Perma Bakti, M.Pd.
Juara 1 Guru SMP Berprestasi Nasional 2014
Juara 1 Guru SMP Berprestasi Nasional 2014
Perma Bakti, M.Pd., sangat
meyakini bahwa setiap jalan hidup manusia yang telah ditentukan oleh Tuhan Yang
Maha Esa adalah untuk kebaikan manusia itu sendiri. Ia telah banyak
membuktikannya selama 36 tahun perjalanan hidupnya. Oleh karena itu, pria
kelahiran Ulundanau, 19 Februari 1978 ini banyak bersyukur dengan apa yang
telah dijalani dan diperolehnya. Termasuk menjadi Juara 1 Guru SMP Berprestasi
Nasional 2014.
Perma Bakti besar di sebuah desa
kecil yang tenang dan damai di Baturaja, Kabupaten Oku Selatan, Provinsi
Sumatera Selatan. Ia hidup di tengah-tengah keluarga sederhana yang bersahaja
dan religius. Ayahnya yang seorang guru memiliki sebuah pesantren di rumahnya,
khusus untuk anak-anak supaya mereka dapat belajar agama dengan baik. Oleh
karena itu, Perma dididik menjadi seorang pribadi yang mandiri, tidak manja,
berdisiplin, dan bertanggung jawab. Apalagi ia adalah anak kedua, yang juga
anak kembar, dari tujuh bersaudara. Maka Perma pun dituntut untuk senantiasa
memberikan contoh yang baik bagi adik-adiknya. “Sekilas terlihat keras. Tapi
sebenarnya cara mendidik orangtua kami itu sangat baik, karena manfaatnya
benar-benar kami rasakan ketika kami dewasa. Misalnya, Bapak saya benar-benar
melarang anaknya merokok. Jika sampai ketahuan merokok, maka ia tak segan untuk
memukul kami dengan rotan. Manfaatnya, hingga kini saya tidak merokok. Bahkan
dengan baunya saja saya tidak suka,” kenang Perma.
“Demikian pula ketika orangtua
kami sibuk bekerja di kebun, maka kami dituntut untuk setidaknya membantu
menjaga adik dan merawat rumah. Saya mereka pulang dari kebun, rumah harus
benar-benar bersih, nasi sudah harus tersedia, meski kami tak diharuskan
memasak lauk-pauk,” tambahnya lagi.
Kini Perma merasa bahwa hasil didikan
orangtuanya juga turut mengantarkan kesuksesan baginya. Termasuk sukses menjadi
pemenang di ajang bergengsi penghargaan PTK Berprestasi dan Berdedikasi
Nasional 2014. Dulu, ayahnya lah yang menyarankannya untuk menjadi guru dan kuliah
di IKIP. Awalnya, setelah lulus dari MAN 2 Palembang (menginjak bangku SMA,
Perma pindah ke Palembang, meninggalkan desa dan orangtuanya karena di desanya
belum ada SMA), Perma ingin melanjutkan kuliah di jurusan Teknik Pertanian.
Namun demi mengindahkan saran ayahnya, maka ia pun juga memilih IKIP Malang
Jurusan Fisika sebagai pilihan kedua. Pilihan pertamanya adalah Jurusan
Matematika UNSRI, sama seperti saudara kembarnya. Namun rupanya takdir
mengatakan bahwa Perma diterima di IKIP Malang jurusan Fisika.
Pertama Kali Merantau
Waktu itu, Perma sama sekali
tidak tahu dimanakah letak Kota Malang berada. Bahkan keluar dari Pulau
Sumatera pun ia belum pernah. Maka dengan diantar kakaknya – yang juga belum
pernah ke Malang, Perma pun berangkat menuju kampus barunya. Saat itu ia sempat
terlambat untuk registrasi dikarenakan ia terlambat melihat pengumuman
kelulusan. Namun untunglah pihak universitas, dengan kebijakannya, memaklumi
keterlambatan Perma dikarenakan ia berasal dari luar Jawa. “Waktu saya masuk,
saya sudah terlambat ospek selama 1 hari...” kisahnya.
Dan beruntung pula ia, karena
pada hari itu juga Perma segera mendapatkan kos-kosan. Salah satu pegawai
universitas menawarinya. Ternyata Perma sangat menyukai kos-kosan tersebut
sehingga ia bertahan di sana bahkan sampai lulus kuliah. Tak heran jika
hubungannya dengan bapak kos begitu baik, seperti layaknya bapak dan anak.
