Wariyanto,
M.Pd.
Juara
I Tutor Paket C Berprestasi Tingkat Nasional Tahun 2013
Kemanapun Wariyanto, M.Pd pergi, selalu saja ada yang
menyapanya, terlebih ketika ia mengunjungi desa atau kampung-kampung di
pinggiran kota Wonosobo. Berkat profesinya sebagai tutor paket C di SKB
Wonosobo, ia menjadi populer di kalangan juru parkir, pedagang asongan, tukang
sapu jalan, bahkan hingga ibu-ibu rumah tangga. Ini adalah suatu keuntungan
tersendiri baginya, sehingga ketika ia berada dalam kesulitan, banyak yang
membantu.
Sudah 13 tahun lamanya Wariyanto menjadi tutor di SKB
Wonosobo, mengajar pelajaran Bahasa Inggris di kelas kejar paket C. Sebagai
tutor paket C, Wariyanto adalah sosok yang patut menjadi panutan bagi para
tutor di SKB, terutama karena ia telah berhasil menjadi tutor paket C terbaik
tingkat nasional melalui ajang pemilihan tutor paket C berprestasi nasional
2013.
Anak keempat dari delapan bersaudara ini lahir di Desa
Krandegan RT 02, RW 03, Kecamatan Bayan, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.
Lahir dari orang tua yang hanya berprofesi sebagai petani dan memiliki banyak
saudara membuat Wariyanto terdidik untuk mandiri, kerja keras, ulet, tekun, dan
pantang menyerah. “Alhamdulillah, saya bisa menyelesaikan studi S1
dan S2 tanpa bantuan finansial dari orang tua,” kata Wariyanto. Kendati demikian, bagi pria
kelahiran Purworejo, 8 Juni 1970 ini, sosok kedua orang tuanya adalah figur
tauladan dan sumber inspirasi karena telah membesarkan anak-anaknya dengan baik, yakni dengan terus mendorong untuk
meraih pendidikan tinggi.
Wariyanto menghabiskan masa SD, SMP, dan SMA-nya di Purworejo.
Tamat dari SD Krandegan II
di Desa Kradegan, Purworejo, ia melanjutkan ke SMPN 4 Kutoarjo. Saat duduk di bangku
SMP, Wariyanto tergolong murid yang pandai. Terbukti ia berhasil meraih nem
tertinggi untuk hasil Ebtanas pada waktu itu. Di SMAN 1 Kutoarjo, ia pun mendapatkan
nilai NEM tertinggi kedua untuk hasil Ebtanas pada tahun 1990. Setamat SMA,
Wariyanto memutuskan untuk langsung melanjutkan kuliah di IKIP Negeri
Yogyakarta jurusan Pendidikan Bahasa Inggris. Ia lulus dan diwisuda pada tahun
1996.
Setelah lulus kuliah, Wariyanto kembali ke kampung halamannya
di Wonosobo dengan harapan dapat mengabdi untuk tanah kelahirannya. Ia diterima
menjadi guru honorer di sebuah SMP dengan honor hanya sebesar 18 ribu per
bulan. Karena penghasilannya amat tidak mencukupi, maka Wariyanto pun mencari
tambahan penghasilan dengan mengajar di STM pada sore harinya. Dengan mengajar
dua sekolah, total penghasilan yang ia terima adalah sebesar 90 ribu rupiah per
bulan. Pada saat itu, tahun 1997, ia pun sempat mendaftar sebagai CPNS, dan
ternyata dinyatakan lulus. Kendati demikian, Wariyanto sempat terheran karena
ia mendapat Surat Keputusan untuk mengajar di SKB. “Saya mendaftar dengan
kategori pilihan mengajar di STM. Tapi begitu ada pengumuman, ternyata
tahu-tahu SK-nya menjadi tutor di SKB Wonosobo. Tapi saya tak terlalu
mempermasalahkannya,” kenangnya. Karena telah diterima menjadi CPNS di SKB
Wonosobo, maka Wariyanto pun tak lagi mengajar di SMP dan STM.
Babat Alas
Awalnya, Wariyanto sempat menganggap bahwa SKB hanyalah sebuah
tempat untuk mengikuti kursus atau pelatihan-pelatihan. “Ternyata ada ngajarnya
juga,” katanya. Menjadi tutor di SKB Wonosobo bukanlah pekerjaan yang mudah
baginya, karena pada saat itu SKB Wonosobo baru berdiri. “Pada saat itu belum mempunyai
peserta didik Paket A, Paket B, dan Paket C. Tenaga pamong belajar yang pun ada
baru 3 orang.
