Profil Juara : Layani ABK dengan Profesional

Wawan Gunawan, M.Pd.
Juara I Guru Dikdas Inklusi Berprestasi Tingkat Nasional Tahun 2016


Dua puluh empat tahun sudah Wawan Gunawan, M.Pd menjadi guru. Dedikasinya terbayar dengan manis saat ia menerima penghargaan sebagai Juara I Guru Dikdas Inklusi Berprestasi Tingkat Nasional Tahun 2016. Meski begitu, Wawan masih menyimpan kenangan dan banyak cerita, bahwa menjadi guru, profesinya yang ia cintai, tak hanya tentang pengalaman hidup yang manis belaka. Menjadi guru bagi Wawan pun adalah perjuangan berat yang harus ia lalui dengan pantang menyerah. Wawan, guru yang saat ini mengajar di SMPN 1 Baleendah, telah melampaui pahit manis perjuangan menjadi guru hingga ia menjadi seperti sekarang.

Sewaktu kecil, Wawan tak pernah memiliki gambaran bahwa kelak ia akan menjadi guru. Namun lulus dari SMAN 1 Baleendah pada tahun 1989, Wawan memutuskan untuk melanjutkan sekolah di Program D-III Pendidikan Biologi, Institut Teknologi Bandung (ITB) – meski ia sendiri saat itu belum paham bahwa lulusan D-III Pendidikan Biologi ITB ini nantinya akan diproyeksikan untuk menjadi guru. “Saya baru tahun setelah saya mendapat penjelasan dari senior saya bahwa saya adalah calon guru dan program ini mendapat beasiswa dari Pemerintah sebesar Rp. 25.000 tiap bulan,” kata pria kelahiran Bandung, 05 Mei 1971 ini.


Setelah menyelesaikan kuliahnya di Program D-III Pendidikan Biologi, Institut Teknologi Bandung (ITB) pada tahun 1992, Wawan mendapatkan SK CPNS dan ditugaskan untuk mengajar di SMPN 3 Ciwidey, sebuah sekolah yang terletak di pinggiran kota Bandung. Ia masih ingat, gaji pertama yang diperolehnya hanya sebesar 85 ribu rupiah, tak pernah cukup untuk menghidupi bahkan seorang bujangan seperti dirinya. “Saya sampai merasa malu kalau pulang ke kampung halaman, karena teman-temen atau tetangga yang bekerja di pabrik tekstil jauh lebih makmur daripada saya, padahal pendidikan mereka lebih rendah. Walau demikian, saya tidak pernah malu dengan profesi saya sebagai guru. Bahkan saya marah ketika ada teman guru yang merendahkan profesinya sendiri karena hanya dilihat dari penghasilannya yang kecil,” kisahnya.

Bagi Wawan, kekurangan dalam hal materi tak pernah menjadi hambatan untuk mendedikasikan dirinya demi menjadi guru yang bermartabat dan profesional. Ia bahkan memiliki keberanian untuk meningkatkan kualifikasinya dengan melanjutkan kuliah S-1 di Universitas Terbuka jurusan Pendidikan Biologi. Demi memenuhi tuntutan kebutuhan, Wawan pun memanfaatkan waktu luangnya untuk bekerja di toko jeans milik pamannya. Tahun 1995, Wawan diangkat menjadi PNS.
Hingga pada tahun 2000, Wawan pun memutuskan untuk pindah mengajar di SMPN 1 Baleendah, Bandung, sekolah yang dekat dengan tempat kelahirannya. Kini, tak terasa 16 tahun sudah Wawan mengabdi di SMPN 1 Baleendah. Baginya, menjadi guru adalah panggilan hati yang harus dijalani dengan sepenuh hati pula. Wawan pun merasa amat bangga dengan profesinya sebagai guru. Menurutnya, jika guru merasa bangga dengan profesinya, maka ia akan dapat memberikan yang terbaik bagi dunia pendidikan.

SMPN 1 Baleendah
SMPN 1 Baleendah merupakan sekolah yang tergolong favorit di Kecamatan Baleendah. Menurut Wawan, ketika penerimaan siswa baru, banyak sekali para orangtua siswa yang ingin mendaftarkan anaknya ke SMPN 1 Baleendah, bahkan hingga cenderung memaksa. Orangtua percaya bahwa dengan masuk ke SMPN 1 Baleendah, kualitas pembelajaran dan disiplin putra-putrinya akan menjadi jauh lebih baik. “Setiap pelaksanaan PPDB merupakan pekerjaan terberat bagi kami, karena sangat menguras energi. Siswa kami selalu overload. Tetapi kami punya prinsip, kami tetap melayani mereka dengan sepenuh hati,” kata Wawan. Orang tua dari daerah manapun walaupun dengan jarak yang cukup jauh dengan wilayah sekolah, banyak yang lebih mempercayakan anak-anaknya dengan kebutuhan khususnya untuk bersekolah di SMPN 1 Baleendah.