Perma seringkali diajak jalan-jalan, makan bersama, bahkan acapkali diminta
untuk memijat bapak kos.
Di IKIP Malang yang kemudian pada
tahun 1996 berubah menjadi Universitas
Negeri Malang, Perma pun aktif di organisasi. Sejak duduk di bangku sekolah, ia
memang senang mengikuti organisasi. “Di MAN 2 Palembang, saya adalah pengurus
OSIS. Di SMP juga menjadi bendahara OSIS. Hingga di Universitas, selain aktif
di HMJ, saya juga aktif di Pramuka. Namun karena jadwal HMJ dan Pramuka
seringkali bentrok, akhirnya saya hanya aktif selama satu tahun di Pramuka.
Saya juga aktif di Dewan Mahasiswa Fakultas, dan juga aktif di organisasi PMII.
Sekarang saya baru merasakan bahwa organisasi sangat berguna untuk kehidupan,”
katanya.
Kuliah di Universitas Negeri
Malang pun ternyata menuntunnya untuk menemukan jodohnya, yang ternyata adalah
teman sekelasnya. “Mulanya dia di jurusan Biologi, tapi ketika semester 3
pindah ke jurusan Fisika. Akhirnya ketemu dengan saya. Saya nikah bulan Juni
2003. Waktu itu saya sudah bertugas di Bontang. Sekarang istri saya adalah guru
PNS di SMA Negeri 2 Bontang,” Perma memberitahu.
Selama 4,5 tahun belajar di
Universitas Negeri Malang, tahun 2001, akhirnya Perma dinyatakan lulus. Di saat
yang sama, Perma mendapati adanya lowongan di Yayasan Pupuk Kaltim Bontang
untuk menjadi guru. Maka tanpa ragu-ragu, Perma dan kawan-kawannya pun membuat
surat lamaran. Tak lama berselang, ia pun mengikuti tes penerimaan; mulai dari
tes potensi akademik, praktek mengajar, hingga psikotes yang dilaksanakan di
UNAIR Surabaya, yang kemudian hanya menyisakan 3 orang, termasuk Perma. Setelah
melalui serangkaian tes hingga tes akhir, Perma harus menunggu beberapa hari
untuk mengetahui pengumumannya.
Pada masa menunggu hasil tes dari
Yayasan Pupuk Kaltim itulah tiba-tiba Perma mendapat tawaran lowongan dari
Ketua Jurusannya untuk mengajar di MTs 1 Malang. Dengan penuh antusias ia pun
langsung menerima tawaran tersebut dan
mendatangi sekolah tersebut untuk berjumpa dengan kepala sekolahnya. Rupanya
Perma langsung diterima saat itu juga, dan diminta untuk mengajar pada keesokan
harinya. Perma masih ingat, gaji pertamanya mengajar di MTs 1 Malang itu adalah
sebesar 180 ribu rupiah, yang langsung habis dalam sehari untuk mentraktir
teman-temannya menonton bioskop.
Gagal Berangkat
Selang beberapa hari kemudian,
keluarlah pengumuman dari Yayasan Pupuk Kaltim. Perma dinyatakan diterima
menjadi guru di Yayasan Pupuk Kaltim Bontang. Senang tiada terkira yang
dirasakannya. Sesegera, Perma pulang ke Sumatera untuk memberi tahu kabar
bahagia sekaligus berpamitan. Namun sesampai di Sumatera, rupanya pada saat itu
pesantren di rumahnya sedang mengadakan kegiatan pengajian. Maka tak pelak Perma
pun turut serta dalam kesibukan itu. Namun rupanya kegiatan tersebut membuatnya
amat lelah, sehingga Perma pun menunda kepulangannya ke Jawa.
Sesampai di Jawa, ia menyadari
bahwa ternyata ia telah terlambat. Rombongan yang diterima di Yayasan Pupuk
Kaltim dari Jawa telah diberangkatkan ke Bontang. Namun karena kondisinya yang
waktu itu masih tak memungkinkan untuk menyusul ke Bontang, maka akhirnya Perma
pun mengirimkan kabar ke Yayasan bahwa untuk saat itu ia tak bisa berangkat ke
Bontang, dan berharap Yayasan segera menemukan penggantinya, rekannya yang
lain. “Akhirnya salah satu teman saya satu kelas yang asli Kaltim dipanggil dan
tes disana. Jadilah dia yang diterima,” katanya. Sementara itu, Perma pun
kembali mengajar di MTs 1 Malang.
