Profil Juara : Kembangkan Wirausaha di Sekolah Pertanian

Akib Ibrahim, S.Pd., M.M.
Juara II Kepala SMK Berprestasi Tingkat Nasional 2013


Awalnya, SMKN 1 Pacet adalah sekolah jauh dari SMKN 3 Cianjur yang dibuka tahun 2003 dengan siswa yang hanya sebanyak 58 orang. Saat ini, SMK yang dipimpin oleh Akib Ibrahim ini telah menjadi sekolah mandiri unggulan dengan jumlah siswa lebih dari 1000 orang. Ia pun bahkan pernah menerima penghargaan Satya Lencana dari Presiden RI pada tahun 2011. Butuh perjalanan panjang untuk mewujudkan hasil maksimal seperti yang telah SMKN 1 Pacet dan Akib tuai. Kendati demikian, kerja keras dan strategi matang menjadi salah satu dari kunci kesuksesan.

Salah satu strategi yang digunakan pria kelahiran 15 Juli 1964 ini untuk mengantar kesuksesan SMKN 1 Pacet adalah strategi “ROTANE”, yakni strategi dalam mengembangkan sekolah jauh yang berbasis pengembangan pembelajaran outsourcing menjadi sekolah mandiri yang mengembangkan Teaching Industry guna menghasilkan siswa yang kompeten di bidangnya. Model pembelajaran Teaching Industry adalah model pembelajaran berbasis industri dimana konsep pembelajaran menggunakanan kaidah-kaidah industri dari mulai penerapan disiplin, persiapan, proses dan pencapaian tujuan sehingga mampu menghasilkan lulusan yang terampil, profesional dan mampu menciptakan lapangan kerja atau berwirausaha. Pengalaman ini terakumulasi dari tahun 2003 sampai dengan saat ini.

Dalam mewujudkan Sekolah Teaching Industry, kunci suksesnya adalah kegiatan kewirausahaan. Kendati demikian, diperlukan suatu strategi manajemen operasional penyelenggaraan sekolah dalam pengembangan Teaching Industry sebagai upaya untuk mewujudkan sekolah yang bermutu dan mandiri sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan. Upaya tersebut meliputi Enam langkah strategi yaitu : Read, Opportunity, Trust, Adapting, Networking dan Evaluation atau disebut pula dengan strategi “ROTANE”.  Strategi yang ditelorkan oleh Akib Ibrahim ini terbukti telah membawa banyak keberhasilan untuk sekolah, antara lain telah menobatkan Akib sebagai juara II Kepala SMK Berprestasi tingkat Nasional 2013.

Jadi Pengelola Kebun Durian
Awalnya, Akib hanyalah seorang guru di Sekolah Menengah Teknologi Pertanian di Sitiung, Sumatera Barat, usai menamatkan program D-3 nya di Institut Pertanian Bogor tahun 1987. Berada di daerah terpencil, Akib tidak pernah berkesempatan ikut pendidikan dan pelatihan guru. Akib sempat mencoba melanjutkan kuliah. Sebenarnya, Akib diterima di dua perguruan tinggi negeri berbeda, tetapi Dinas Pendidikan Sumatera Barat tidak mengizinkan.

Pada tahun 1994, ia ditugaskan untuk mengajar di SMTP Cianjur. Namun karena saat itu gaji guru tak terlalu memadai, maka Akib pun menjalani pekerjaan sampingan sebagai pengelola kebun durian yang seluas 30 hektar.   "Saya keluar rumah pukul 05.30 untuk mengurus kebun. Pukul 08.00 baru ke sekolah. Dari sekolah ke kebun lain lagi. Dari cara seperti inilah, saya mendapatkan uang. Alhamdulillah,  rezeki ada sepanjang kita mau berbuat," katanya.