Salah satu yang menjadikan SMPN 1 Baleendah dipangang sekolah yang istimewa adalah karena sekolah ini memiliki program layanan CIBI (dulu adalah program akselerasi). Saat ini, SMPN 1 Baleendah pun memiliki Program Inklusi dan Program Kelas Olah Raga.

Program Inklusi di SMPN 1 Baleendah sendiri sudah dimulai secara resmi sejak tahun ajaran 2012/2013, di bawah kepemimpinan Drs. H. Udjat M.Pd. Terlebih Provinsi Jawa Barat pun telah mengikrarkan diri menjadi Provinsi Inklusi, sejak tahun 2013, sehingga hal ini pun sedikit banyak telah mempengaruhi paradigma pendidikan Inklusif di Kota Bandung. Kendati demikian, Wawan mengatakan bahwa sebenarnya sudah sejak tahun 2010 SMPN 1 Baleendah menerima anak-anak berkebutuhan khusus, meski tak banyak. “Pada tahun 2010, kami pernah melayani ABK sisi kiri. Namun saat itu memang tidak dipublikasikan secara besar-besaran. Tahun 2005 pun kami pernah melayani ABK Cerdas Istimewa,” kata Wawan. Komitmen SMPN 1 Baleendah adalah menjadikan sekolah ramah anak. Para guru di SMPN 1 Baleendah pun telah memilikki pemahaman yang cukup baik tentang pendidikan inklusif.

Sebagai sekolah inklusi, sekolah dengan jumlah murid sebanyak 1.562 anak ini telah melengkapi diri supaya dapat secara profesional melayani para siswa ABK. Ada sekitar lima orang guru lulusan magister Pendidikan Kebutuhan Khusus UPI Bandung, termasuk Wawan. Sedangkan jumlah total gurunya sebanyak 72 orang. Sarana dan prasarana di sekolah yang memiliki luas 5.650 m2 ini pun sudah cukup memadai sebagai sekolah inklusi yang juga melayani ABK. Hanya saja, menurut Wawan, tantangan yang dihadapi guru di SMPN 1 Baleendah adalah bagaimana tetap sepenuh hati melayani ABK dalam kelas dengan jumlah murid yang tergolong banyak, sekitar 45-50 anak. Sekolah berharap bahwa SMPN 1 Baleendah senantiasa menjadi pilihan bagi anak-anak berkebutuhan khusus untuk merasa nyaman belajar karena penerimaan yang baik dari semua peserta didik, sehingga perkembangan dari kelebihannya berkembang ke arah yang lebih baik.

Sejauh ini, berbagai upaya telah dilakukan SMPN 1 Baleendah demi menciptakan sekolah inklusi yang representatif dan menjadi sekolah yang ramah anak bagi semua siswa. Kebijakan yang diambil sekolah secara keseluruhan sangat penting untuk pelaksanaan pendidikan inklusif, karena pendidikan inklusif harus dilakukan secara menyeluruh oleh semua warga sekolah, sehingga penentuan arah kebijakan sekolah harus menunjang pendidikan inklusif. Selain itu, sosialisasi dalam memberikan pemahaman pendidikan inklusif dirasa lebih efektif dilaksanakan dengan kegiatan yang nyata, bukan hanya sekedar pemberian ceramah dan pemaparan materi inklusi.

Di SMPN 1 Baleendah, penempatan peserta didiknya disesuaikan dengan jumlah peserta didik berkebutuhan khusus yang terdaftar. Setiap satu kelas ditempatkan 1 orang siswa ABK. Peserta didik berkebutuhan khusus ditempatkan di kelas awal dengan peserta didik regular yang perolehan nilai UASBN dan tes akademisnya baik atau nilai raport baik. Hal ini menjadi strategi pemecahan masalah, karena berdasarkan pengalaman, siswa di kelas awal memiliki perilaku sosial yang cenderung baik sehingga dapat menerima dan membantu peserta didik berkebutuhan khusus untuk cepat bersosialisasi tidak mendapat perlakuan diskriminatif dari teman-teman sekelasnya. Wali kelas yang ditugaskan di kelas yang ada peserta didik berkebutuhan khusus tidak ditinjau dari tingginya kualifikasi pendidikan, tetapi berdasarkan keberpihakan guru tersebut kepada peserta didik berkebutuhan khusus, dimana guru harus penyayang, terbuka dan telaten dalam menangani permasalahan yang terjadi di kelasnya.

Selain itu, warga sekolah juga harus diberi pemahaman secara terus menerus dan dalam setiap kegiatan, sehingga tercipta budaya diskusi dari hasil pengamatan/observasi penyimpangan prilaku siswa dalam pembelajaran maupun secara sosial di luar kelas. Keterlibatan siswa yang peduli kepada peserta didik berkebutuhan khusus sangat dibutuhkan sebagai trigger/pemicu atau motivator bagi siswa-siswa lainnya, serta pemberian reward atau penghargaan kepada siswa yang sangat peduli kepada peserta didik berkebutuhan khusus sangat penting, dan sangat menunjang keberhasilan implementasi pendidikan inklusif.