Setahun kemudian, pada tahun
2002, tiba-tiba Perma kembali menjumpai adanya lowongan pendidik di Yayasan
Pupuk Kaltim. Perma menjadi begitu bersemangat karena sejak lama ia berharap
mendapat kesempatan itu. Namun karena merasa dulu sudah pernah diterima, maka
Perma pun langsung menghadap Kepala Bagian Personalia Yayasan Pupuk Kaltim. Ia
menceritakan bahwa dulu ia sempat dinyatakan diterima, namun tak bisa langsung
berangkat dengan alasan kondisi fisiknya yang saat itu tak memungkinkan. Kepala
Bagian Personalia itu kemudian menyarankannya untuk bertemu dengan Kepala
Sekolah Yayasan Pupuk Kaltim yang kebetulan pada saat itu juga berada disitu. “Ya
sudah, kalau begitu mari kita lihat hasil tes para pelamar yang sekarang ini.
Kalau hasil mereka di atas Anda, maka Anda gagal berangkat,” kata Kepala
Sekolah itu. Beruntunglah Perma waktu itu, karena ternyata hasil tes para
pelamar tersebut masih di bawah hasil tesnya pada tahun lalu. Maka berangkatlah
ia ke Bontang, menjadi guru di Yayasan Pupuk Kaltim.
Setelah pamit dengan tempat
mengajarnya, Mts 1 Malang, Perma bersama 9 orang lainnya berangkat menuju
Bontang. “Sesampai di Balikpapan, kami naik pesawat lagi ke Bontang. Sampai di
Bontang, kami dijemput dan ditempatkan di mess yang sudah disediakan. Ternyata
sudah ada 4 orang disana yang berasal dari penerimaan lokal. Jadinya, kami menjadi
ber-13 orang,” kata Perma.
Selama seminggu pertama, Perma
dan kedua belas guru baru lainnya mengikuti orientasi dan outbond yang diadakan
oleh Yayasan Pupuk Kaltim. “Kami diajak melihat-lihat pabrik, sekolah-sekolah,
dan lain sebagainya. Baru minggu berikutnya kami mengajar,” kata Perma. Waktu
itu, Perma ditugaskan untuk mengajar SMA, menggantikan kawannya yang diterima
tahun sebelumnya namun kemudian mengundurkan diri karena memutuskan untuk
mengikuti suaminya.
Namun karena pada waktu itu adalah
bulan Mei, yakni bulan yang mendekati tahun ajaran baru, para guru baru
tersebut hanya mengalami masa mengajar yang singkat. Perma sendiri pun dipindah
untuk mengajar SMP Yayasan Pupuk Kaltim (YPK) pada tahun ajaran baru, yang
bertahan hingga saat ini.
Pada tahun September 2011, Perma
mengikuti PLPG dan kemudian dinyatakan
lulus. Pada bulan Oktober, ia mendapati pengumuman dari Dinas Pendidikan
Provinsi bahwa guru-guru RSBI (saat itu
SMP YPK adalah sekolah RSBI) diberikan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan
di Universitas Negeri Malang. “Kami pun senang. Maka banyak teman-teman kami,
termasuk saya, mendaftar. Setelah kami tes di Dinas Pendidikan Samarinda, Kami
lulus dan dinyatakan dapat melanjutkan sekolah lagi. Tapi ternyata bukan di UM,
melainkan di Unesa. Kami kaget, kok sekarang jadi Unesa. Tapi mungkin semua ini
sudah diatur oleh Allah SWT. Karena sebenarnya dengan kami ke Unesa, kami
justru mendapat lebih banyak kemudahan,” kata Perma.
Pada saat itu, ia dan istrinya
yang juga seorang guru mengikuti program tersebut, dan istrinya pun juga
dinyatakan lulus. Maka Perma dan istri pun harus pindah sementara ke Jawa untuk
menyelesaikan studi bersama. Otomatis, mereka pun harus membawa anak-anak
mereka. “Saya pikir, kalau saya di Malang, maka saya harus mencari kontrakan
dan pengasuh anak. Tapi kalau di Unesa, ada kakak istri saya yang tinggal di
Surabaya sehingga kami bisa menumpang sementara di rumahnya. Selain itu, setiap
minggu, istri saya yang asli Gresik pun bisa pulang ke rumah,” kata Perma. Hal
lain yang ia syukuri adalah bahwa ia dan istrinya dapat menyelesaikan S-2 Pendidikan
Sains hanya 20 bulan.