Saya dengan
teman-teman termasuk babat
alas,” kenangnya. Kendati demikian, ia justru merasa bersyukur karena
keadaan demikian justru memberinya tantangan dan motivasi untuk belajar dan
bekerja lebih baik.
Berbeda dengan SMP ataupun SMA, yang belajar di SKB Wonosobo
adalah masyarakat umum dari kalangan yang heterogen, misalnya para
pengangguran, lulusan SMP, drop out
SMP Paket C, para perangkat pemerintahan, seperti lurah, bayan, RW, bahkan
hingga pegawai honorer pemerintah daerah. Bahkan terdapat pula guru-guru TK
maupun guru-guru PAUD. Hal ini justru memberikan pengalaman menarik bagi
Wariyanto, terlebih mengajar warga belajar dewasa berbeda dengan mengajar anak-anak.
“Kadang saya bingung, bagaimana cara mengajar Bahasa Inggris pada orang
tua-tua. Mereka sudah mau masuk kelas saja sudah lumayan, karena keadaan
absensi sangat kurang. Tapi saya optimis bisa,” katanya.
Wariyanto mengungkapkan bahwa dalam proses pembelajaran, ia
menggunakan pendekatan kekeluargaan. “Kita awali dengan memancing mereka untuk
mengobrol sebentar, baru kemudian masuk sedikit demi sedikit ke materi.
Biasanya mereka sudah ancang-ancang atau siap untuk belajar. Saya juga
menganggap mereka seperti teman sendiri. Enaknya, mereka lebih tolerir,”
ujarnya.
SKB Wonosobo
SKB Wonosobo berdiri sejak tahun 1994, berlokasi di pusat kota,
tapi warga belajarnya berasal dari mana saja di sekitar Wonosobo. Luas SKB
Wonosobo saat ini sekitar 11 ribu m2 dengan ruang dan fasilitas yang
sudah cukup lengkap. “Bahkan ada ruang Tata Laksana Rumah Tangga, yakni yang
melatih warga belajar untuk dididik menjadi babysitter
atau asisten rumah tangga. Namun peminatnya fluktuatif,” kata Wariyanto.
Saat ini, jumlah tutor sudah mencapai 32 orang, yang rata-rata
berasal dari latar belakang guru. Umumnya, para tutor tersebut pun berasal dari
Wonosobo.Sedangkan warga belajarnya pada tahun ajaran 2013/2014 sejumlah 345
orang. Pendidikan kejar paket B diadakan sejak tahun 1997, sedang pendidikan
paket C baru diadakan pada tahun 2000.
Program pembelajaran di SKB Wonosobo terdiri dari dua kali
penyelenggaraan, yakni kelas pagi dan kelas sore. Kelas pagi tak ubahnya
seperti SMP reguler. “Mereka memakai seragam, usianya juga sama dengan siswa
SMP, kegiatannya juga sama, mulai dari hari Senin sampai Sabtu. Khusus hari
Sabtu, mereka hanya belajar keterampilan dan olah raga. Peraturannya ketat
seperti di sekolah reguler,” Wariyanto menjelaskan. Selain itu, dalam kelas
pagi ini, SKB Wonosobo juga berusaha untuk menanamkan pendidikan karakter pada
warga belajarnya.
Sedangkan kelas sore, menurut Wariyanto, biasa disebut dengan
kelas extension, yang hanya diselenggarakan pada hari Jumat dan Sabtu.
Keberadaan kelas sore ini untuk melayani masyarakat yang membutuhkan. “Karena
keinginan mereka sendiri untuk sekolah, tapi dengan waktu yang tidak terlalu
lama atau tidak setiap hari, sehingga kami hanya mengadakan kelas pada hari
Jumat dan Sabtu pukul 14.00 - 17.30 wib,” tuturnya. Di SKB Wonosobo, kelas sore
terbagi dalam enam kelas. Kendati demikian, masalah utama yang kerap terjadi
adalah soal absensi. “Kelas sore adalah kelas bebas. Ada bapak-bapak, ibu-ibu,
ada yang hamil, ada yang bawa anak, dsb. Motivasinya ada yang hanya mengejar
ijazah, ada pula yang benar-benar belajar. Tetap kita toleransi saja. Toh
biasanya yang suka bolos orangnya itu-itu saja,” kata Wariyanto.
