Jenderal Kemdikbud, Hamid Muhammad, M.Sc., P.hD., yang juga memberikan pengarahan tentang persiapan restrukturisasi dan kegiatan TA 2015. Dilanjutkan dengan pengarahan dari Sekretaris BPSDMPK-PMP, Dr. Abi Sujak, M.Sc. Kemudian, sesi paparan Program dan Kegiatan Masa Transisi BPSDMPK-PMP TA 2015 yang disampaikan oleh para kepala pusat BPSDMPK-PMP, antara lain Kepala Pusat Pengembangan Profesi Pendidik (Pusbangprodik) Dr. Unifah Rosyidi, M.Pd., Kepala Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan (Pusbangtendik) Dr. Muhammad Hatta, Kepala Pusat Penjaminan Mutu Pendidikan (PMP) Dr. Bastari, dan Kepala Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Kebudayaan (PSDMK) Drs. Shabri Aliaman. Sedangkan informasi kebijakan tentang restrukturisasi dan manajemen transisi dari BPSDMPK-PMP ke Ditjen GTK disampaikan oleh Kepala Biro Perencanaan, Ir. Ananto Kusuma Seta, M.Sc., Ph.D., Kepala Biro Hukum dan Organisasi, Ani Nurdiani Azizah, SH., M.Si., Kepala Biro Kepegawaian, Ir. Totok Suprayitno, Ph.D., dan Kepala Biro Umum, Dr. M.Q. Wisnu Aji, S.E., M.Ed.

Di hari kedua, agenda rapat koordinasi BPSDMPK-PMP dilanjutkan dengan sidang komisi. Para peserta terbagi dalam lima komisi. Antara lain Komisi I, yakni Komisi Perencanaan, Penganggaran, Evaluasi dan Tata Kelola Lembaga. Sedangkan Komisi II yakni Komisi Peningkatan Kompetensi Guru. Komisi III adalah Komisi Kompetensi Tenaga Kependidikan. Komisi IV adalah Komisi Penjaminan Mutu Pendidikan, dan Komisi V adalah Komisi SDM Aparatur Dikbud. Di hari kedua ini pula Kepala BPSDMPK-PMP, Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd berkesempatan memberikan pengarahan kepada seluruh peserta Rakor, yang sekaligus menjadi ajang pamitan sejak berakhirnya masa jabatan sebagai Kepala BPSDMPK-PMP.

Tujuan dari rakor ini adalah melakukan sinkronisasi program, baik di lingkungan pusat maupun di lingkungan strategis lainnya yang terkait dengan sertifikasi, program peningkatan keprofesian berkelanjutan, program uji kompetensi guru, kepala sekolah, serta pengawas sekolah, program diklat interaktif online, pengembangan diklat berbasis uji kompetensi guru, kepala sekolah, serta pengawas sekolah, program penilaian kinerja guru, kepala sekolah, serta pengawas sekolah, program penjaminan mutu pendidikan, juga program pengembangan sumber daya manusia aparatur pendidikan dan kebudayaan. Diharapkan setelah selesai rapat koordinasi ini semuanya memiliki kejelasan mengenai program serta kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun 2015, serta hingga masa transisi nanti di akhir tahun 2015.

Menghadapi adanya restrukturisasi lembaga, Sesjen Hamid Muhammad menghimbau supaya beberapa perubahan tersebut hendaklah disikapi biasa-biasa saja karena setiap lima tahun mengalami hal yang sama. “Setiap ada perubahan semacam ini kita mencoba menata semua yang akan kita laksanakan sehingga nanti pada akhir tahun semua program yang kita rencanakan berjalan baik,” tuturnya.

Lahirnya Ditjen GTK
Beberapa perubahan yang sudah ditetapkan antara lain, BPSDMPK-PMP akan menjadi Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan. Direktorat yang menangani guru PAUD, Dikdas, dan Dikmen akan bergabung ke Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, sedangkan Direktorat Dikdas dan Direktorat Dikmen pun akan bergabung menjadi Direktorat Dikdasmen. Sementara UPT LPMP dirancang menjadi organ yang langsung bertanggung jawab kepada menteri, yang secara administrasi berada di bawah Dirjen Dikdasmen.