Atas dedikasi Akib yang tinggi sebagai guru, maka pada tahun 2003 ia pun dipercaya mengelola kelas jauh pertanian. Yang pertama kali ia lakukan adalah segera merekrut guru honorer, mulai dari pemuda pengangguran hingga ustad. "Saya sempat kesulitan dana. Untuk gaji guru honorer, sering saya pakai uang sendiri," kenangnya. Bahkan awalnya, sekolah jauh yang Akib kelola tidak memiliki ruang belajar. Lebih dari 70% pembelajarannya dilaksanakan di lapangan karena belum memiliki sarana-prasarana, sedangkan jumlah guru pun terbatas . Namun atas dukungan dari seorang kenalannya, Endang Ibin alias Abah Ibin, salah satu tokoh pertanian di Cianjur, para siswa pun diijinkan belajar di lahan Abah Ibin,yakni di P4S (Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya) Taruna Mekar. Ada juga yang belajar di lahan kosong Villa Aquila. Sejak itu, masyarakat sekitar menyebut sekolah Akib sebagai "sekolah lapang" karena menumpang di lahan kosong. Tanah lapang yang luas di sekitar villa tersebut pun dijadikan tempat melakukan praktek budidaya ternak dan tanaman.  

Awalnya, sekolah jauh yang dikelola Akib hanya memiliki 2 rombel dengan jumlah siswa 58 orang dan satu ruang kelas. Dengan sekolah yang serba kekurangan tersebut, Akib terus bertekad untuk mengembangkan visi sekolah dan terus membangun networking. “Dengan segala keterbatasan yang ada kami  bertekad mewujudkan Sekolah  Teaching Industry,” katanya. Dalam hal ini, ayah tiga anak ini pun memanfaatkan dan mengelola semaksimal mungkin peluang yang ada demi meningkatkan layanan pembelajaran dan peningkatan mutu pendidikan, baik intrakurikuler maupun ekstrakurikuler. Dalam ROTANE, kegiatan ini merupakan salah satu dari pemanfaatan peluang (Opportunity).

Tahun 2004, Akib diangkat sebagai kepala sekolah. Kendati demikian, ia harus berusaha keras supaya sekolah dapat memenuhi Standar Pendidikan Minimal (SNP). Persoalan pelik pertama yang muncul adalah pengembangan lahan sekolah. “Sebagai kepala sekolah ‘numpang’,  tentu sangat terbantu dengan adanya kepercayaan dari P4S dan pengelola Villa Aquila serta masyarakat. Karena itu, memelihara kepercayaan ini sangatlah penting dan kami menjaga dengan sebaik-baiknya diantaranya dengan cara mematuhi semua aturan yang telah disepakati bersama sebelumnya,” tuturnya.

Secara bertahap, sekolah mendapatkan kepercayaan dari berbagai pihak untuk membangun fasilitas pembelajaran secara bertahap. Tahun 2004, sekolah Akib mendapatkan lahan 5.000 m2 dari Pasum Kota Bunga yang dihibahkan melalui Pemerintah Kabupaten Cianjur, yang diikuti dengan bantuan Program SMK Kecil dari pemerintah Pusat dengan nilai Rp 250 juta. Sejak itu, status SMK Kelas Jauh yang menumpang meningkat menjadi SMK kecil yang dibangun pada lahan tersebut.

Teamwork pun mulai dibangun untuk melaksanakan kepercayaan baik pengembangan fasilitas maupun meningkatkan mutu pembelajaran melalui pembelajaran model Teaching Industry yang dilaksanakan di lapangan. Adapting dan Networking dikembangkan dengan siapapun yang dapat membantu mewujudkan sekolah impian. Pada akhir tahun 2004, SMK Kecil mempunyai 2 (dua) ruangan kelas baru, sehingga ruang belajar siswa pindah dari Villa Aquilla dan P4S ke ruangan kelas baru tersebut di Desa Cibodas Keacamatan Pacet.

Menjadi SMKN 5 Cianjur
Pada tahun 2005, SMK Kecil beralih nama menjadi SMK Negeri 5 Cianjur dan Akib dikukuhkan menjadi kepala sekolahnya. Strategi “ROTANE” terus dikembangkan. Pada pertengahan tahun 2005, SMKN 5 Cianjur mendapatkan kepercayaan dari P4TK Cianjur untuk mengembangkan program working station bidang pertanian sehingga mendapatkan fasilitas pembelajaran yang signifikan untuk mengembangkan Teaching Industry, diantaranya Green House Bunga Rosolan seluas 400 m2, Laboratorium Kultur Jaringan 2 paket, bantuan Peternakan sapi perah, dan diikuti dengan bantuan dari Dinas Peternakan sebanyak 36 ekor kambing perah sebagai hasil Networking.