Kendati demikian, menurut Wariyanto, SKB Wonosobo juga
memiliki peraturan tersendiri untuk mengatasi masalah absensi tersebut. “Kita
memberi peringatan. Jika mereka bolos beberapa kali atau kehadiran minimum
berapa persen, mereka harus masuk dalam kelompok belajar atau tidak boleh ikut
kelas,” katanya. “Reaksi mereka ada yang berubah, ada yang jalan terus mbolosnya. Bagaimanapun kita juga menyadari,
misalnya ada yang hamil dan melahirkan, kita tidak bisa memaksa. Pendidikan
orang dewasa itu memang begitu, jadi harus agak fleksibel,” tambahnya lagi.
Saat ini, program pembelajaran yang menonjol di SKB Wonosobo
adalah kegiatan keterampilan fungsional, yaitu semacam kegiatan life-skill yang bertujuan untuk
membekali warga belajar dengan keterampilan yang profesional. Saat mereka
lulus, diharapkan mereka dapat mandiri dengan wirausaha. Misalnya membuat
manisan Carica, yakni makanan khas
Wonosobo. “Bahkan sekarang warga belajar Paket
C sudah bisa memproduksi sendiri,” ujarnya. Selain itu, juga terdapat
keterampilan tata rias rambut dan tata kecantikan. “Itu sangat diminati
anak-anak karena keterampilan ini tidak terlalu banyak biaya, alat-alatnya juga
tidak banyak,” kata Wariyanto lagi.
Sejauh ini, alat-alat yang tersedia di SKB Wonosobo berasal
dari anggaran APBD Provinsi yang berkesinambungan setiap tahunnya. Oleh karena
itu, warga belajar di SKB Wonosobo ini tidak dipungut biaya apapun.
Metode Make a Match
Sebagai
tutor yang mengajar Bahasa Inggris, Wariyanto mengaku kerap mendapat tantangan
dalam mengajar. Terlebih karena acapkali orientasi peserta didik di kelas Paket
C berbeda dengan orientasi peserta didik di sekolah menengah. Di samping itu, ia
pun mencoba untuk menelaah berbagai sisi untuk menemukan inovasi dan
pembelajaran menarik dalam mengajarkan Bahasa Inggris. Sejauh ini, menurut
pengamatannya, realitas di lapangan menunjukkan bahwa banyak tutor masih
menggunakan metode pembelajaran yang monoton, sehingga peserta didik menjadi
pasif dan hanya dijadikan sebagai objek dalam kegiatan pembelajaran. “Metode
pembelajaran yang dipakai hanya itu-itu saja, dan hal ini membuat mereka
menjadi tidak senang atau bosan dalam belajar bahasa Inggris. Alhasil, ini membuat mereka semakin mengalami
kesulitan dalam belajar. Dikarenakan hal ini, tidak mengherankan jika hasil
belajar rendah,” terangnya.
Melalui penelitian dan eksperimen, Wariyanto
mencoba menemukan metode pembelajaran baru sebagai salah satu alternatif
pemecahan masalah serta meningkatkan kemampuan peserta didik dalam belajar
Bahasa Inggris. Metode yang diberi nama Make a Match inilah yang mengantarkannya menjadi juara pertama
Tutor Paket C tingkat Nasional 2013. Kendati demikian, menurut Wariyanto, metode
ini bukanlah sebuah metode yang benar-benar baru, melainkan sebuah metode yang
telah ada namun kemudian ia adaptasi dengan lebih menyempurnakannya.
Metode Make a Match adalah
model pembelajaran kooperatif yang menggunakan media kartu pintar, sehingga dapat disingkat dengan MaMa Ku Pintar. Salah satu
keunggulan teknik ini adalah, peserta didik mencari pasangan sambil belajar
mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Aktifitas
mencari pasangan adalah kegiatan mempertemukan jawaban dan soal. Media yang
digunakan adalah kartu pintar. Sedangkan kartu pintar adalah kartu yang
berisi soal atau jawaban mengenai suatu
konsep atau permasalahan tertentu. Kartu dibuat sedemikian rupa sehingga bisa
menarik peserta didik untuk mempelajarinya. Metode pembelajaran ini
menekankan adanya komunikasi, interaksi,
dan kerja sama antar peserta didik dan menciptakan suasana pembelajaran yang
menarik dan tidak membosankan. Dengan penggunaan metode tersebut, diharapkan
dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik Paket C.