SMP Yayasan Pupuk Kaltim, Bontang
SMP Yayasan Pupuk Kaltim (YPK)
berada di Jalan Cipto Mangunkusumo No. 1 Bontang, Kalimantan Timur. SMP yang
berdiri sejak tahun 1983 ini awalnya terkonsep sebagai tempat untuk
menyekolahkan anak para karyawan PT Pupuk Kaltim, supaya mereka mendapat
pendidikan yang layak seperti halnya di tanah Jawa. Pasalnya, banyak orang Jawa
merasa tidak tertarik untuk bekerja di PT Pupuk Kaltim karena sebagian dari
mereka khawatir dengan kualitas pendidikan anak-anaknya. “Sebelum saya masuk,
hampir sebagian besar guru-guru disini berasal dari Jawa. Makanya, meski saya berada
di Bontang, rasanya tidak seperti di Bontang, karena sebagian besar orang di
sekeliling saya adalah orang Jawa. Tapi sekarang Yayasan Pupuk Kaltim pun
memprioritaskan orang lokal untuk direkrut terlebih dahulu,” ungkap Perma.
Sejak dulu, SMP YPK selalu
menjadi sekolah favorit di Bontang. Ada pula sekolah milik Yayasan PT Badak,
yang kerap menjadi saingan SMP YPK. Hal ini dikarenakan pada periode lalu,
sekolah negeri masih belum mampu untuk bersaing dengan sekolah swasta. Namun
seiring waktu, saat otonomi daerah mulai diberlakukan atau saat pemerintah
mulai memperhatikan sekolah-sekolah negeri, maka sekolah-sekolah negeri di
Bontang pun mulai bermunculan, sehingga persaingan kualitas pun semakin ketat.
Kendati demikian, menurut Perma, kualitas SMP YPK dan kepercayaan yang
diberikan masyarakat masih dipertahankan dengan baik. Bahkan pada Ujian
Nasional tahun ini, peroleh nilai tertinggi se-kabupaten masih diraih oleh SMP YPK.
Sekolah yang saat ini dipimpin
oleh sekolah Suroto, S.Pd. ini pada tahun ajaran 2014/2015 menerima siswa baru
sebanyak kurang lebih 200 siswa, yang tentunya hasil dari penyaringan yang
sangat ketat. Itupun masih diklasifikasikan antara kelas cepat dan kelas agak
cepat. Total kesemuanya ada 23 rombongan belajar. Dengan jumlah tenaga pendidik
dan kependidikan sebanyak 53 orang, pembelajaran cukup berjalan efektif dan
efisien. Apalagi fasilitas, sarana, dan prasarananya sangat memadai. Setiap
kelas sudah dilengkapi LCD, sound system, hingga air conditioner. Pembelajaran
pun berbasis TIK, dimana penggunaan internet sudah tak asing lagi. Setiap
rombongan belajar terdiri dari 26 – 30 siswa.
Para guru yang mengajar di SMP YPK
pun adalah guru-guru yang sangat berkualitas. Dalam proses pembelajaran, mereka
telah disediakan laptop. Guru-guru di SMP YPK juga dituntut untuk rajin dan
termotivasi untuk melahirkan inovasi-inovasi menarik dalam pembelajaran.
Ditambah dengan adanya kewajiban sertifikasi, tak ada satupun guru di SMP YPK
yang memiliki jam mengajar sedikit. Untuk kualifikasi, sudah ada 6 guru yang
telah melanjutkan pendidikan hingga S-2. Demikian pula banyak para guru yang telah
meraih prestasi.
Di samping itu, Yayasan Pupuk
Kaltim pun memiliki program rutin demi meningkatkan kualitas dan kompetensi para
guru berupa pelatihan atau training, yang diselenggarakan setiap tahun. “Kami
pun juga sering ikut program dari Dinas Pendidikan, baik itu di tingkat
kabupaten maupun provinsi. Kami cukup sering mewakili kota/daerah. Jadi kami
sering kemana-mana. Saat ini kami bahkan berencana hendak mengadakan seminar
nasional tentang kurikulum 2013 dengan mendatangkan narasumber yang langsung
terlibat dalam penyusunan kurikulum 2013,” terang Perma.