Pentas Seni dan Expo
Pelaksanaan upaya dalam mengimplementasikan pendidikan inklusif untuk membangun SMPN 1 Baleendah menuju sekolah ramah anak juga dilakukan bersama dengan volunter-volunter pendidikan inklusif, yakni dengan mengembangkan kegiatan-kegiatan yang menarik bagi semua siswa di SMPN 1 Baleendah. Kegiatan tersebut antara lain Pentas Seni pada pelepasan siswa kelas IX. Pentas seni ini menampilkan vocal grup/paduan suara gabungan peserta didik berkebutuhan khusus sisi kiri (Disabilitas), peserta didik reguler, dan peseta didik berkebutuhan khusus sisi kanan (Cerdas Istimewa). Hal ini dianggap efektif dalam memperkenalkan keberagaman peserta didik yang dapat melakukan kegiatan secara bersama-sama, mengurangi rasa risih terhadap keberadaan peserta didik berkebutuhan khusus. Publikasi dan sosialisasi secara tidak langsung dalam kegiatan menyenangkan yang dihadiri oleh semua warga sekolah (siswa, guru, tu, kepala sekolah) bahkan dihadiri komite sekolah dan perwakilan orang tua siswa, merupakan strategi yang baik dalam menghindari resistensi warga sekolah.

Kegiatan lain yang tak kalah menarik adalah kegiatan Expo and Talent Show. Dalam kegiatan ini, SMPN 1 Baleendah bekerja sama dengan SLBN A Kota Bandung, yang dilakukan selama 2 hari, bertempat di SMPN 1 Baleendah dan sekitarnya. Pentas seni dilakukan oleh seluruh warga SLBN A Kota Bandung yang sengaja datang dengan seluruh siswa, guru, staf tata usaha SMPN 1 Baleendah, bahkan dihadiri oleh UPDT wilayah Baleendah, serta pokja inklusif Kabupaten Bandung. Dalam rangkaian kegiatan ini juga diadakan kegiatan kepramukaan. Semua siswa dikelompokkan, dimana tiap regu terdiri dari 4 siswa SLBN A Kota Bandung dan 4 siswa SMPN 1 Baleendah. Mereka tidur bersama dalam 1 tenda, saling bahu membahu mengikuti kegiatan game, halang rintang, dan penjelajahan. Kebersamaan mereka menghilangkan kekhawatiran awal yang mengira peserta didik pada umumnya akan merasa risih bergaul dan berinteraksi dengan peserta didik SLB, ternyata diluar dugaan, semua berjalan dengan indah.


kegiatan expo and talent show yang dilaksanakan di sekolah ini terbukti mampu menggugah nurani warga sekolah dan membuka resistensi diri orang yang melihatnya, bahwa di balik kekurangan dan kelebihan terdapat keunikan masing-masing. Hal ini  membuka pemahaman keberagaman peserta didik dan penerimaan warga sekolah terhadap kekurangan peserta didik menjadi kesan pertama dan awal yang baik dalam mengimplementasikan pendidikan inklusif. Respon yang baik juga diterima setelah pelaksanaan kegiatan expo and talent show, terbukti dari angket guru dan siswa. Warga sekolah mendapatkan hal yang baru karena dibalik kekurangan penglihatan mereka terdapat kelebihan yang tidak dimiliki oleh orang yang penglihatannya normal. Bahkan pesan yang disampaikan agar kegiatan ini berlangsung secara continue dan dilakukan lagi pada tahun mendatang. Respon dan kesan yang luar biasa ini merupakan motivasi baru yang berkembang di SMPN 1 Baleendah.

Namun demikian, menurut Wawan, penerapan dan pelaksanaan pendidikan inklusif di SMPN 1 Baleendah masih memiliki beberapa kendala yang dirasakan disebabkan oleh antara lain kekhawatiran adanya anak berkebutuhan khusus (ABK) di SMPN 1 Baleendah menurunkan citra sekolah sebagai salah satu sekolah favorit di Kabupaten Bandung, pemahaman yang keliru dari guru dan warga sekolah lainnya sehingga mereka belum terbuka untuk melaksanakan pendidikan inklusif. Hal ini terbelenggu sosiaslisasi konvensional melalui rapat dinas belum optimal, serta kekhawatiran pandangan orang tua siswa pada umumnya (regular) dan ketakutan penerimaan siswa reguler terhadap ABK jika di SMPN 1 Baleendah terdapat ABK sehingga mendapat penolakan karena risih bergaul, dan takut untuk bersosialisasi dengan mereka. Selain itu juga kadangkala masih terjadi diskriminasi dan penghambatan pada rapat kenaikan kelas jika siswa belum mampu secara akademik untuk mencapai KKM yang diharapkan tanpa melihat latar belakang siswa itu sendiri.

Meski demikian, Wawan dan seluruh warga SMPN 1 Baleendah optimis bahwa SMPN 1 Baleendah akan terus mengembangkan diri untuk menjadi sekolah inklusi terbaik dan ramah anak di Kota Bandung. ***


Ditulis tahun : 2016
Diterbitkan di Majalah Dikdas dan Guru (Kemendikbud)

No comments:

Post a Comment