Saat itu, visi sekolah belum tercapai. Akib masih menggunakan konsep sekolah lapang. Daya dukung sumber daya manusia masih sangat minim dan tenaga kependidikan 100% honor. Beban semakin berat karena pada waktu itu dibuka juga program Akomodasi Perhotelan dan Usaha Jasa Parawisata. Namun demikian, Akib  tidak patah arang. Segala daya upaya dilakukan dengan selalu melakukan upaya “ROTANE”, yaitu setiap saat selalu membaca keadaan kondisi lingkungan, memanfaatkan peluang, membangun kepercayaan, menjalin kerjasama di setiap kesempatan, melakukan pengembangan kewirausahaan dengan matang, selalu melakukan evaluasi secara berkelanjutan, bersemangat, dilandasi dengan keimanan dan ketaqwaan, ulet dalam mengahadapi tantangan, selalu membangun kebersamaan dan aktif berinovasi serta tidak pernah berhenti bermimpi untuk berprestasi. Berbagai kesulitan yang dihadapi selalu dapat diselesaikan dengan baik.

Kerja keras Akib membuahkan hasil. Hal ini dibuktikan dengan bertambahnya kepercayaan masyarakat terhadap sekolah, diantaranya setiap tahun jumlah siswa selalu meningkat. Terbukti dari 58 orang tahun 2003, pada tahun 2006 sudah mencapai 510 siswa. Ini juga berdampak pada pengembangan fasilitas dan sumbangan pendidikan dari masyarakat yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan pendidikan. Pengembangan aspek-aspek tersebut bermuara pada peningkatan dan pengembangan kecakapan hidup siswa yang diwujudkan melalui pencapaian kompetensi dasar untuk bertahan hidup serta mampu menyesuaikan diri agar berhasil dalam kehidupan bermasyarakat.

Tahun 2006,  kurikulum berorientasi pada kompetensi. Standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran berfungsi sebagai acuan pengembangan Teaching Industry. Pengembangan Teaching Industry disesuaikan dengan potensi dan karakteristik daerah masing-masing. Pembelajaran dapat menghasilkan kompetensi, yang sangat terkait dengan  kemampuan siswa agar dapat berusaha secara mandiri.

Hasil dari kerja keras pengelolaan sekolah tidak sia-sia dan menunjukkan prestasi yang menggembirakan, diantaranya Akreditasi A3 (tiga) Program keahlian, Juara LKS Tingkat Provinsi Bidang Peternakan, pengembangan lahan 1,5 Ha dari Pemerintah Daerah, jumlah Lulusan 100 %, dan adanya kesempatan siswa magang ke Jepang.

Upaya Pemecahan Masalah Tahun 2007-2008
Dalam pendidikan kejuruan yang terbatas sarana prasarananya, pengembangan SDM adalah bagaimana mereka dapat mengembangkan pengetahuan, sikap, dan kecakapan. Fokus pengembangan SDM adalah kemampuan memiliki putusan yang baik dan melakukan tindakan positif. Ini menjadi pola sikap yang membantu dalam mengembangkan kerja sama dengan yang lainnya, khususnya mereka dengan yang beragam latar belakang dan kemampuan. Karena itulah masa ini disebut juga masa networking.
Akib mengembangkan sikap-sikap dan perilaku guru  dengan cara mendorong untuk mulai giat membicarakan tentang kebutuhan sekolah yang dapat mengarah pada pembuatan kebijakan sekolah, membantu mengevaluasi program sekolah, dan meningkatkan keterlibatan guru dalam mengatasi masalah sekolah. Kepedulian pada mutu lebih dominan karena sekolah telah mulai mendapatkan sarana dan prasarana yang lebih baik dari sebelumnya.
Tahun 2007 pun adalah tahun penuh kejutan bagi sekolah sebagai hasil dari strategi pengembangan “ROTANE”. Pemerintah Kabupaten Cianjur memberikan lahan pengembangan sekolah seluas 1.5 Ha, sehingga total lahan yang dimiliki sekolah menjadi 2 Ha. Sejak itu, fokus pengembangan Teaching Industry pun mulai diarahkan kepada pengembangan Tanaman Hias dan Holtikultura, yang juga bekerja sama dengan masyarakat dan pengusaha (networking).