Sehubungan dengan adanya perubahan struktur tersebut, menurut Hamid, ada beberapa konsekuensi yang harus segera ditata. “Pertama, masalah anggaran. Ketika akan membahas APBNP, ada beberapa persyaratan dipa APBNP jika ingin segera selesai, yaitu ada ijin prinsip dari Menpan (kita sudah punya), dan Permendikbud tentang SOTK (kita sudah punya). Untuk segera diterbitkan, persyaratannya adalah pejabatnya harus definitif, mulai dari eselon 1,2, 3, dan 4, baik yang ada di pusat maupun di daerah,” jelasnya.

Saat ini, jabatan eselon 1 sedang open recruitment. Ada lima eselon 1A, dan tiga eselon 1B. Hamid mengharapkan siapa saja yang mempunyai kompetensi untuk mendaftarkan diri menjadi sekretaris jenderal, Inspektur Jenderal, Dirjen PAUD Dikmas, Kepala Badan Bahasa, Kepala Balitbang, serta tiga staf ahli. “Saya juga usulkan kepada Bapak Menteri supaya yang open recruitmen sebagian saja, yakni untuk posisi yang betul-betul kosong. Sedangkan yang sudah ada orangnya, mungkin cukup dikukuhkan kembali. Sebab kalau tidak, kita akan terlambat melaksanakan program,” ujarnya.  

Sinkronisasi Program dan Pemetaan
Hal kedua yang harus ditata, menurut Hamid, yakni mengenai sinkronisasi program. Walaupun LPMP pindah ke Dikdasmen, namun pada dasarnya kegiatan di LPMP menjadi hak semua kegiatan di unit utama karena di situ ada berbagai komponen yang akan bermuara di LPMP dalam rangka penjaminan mutu. “Walaupun nanti tidak di bawah Ditjen GTK, kegiatan pemetaan mutu yang terkait dengan guru dan bagaimana memfasilitasi agar dipenuhi mutu di bidang guru dan tenaga kependidikan ini harus berkaitan dengan Ditjen GTK. Sedangkan yang menyangkut sarana prasarana, fasilitas belajar, dan aktivitas yang menyangkut kurikulum nanti akan berkaitan dengan Ditjen Dikdasmen. Terkait dengan pemetaan mutu dan bagaimana memenuhi mutu itu nanti ada di Puspendik, termasuk dari Badan Akreditasi, yang itu semua akan saling berkaitan dengan tugas-tugas di LPMP,” jelasnya.
Oleh karena itu, Hamid berharap bahwa nantinya kesemua lembaga yang berhubungan dengan unit utama yang terkait harus terus dikoordinasikan. “Daya serap kita sekarang baru 15%, namun itu pun sudah dianggap sangat bagus jika dibandingkan kementerian lain. Kami berharap, beberapa program bisa jalan terus tanpa terpengaruh oleh perubahan APBNP. Kegiatan yang sama dan tidak akan berubah dilaksanakan terlebih dulu. Sedangkan program yang memiliki kemungkinan untuk berubah sebaiknya ditunda dahulu. Jadi, output utama dari rakor ini adalah harus ada pemetaan antara program apa saja yang harus segera dilaksanakan dan yang harus ditunda sampai dipa APBNP itu keluar,” terangnya.
Sedangkan hal ketiga yang perlu ditata adalah hasil audit BPK yang harus segera ditindaklanjuti. “Jangan sampai menyimpan catatan BPK, karena semakin tidak ditangani, akan semakin banyak di kemudian hari. Kalau ada yang harus diselesaikan, baik yang sifatnya administratif, harus segera diselesaikan,” himbaunya.  