Ada beberapa alasan mengapa pembelajaran kooperatif metode MaMa Ku Pintar efektif dilaksanakan, antara lain mudah dilaksanakan
karena tidak membutuhkan persiapan
yang rumit dalam membuat media
belajarnya, biayanya murah karena hanya
membutuhkan kertas foto/cover untuk
dicetak atau kertas asturo/gambar dan spidol untuk menuliskan kartu jawaban
atau soal, peserta didik pun lebih aktif dan partisipatif. Model ini pun bisa
meningkatkan keaktifan, partisipasi, dan keterlibatan peserta didik dalam
pembelajaran. Interaksi dan komunikasi dua arah antarpeserta didik, interaksi
dengan pasangan yang lain, interaksi dengan sumber belajar akan tercipta dalam
pembelajaran. Selain itu, peserta didik lebih mendalam dalam menguasai materi
dan lebih lama diingat. Dengan adanya interaksi dengan pasangannya dan
interaksi dengan materi yang dibantu dengan kartu soal dan kartu jawaban maka
akan memudahkan peserta didik untuk menguasai materi. Apalagi peserta didik
diberi kesempatan untuk mengembangkan materi yang ada yang disesuaikan dengan
pengalaman mereka. Di samping itu juga memudahkan
peserta didik untuk mengeluarkan pendapat atau pikiran. Karena terjadi
komunikasi dengan temannya sendiri,
peserta didik tidak malu-malu lagi atau sungkan untuk berkomunikasi dengan
bahasa Inggris. Hal ini akan mudah mengeluarkan ide-ide atau pikiran-pikirannya.
Hal positif lain dari metode ini, tempat Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) bisa
fleksibel, karena kegiatan KBM bisa dilaksanakan di dalam kelas atau di luar
kelas, sehingga kegiatan KBM bisa
menarik dan tidak membosankan.
Melalui metode MaMa Ku Pintar, Wariyanto telah membuktikan dampak positifnya,
antara lain meningkatnya
antusias dan partisipasi peserta didik
di dalam kelas. Peserta didik tampak tidak lagi begitu takut berkomunikasi dengan bahasa Inggris.
Hasil belajar peserta didik pun meningkat, dilihat dari indikator ulangan harian.
Selain itu, terdapat perubahan perilaku peserta didik atau karakter yang
terbentuk dari proses pembelajaran metode ini, misalnya peserta didik menjadi
lebih disiplin, suka bekerja sama, terbuka, percaya diri, dan dapat menghargai
orang lain.
Giat meningkatkan
Kompetensi
Sebagai tutor di SKB Wonosobo,
tugas utama Wariyanto adalah mengajar Paket B dan Paket C, serta mendapat tugas
tambahan sebagai wali kelas Paket C sejak tahun 2006 sampai saat ini. Di
samping itu, Wariyanto pun memiliki banyak kesibukan selain itu. “Selain
sebagai seorang pendidik di Paket C, saya juga mengajar di kursus bahasa Inggris dan pembina pramuka.
Saya juga diamanati tugas sebagai kepala Laboratorium bahasa Inggris dan
laboratorium komputer mulai tahun 1997 sampai sekarang. Juga ditunjuk sebagai ketua pelaksana di
berbagai kegiatan, seperti kegiatan di Paket B, Paket A, Keaksaraan (buta
aksara), prakoperasi, program life skill,
kepemudaan, kewirausahaan masyarakat dan kepemudaan, serta pelatihan-pelatihan,” tuturnya.
Untuk meningkatkan kompetensi,
Wariyanto pun giat mengikuti berbagai kegiatan pendidikan dan latihan,
workshop, bintek, FGD, dan lain-lain. Menurutnya, seorang tutor harus
senantiasa mengasah diri supaya dapat memberikan ilmu yang terbaik bagi warga
belajar maupun lingkungan sekitarnya.
Setelah 6
tahun bertugas di SKB Wonosobo, Wariyanto pun sempat mendapat beasiswa dari Direktorat
Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk
melanjutkan studi S2 di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung pada
tahun 2003. Ia mengambil jurusan Pendidikan Luar Sekolah dan menyelesaikannya
hingga tahun 2005.