Menjadi RSBI
Dampak dari hasil kerja keras ini, di pertengahan 2007, sekolah mendapatkan kado istimewa berupa ditetapkannya SMK Negeri 1 Pacet sebagai Sekolah Rintisan Bertaraf Internasional (RSBI). “Dengan kepercayaan ini tentu kami sangat gembira karena kami satu-satunya SMK Kecil yang mampu mengsejajarkan diri dengasn SMK besar yang sudah senior dan berusia puluhan tahun, meskipun saat itu kami baru berdiri 3 (tiga) tahun,” kata Akib.
Demi menjaga kepercayaan sebagai sekolah RSBI, SMKN 1 Pacet selalu meningkatkan mutu kinerja dengan membentuk teamwork yang baik sehingga menghasilkan renstra yang sesuai dengan tuntutan RSBI. Salah satunya meningkatkan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan sekolah yang meliputi  :
  1. kemudahan masyarakat memperoleh informasi mengenai sekolah,
  2. adanya transparansi pengelolaan keuangan sekolah, 
  3. kepala sekolah mampu melakukan komunikasi dalam menangani perbedaan pandangan masyarakat terhadap pengelolaan sekolah.

Pada periode ini, dampak yang dicapai antara lain pengembangan unit produksi sebagai Teaching Industry, lulusan 100%, magang ke Jepang bertambah, penghargaan sekolah berbudaya lingkungan tingkat provinsi dan kabupaten, Juara I LKS Tingkat Nasional bidang Agronomy, Masuk RSBI, ISO 9001:2008, dan pengelolaan dana terbaik.

Upaya Pemecahan Masalah Tahun 2009 - 2011  ( Business Center )
Sebagai dampak dari pengelolaan sekolah di periode sebelumnya yang menghasilkan banyak penghargaan dan kepercayaan, maka pada tahun 2009 bertambah pula kepercayaan guna pengembangan model Teaching industry yang lebih luas khususnya pada pengembangan bidang pertanian, yaitu kompetensi pengolahan hasil pertanian yang secara kreatif mengolah limbah pertanian yang berupa daun wortel, daun singkong, dan daun lokatmala diolah menjadi makanan ringan yang unik dan diminati oleh berbagai kalangan karena rasanya khas, bentuknya unik, dan harganya terjangkau.

Di bidang kompetensi keahlian agribisnis tanaman pangan dan holtikultura keberhasilan SMKN 1 Pacet mengembangkan tanaman hias bunga kastuba dan sayuran membuahkan kepercayaan dari pemerintah pusat yang kemudian memberi bantuan senilai 400 juta untuk mengembangkan program tersebut. Di saat yang bersamaan, pada tahun 2009, lahirlah konsep pengembangan Business Center yang terbagi atas 5 (lima) divisi, yaitu Divisi Sarana Produksi Pertanian, Tanaman Hias, Produksi Tanaman Hidroponik, Pengolahan Makanan, dan Pemasaran. 

Sebagai Kepala Sekolah, Akib menerapkan strategi “ROTANE” guna mewujudkan Business Center yang sesuai dengan visi misi serta tujuan yang telah ditetapkan, yaitu terwujudnya SMK Negeri 1 Pacet sebagai pusat pengembangan pendidikan berlandaskan iman dan taqwa berbasis teknologi produksi pertanian dan pariwisata dengan tingkat kualifikasi lulusan berstandar internasional, berjiwa wirausaha, berbudi pekerti luhur, dan berwawasan lingkungan hidup. Langkah yang paling strategis adalah dengan membentuk teamwork guna pengelolaan Business Center, baik untuk level sekolah maupun di  tingkat divisi, di mana setiap komponen diwajibkan untuk menyusun renstra.