Butuh Percepatan Kinerja                        
Sementara itu, sekretaris BPSDMPK-PMP, Dr. Abi Sujak, M.Sc, memberikan beberapa laporan terkait kinerja dan pelaksanaan program-program BPSDMPK-PMP. Mengenai realisasi anggaran, di tingkat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, menurut laporan Abi Sujak, angka realisasi anggaran Direktorat Badan SDM paling rendah. Ini menunjukkan bahwa aktivitas organisasi berjalan lambat. Secara spesifik, Pusbang SDM Kebudayaan paling rendah, diikuti dengan P4TK, LPPKS, LPPPTK-KPTK, serta LPMP. Sedangkan yang paling tinggi adalah Pusbang Tendik. “Melalui rakor ini, mari kita urai apa saja hambatannya supaya segera dilakukan percepatan dan berkinerja baik. Kalau kita diberi ruang tapi tidak bisa menggunakannya dengan baik, maka nanti di tahun 2016 akan dipertimbangkan untuk dikurangi,” terang Abi Sujak.
Menurut Abi, beberapa hal yang harus dilakukan meski ada restrukturisasi antara lain sertifikasi, karena anggaran sertifikasi ada di LPMP. “Setelah restrukturisasi, kita tinggal melanjutkan saja kontrak itu sehingga sertifikasi mencapai target,” jelasnya.
Demikian pula mengenai distribusi dan perencanaan kebutuhan guru, yang mana sudah dilakukan pendataan dapodik. “Mudah-mudahan data guru di Kementerian kita semakin kokoh. Namun kita juga harus memiliki sistem pendataan sapu jagat, dimana satu sistem digunakan untuk pendataan apa saja,” katanya.

Terkait dengan kompetensi dan hasil analisis terhadap UKG, menurut laporan Abi Sujak, ada 311 kabupaten/kota di luar Jawa yang nilainya di bawah nilai rata-rata nasional. “Jadi kalau nanti ada kegiatan peningkatan kompetensi atau pendampingan sekolah, mohon kawan-kawan fokus mengawal sehingga kompetensi mereka bisa terkejar,” himbau Abi Sujak di hadapan para peserta. “Fenomena yang menarik adalah, guru non PNS di sekolah negeri nilai UKG nya justru yang paling rendah. Sedangkan yang di sekolah swasta pada umumnya UKG nya malah bagus-bagus. Namun GTT di sekolah negeri ini sedang kita perjuangkan untuk meningkatkan kesejahteraannya. Di sisi lain, karena kualitas mereka itu paling rendah, maka harus kita kawal, karena kalau tidak, nanti ujung-ujungnya anak didik kita yang dirugikan,” tukas Abi.

Permasalahan yang hingga sekarang belum terpecahkan oleh Kemdikbud yaitu ketika ingin membangun sistem untuk melayani pelatihan guru dalam skala besar. “Telkom sedang mengembangkan DIO (Diklat Interaktif Online). Ini kami pelajari, baik di Pustekom maupun di P4TK yang melaksanakan program e-training dan program rintisan. Kita sendiri belum menguasai kompetensi untuk dapat memberikan pelayanan diklat online yang skalanya besar, yakni yang bisa dilaksanakan dalam setahun dengan menjangkau 1 juta orang. Kalaupun ada komitmen dari Kemdikbud untuk melakukan pelayanan diklat skala masif, tetap belum bisa dilayani oleh sistem yang dimiliki Kemdikbud,” kata Abi.

Tentang penilaian kinerja, menurut Abi pun menjadi tantangan bagi Kemdikbud. Menurut Abi, saat ini sistem ini dimiliki oleh Telkom juga, dan sudah dilakukan uji coba pada 1,8 juta guru. “Sesuai dengan Permenpan dan Bappenas, penilaian kinerja harus benar-benar dijalankan sehingga minimal mencapai 2,2 juta orang, yaitu 1,7 juta guru PNS dan 500 ribu guru yayasan. Itu harus bisa dinilai kinerjanya setiap tahun dan nanti dikaitkan dengan keputusan berapa tunjangan profesinya serta peningkatan kompetensi apa saja yang harus dilakukan oleh guru tersebut,” katanya.
Namun yang paling inti, menurut Abi Sujak yakni mengikuti masa transisi dan melaksanakan tugas bersama, yaitu meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia.***

      
  