Pria yang hobi bermain badminton ini mengaku telah merasa
nyaman menjadi tutor Paket C, dan bertekad untuk sekuat tenaga memajukan pendidikan
di Indonesia. Untuk lebih memotivasi diri, Wariyanto pun giat mengikuti
berbagai ajang kompetisi, antara lain ajang kompetisi tutor berprestasi. Tahun
2013 adalah tahun kemenangan Wariyanto, karena pada akhirnya ia berhasil
menyabet juara pertama Tutor Berprestasi Tingkat Nasional 2013 dan mendapatkan
penghargaan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Sebelumnya, pada tahun
2012, ia pun sempat mencoba ajang yang sama, namun belum berhasil. “Pada tahun
2012, di Kabupaten juara 1, tapi di Provinsi hanya mendapat juara 2. Baru pada
tahun 2013 menjadi juara satu,” katanya. Ia pun mengatakan bahwa saat proses
kompetisi, saingan yang dihadapinya lumayan banyak. “Kalau kabupaten nggak
banyak, hanya lima. Di Provinsi lumayan banyak, ada 23 orang,” katanya. Namun
ayah tiga anak ini mengimbanginya dengan kerja keras dan semangat tinggi,
sehingga ia berhasil telak. Sebuah prestasi dan penghargaan yang cukup
bergengsi yang pernah ia terima.
Setelah mendapat banyak hadiah, rencananya ia akan mendaftar
haji bersama Siti Nurul Khasanah, S.Pd , istrinya yang seorang
guru di MAN Negeri Wonosobo. Wariyanto menikah pada
tahun 1999. “Istri saya sangat perhatian dengan bidang pendidikan
dan sangat mendukung saya menjalankan profesi yang amanah ini,” kata Wariyanto. Dari
pernikahannya, mereka telah dikaruniai 3 orang anak.
Di dalam
keluarga, walaupun bukan merupakan anak yang tertua, tetapi
Wariyanto kerap dipercaya untuk memberikan saran dan masukan bagi keluarga. “Setiap
ada permasalahan keluarga, saya selalu dilibatkan untuk menyelesaikannya. Bagaimanapun, saya selalu berusaha menjadi pribadi yang amanah, bijaksana, dan bisa
menjadi teladan bagi saudara-saudara saya dan generasi saya nantinya, keluarga,
masyarakat, dan anak didik/orang lain,” katanya.
Selain sibuk mengajar di SKB
Wonosobo, Wariyanto pun aktif dalam berbagai kegiatan sosial, antara lain
melalui Forum Tutor Paket C Se-Kabupaten Wonosobo. “Di forum ini, saya pernah menjabat
sebagai ketua
untuk masa bakti tahun 2009 s.d 2012,” jelasnya. Selain itu, ia pun
bergabung dengan forum Musyawarah Tutor Mata Pelajaran (MTMP) Bahasa Inggris
Kabupaten Wonosobo,
dan sempat pula menjadi ketua.
Dalam hal pemberdayaan
masyarakat,
Wariyanto aktif berkecimpung dalam berbagai kegiatan kepemudaan,
pendidikan mata pencaharian, dan lain-lain. “Kegiatan tersebut kebanyakan dilaksanakan di masyarakat
sekitar yang membutuhkan fasilitasi SKB,” tuturnya. Ia juga aktif
dalam kegiatan masyarakat, seperti kegiatan keagamaan, RT, karang taruna, dan menjadi anggota
koperasi.
Harapan terbesar Wariyanto,
semoga terwujud pendidikan Indonesia yang bermutu dan berkualitas. Oleh
karena itu, menurutnya, Pemerintah harus mampu membuat kebijakan-kebijakan
pendidikan yang strategis dan prorakyat.Di samping itu, penyelenggara
pendidikan pun harus meningkatkan
mutu pendidikan dengan memfokuskan perhatian pada proses pembelajaran, bukan
semata-mata berorientasi pada outcomes. Bagaimanapun, keberhasilan pendidikan bukan hanya semata-mata merupakan tanggung
jawab pemerintah.
“Oleh karena itu, semua pihak
termasuk masyarakat dan setiap keluarga harus
berpartisipasi
aktif demi keberhasilan pendidikan secara umum,” tegasnya. ***
Diterbitkan Majalah Dikmen & Majalah Guru (Kemendikbud)
No comments:
Post a Comment