Pada tahun 2010 semua devisi menjalankan tugasnya dengan baik. Koordinasi antara divisi satu dengan lainnya sangat baik dan saling mendukung, sehingga semua kegiatan menjadi efisien. Dari kelima divisi ini, keseluruhannya dilaksanakan oleh siswa dan guru, di mana pada tahap awal didampingi oleh tenaga profesional dari industri untuk menerapkan prinsip dasar pengembangan Teaching Industry. Produk yang dihasilkan berkualitas dan unik, sehingga mampu menembus pasar lokal dan regional. Bahkan melalui kegiatan pameran, tidak jarang ada permintaan pasar untuk internasional. Berbagai komentar tentang produk yang dihasilkan oleh SMK Negeri 1 Pacet mendapatkan respon positif, misalnya dari pengusaha Nasional Bob Sadino yang merespon bahwa produk yang dihasilkan siswa SMKN 1 Pacet bidang Pertanian berkualitas baik, sehingga diminta untuk mengisi supermarket yang dimilikinya ( Kem Chick ). Komentar Beliau, “Kib, Produk Paprika yang kamu hasilkan bagus kualitasnya, bisa menyaingi produk import. Berapa kamu jual ? Akib menjawab, “15 ribu untuk yang merah,”. Bob Sadino langsung terperangah, “Kok murah banget ! Jangan kamu jual di tempat. Ambil pasar di supermarket saja. Bila perlu di tempat saya,” katanya. Mulai saat itu, produk yang dihasilkan siswa SMK N 1 Pacet dipasarkan melalui Kem Chick.

Selain itu, ketika Akib melaporkan dan mempresentasikan kegiatan hasil Busines Center ke Direktorat Pembinaan SMK dengan konsep Business Center  model Teaching Industry, ia mendapatkan apresiasi dari Direktorat PSMK terutama dalam pengembangan pertanian. Kemudian ia kerap dipanggil untuk menjadi narasumber kewirausahaan.

Dampak dari pengembangan Business Center antara lain, Akib pernah mendapat Juara I Kepala Sekolah Berbudaya Lingkungan Tingkat  Kabupaten, Provinsi, dan Nasional, Juara I LKS Tingkat Nasional Bidang Agronomy.

Upaya Pemecahan Masalah Tahun 2012 – sekarang
Masa ini adalah masa penyempurnaan program untuk mencapai tujuan pendidikan khususnya untuk mencetak lulusan yang mampu berwirausaha. Karena itu, strategi “ROTANE” dioperasionalkan secara lebih tajam untuk melihat komponen apa yang harus disempurnakan agar pengembangan Teaching Industry mampu menghasilkan lulusan yang Santun, Mandiri, Kreatif, Berilmu, Inovatif, Sehat, Agamis (SMK BISA).

Sebagai apresiasi dari Dit. PSMK atas keberhasilan SMKN 1 Pacet dalam pengembangan kewirausahaan khususnya di bidang pertanian, maka SMKN 1 Pacet mendapatkan kepercayaan sebagai sekolah binaan Jerman melalui Program Social Economic development Through Vocational Education and Training ( SED TVET ), yang besarnya Rp 8,5 Milyar untuk mendukung program Teaching Industry. Sharingnya diberikan oleh Dit. PSMK untuk pengembangan sarana dan lahan dari Pemerintah Daerah. Program tersebut saat ini dalam proses, dan implementasinya akan terlaksana pada tahun 2014 sampai 2015.

Strategi “ROTANE” merupakan strategi yang berbasis kemampuan Entrepreneur. Karena itu ke depan perlu dikembangkan pada sistem manajemen mutu yang dilengkapi dengan Standar Operasional Prosedur ( SOP ) untuk menjadi penduan seluruh warga sekolah dalam mengembangkan Teaching Industry guna menghasilkan lulusan yang profesional dan mandiri. Dengan demikian tidak hanya bertumpu pada leadership perorangan.

Kegigihan Akib untuk memajukan sekolah menengah pertanian membuahkan hasil. Bermula hanya dari kelas jauh, Akib berhasil mengubah sekolah yang menumpang di lahan masyarakat menjadi salah satu sekolah menengah kejuruan (SMK) pertanian terbaik di negeri ini. "Saya hanya ingin berbuat yang terbaik. Jika SMK kecil dinilai bisa menjadi sekolah unggulan, saya berharap ini bisa menjadi inspirasi untuk model pengembangan pendidikan. Saya sedih, di Indonesia ada ahli pertanian, tetapi pasar dibanjiri produk pertanian dari luar negeri. Padahal, kalau ditekuni, pertanian menghasilkan keuntungan yang besar," ujarnya.****

Ditulis tahun : 2013




No comments:

Post a Comment