Prof. Dr. Syawal Gultom
“Lakukan Pemetaan Kebutuhan Pendidikan dan Intervensi Sistem Penilaian dari Hulu”

Syawal Goeltom 

Koordinasi Program Pusat dan P4TK, LPPKS, LPMP, LPPPTK-KPTK tahun 2015 yang dilaksanakan di Kampus Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan Kemdikbud, Sawangan, Bogor pada April 2015 merupakan ajang terakhir bagi Prof. Dr. Syawal Gultom, Kepala BPSDMPK-PMP. Semenjak adanya kebijakan baru mengenai sistem seleksi jabatan untuk pejabat eselon 1, ia memutuskan untuk tidak mengikuti seleksi tersebut dan memilih kembali ke kampus, menjadi Rektor Universitas Negeri Medan untuk periode 2015-2019. Maka itu, ia pun memanfaatkan momen tersebut untuk berpamitan, mengucap maaf, serta berpesan pada seluruh peserta yang hadir, terutama pada para kepala P4TK, LP2KS, LPMP, maupun LP3TK KPTK.

Selain itu, Syawal pun mengungkapkan kesan-kesannya setelah selama empat tahun mengabdi di BPSDMPK-PMP Kemdikbud. “Disini saya tidak pernah marah. Bukan berarti saya tidak pandai marah, tapi karena tidak alasan untuk marah. Dalam pandangan saya, teman-teman di LPMP, P4TK, maupun di LP2KS bisa mengantisipasi perkara-perkara yang sedang kita hadapi. Cara-cara bapak ibu bekerja pun memberikan kesan yang mendalam bagi saya. Saya bertemu dengan Bapak Ibu yang sangat santun dalam pergaulan sehari-hari maupun dalam berbagai forum resmi. Kita selalu menggunakan kedekatan batin, sistem kekerabatan, dan tolong menolong. Hal itulah yang membuat saya sangat terkesan,” ungkapnya. 

Di hadapan 282 peserta, Syawal mengatakan bahwa tantangan pendidikan saat ini semakin besar. Terlebih karena menurutnya, Indonesia masih memiliki satu persoalan besar, yakni hampir semua level dan semua jenjang pendidikan di Indonesia, lulusannya belum mencapai standard kompetensi yang dipersyaratkan. “Seharusnya lulusan SD itu sudah memiliki pengetahuan yang faktual dan konseptual, juga ketrampilan dan akhlak mulia. Mereka bisa melakukan apa yang diminta. Sedangkan lulusan SMP harus memiliki pengetahuan konseptual dan prosedural. Mereka dapat bertindak dan berpikir sesuai dengan yang dipelajari,” katanya. Namun kenyataannya, masih banyak lulusan tiap jenjang pendidikan ternyata masih belum memiliki kompetensi seperti yang dipersyaratkan.

Sistem Evaluasi sesuai Kompetensi
Menurut Syawal, salah satu persoalan yang menjadi faktor tak tercapainya kompetensi siswa adalah karena belum ada sistem penilaian yang sesuai atau mengacu pada kompetensi. Oleh karena itu, hal ini menjadi tantangan besar, terutama bagi LPMP dan P4TK. Melalui forum pertemuan para kepala LPMP, P4TK, maupun LPPKS, Syawal menghimbau bahwa LPMP, P4TK maupun LPPKS dapat segera mengembangkan sistem penilaian yang sesuai dengan kompetensi.

“Dengan Ujian Nasional saja anak-anak kita sangat ketakutan. Belum lagi menghadapi tes-tes internasional. Berarti sistem penilaian di hulu selama ini tidak betul-betul menerapkan sistem penilaian yang sesungguhnya. Ini adalah suatu momentum yang harus disikapi dengan baik oleh LPMP dan P4TK,” katanya.

Oleh karena itu, ia berharap bahwa LPMP maupun P4TK bisa mengawal kompetensi anak-anak, yakni melalui intervensi sistem evaluasi dan penilaian dari hulu. “Indonesia sudah terlalu lama terlena dengan content based. Padahal seharusnya kompetensi itu adalah perpaduan dari berbagai mata pelajaran. Pendidikan kita tidak berorientasi pada kompetensi, tetapi berorientasi pada materi. Karena itu, inilah saatnya untuk memastikan apakah nantinya proses pembelajaran itu berorientasi pada kompetensi atau tidak. Salah satu kunci utamanya adalah di sistem penilaian,” jelasnya.

Saat ini, masih banyak guru yang mengeluhkan sulitnya sistem penilaian semacam ini. Hal ini menjadikan tantangan bagi LPMP maupun P4TK untuk bekerja lebih keras. “Cobalah fokus untuk melakukan penilaian yang betul-betul mampu menggambarkan kompetensi. Saya berkeyakinan kalau penilaian kita ini fokus, kita bisa mengarahkan anak-anak Indonesia untuk belajar dan untuk melakukan self-assesment/menilai diri sendiri apakah kemampuan itu sudah dimiliki atau tidak,” tambahnya lagi.

Berlatih Mengendalikan Rasa
Syawal pun mengungkapkan bahwa sejauh ini pendidikan di Indonesia justru menganggap bahwa seni budaya itu tidak penting untuk membangun rasa. Padahal justru dengan menerapkan seni budaya pada pembelajaran, maka anak-anak akan terlatih untuk mengembangkan rasa dalam memahami suatu pengetahuan. “Sekarang persoalan negeri ini bukanlah persoalan intelektual. Tapi persoalan pengendalian diri yang akar masalahnya di rasa. Tapi kita tidak melatih anak-anak sejak SD bagaimana mekanisme atau pola mengendalikan rasa. Ada bagian penting dari  komponen diri manusia/siswa yang tidak disentuh dengan baik, yakni mengendalikan rasa. Selama ini kita menganggap remeh hal tersebut karena kita terlalu fokus pada hal-hal yang matematik, yang terlalu intelektual,” ungkapnya. 

Pemetaan Kebutuhan Pendidikan
Selain itu, Syawal juga berpesan supaya LPMP maupun P4TK dapat membantu pemerintah daerah dalam melakukan pemetaan tentang kebutuhan pendidikan, tren masa depan, atau pekerjaan-pekerjaan apa saja yang memberikan maslahat pada masyarakat di daerah masing-masing. Selama ini, kompetensi para lulusan dengan tempat mereka bekerja banyak yang tidak match. Bahkan lembaganya pun banyak yang belum match. Contohnya, di Sumatra Utara hanya ada 2 SMK Pertanian. Padahal andalan Sumatra Utara itu adalah industri pertanian, pengolahan, perdagangan dan pariwisata. Oleh karena itu, Syawal menekankan bahwa pemetaan kebutuhan pendidikan amatlah penting. Terlebih saat ini SMK/SMA berada di bawah pemerintahan provinsi/gubernur, sehingga urusannya menjadi lebih mudah. Jadi, pendirian SMA/SMK benar-benar mengacu atau sesuai kebutuhan. Ketika orangtua menyuruh anak-anaknya bersekolah, mereka  sudah tahu persis apa saja peluang yang didapatkan oleh anak-anak.

“Saya kira harus ada fokus yang betul-betul ditekuni pada 2016 nanti atau dirancang dengan baik pada 2015 ini, supaya pada tahun 2016, kita tidak lagi salah arah, dan efisiensi pendidikan ini kita wujudkan utk meningkatkan atau memastikan bahwa seluruh lulusan kita pada jenjang itu mencapai kompetensi yang dipersyaratkan,” pungkasnya.

Demi memeriahkan akhir acara Koordinasi Program Pusat dan P4TK, LPPKS, LPMP, dan LPPPTK-KPTK yang dilaksanakan selama tiga hari, usai menyampaikan pidato, Syawal pun menyempatkan diri untuk menyanyikan sebuah tembang kenangan dan berjoget bersama para kepala pusat maupun beberapa kepala LPMP, P4TK, LPPKS, maupun LPPPTK-KPTK.***

Ditulis tahun : 2015





No comments:

Post a Comment