Kurikulum 2013 Lebih Menyenangkan
SMP YPK saat ini telah menerapkan
Kurikulum 2013, terutama kelas 7 dan kelas 8. Perma Bakti sendiri saat ini
mengajar di kelas 8 dan kelas 9. Menurut Perma, Kurikulum 2013 ini cukup bagus
asalkan para pelaksananya benar-benar diberikan pemahaman. “Banyak guru yang
sudah dilatih dan memahaminya merasa sangat nyaman dan tertarik dengan
Kurikulum 2013. Saya sendiri masih belum mengikuti pelatihan 2013. Jadi untuk
sementara, saya banyak browsingi internet. Tapi teman-teman saya juga banyak
yang mengikuti pelatihan Kurikulum 2013, sehingga saya bisa banyak bertanya
pada mereka. Semestinya sekarang ini waktunya saya ikut pelatihan, tapi karena
saya ikut ajang guru berprestasi ini, jadi waktunya bertabrakan,” kata Perma.
Ia pun menceritakan bahwa dengan
menggunakan Kurikulum 2013, asalkan gurunya benar-benar memahami bagaimana
mengelola kelas dan mampu menciptakan suasana, anak-anak pun juga merasa
antusias. “Kami lebih banyak praktek di lapangan dan langsung mengamati, sehingga
kelas kami benar-benar hidup. Misalnya saat mengamati tumbuhan putri malu,”
Perma memberikan contoh.
Di mata siswa-siswanya, pria yang
telah 13 tahun menjadi guru ini mengatakan bahwa sekilas ia kelihatan galak.
“Tapi kalau mereka sudah kenal saya, saya marah pun anak-anak tertawa. Itulah
yang kadang juga tidak saya sukai. Waktunya saya serius marah, anak-anak tidak
percaya. ‘Pak Perma itu marah atau
bercanda sih...’” katanya. “Tapi saya selalu berusaha membuat anak-anak itu
menikmati. Artinya tidak terpaksa, dan juga tidak meremehkan. Jadi kalau mereka
belum siap untuk mulai belajar, maka saya pun tidak memulai. Contohnya, ketika
memulai tahun ajaran baru, kebetulan buku pelajaran masih belum ada. Saya pun
berpikir bagaimana caranya supaya anak-anak bisa tetap belajar. Maka saya pun
ngeprint soft copynya satu bab saja. Kemudian saya buatkan tampilan sehingga
anak-anak bisa melihat di layar. Kadang saya bagikan filenya, dan meminta
mereka mencari buku Kurikulum 2013 di internet. Akhirnya mereka mencari sendiri
dan belajar juga,” tambahnya.
Kendati demikian, SMP YPK
mengklasifikasikan siswa ke dalam golongan kelas cepat dan kelas agak cepat.
Menurut Perma, pengklasifikasian tersebut justru lebih memudahkan guru dalam
mengimplementasikan metode pembelajaran. “Kita harus mengenal karakter siswa.
Kalau anaknya cepat, maka gurunya pun nyantai,
karena apapun yang diperintahkan langsung jalan. Tapi bukan berarti kelas yang
agak cepat jadi susah dan berat, lho. Justru pada tahun kemarin saya menjadi
wali kelas yang agak cepat. Nyatanya, saya justru lebih menikmati. Tapi
semester sekarang saya diberi kelas yang cepat. Maka saya bilang bahwa saya
telah terlanjur menikmati kelas yang dulu. Ada kelebihan dan kekurangan
masing-masing di kelas tersebut. Di satu sisi, jika anak itu kognitifnya bagus,
maka daya tangkapnya pada pelajaran pun cepat. Tapi di sisi lain, anak yang
pintar itu juga kadangkala tata krama dan kesopannannnya kurang, sehingga kami
pun harus ekstra dalam memberikan pemahaman pada mereka. Mungkin karena mereka
merasa bisa atau superior. Tapi kalau di kelas yang agak cepat justru
anak-anaknya lebih nurut dan santun,” Perma mengungkapkan.
Mengintegrasikan TIK
Salah satu inovasi Perma dalam
pembelajaran adalah dengan mengintegrasikan TIK (teknologi informasi dan
komunikasi) ke dalam mata pelajaran. Inovasi ini pula lah yang diangkat Perma
menjadi karya tulis yang diajukannya pada lomba Guru Berprestasi Nasional 2014.
Menurut Perma, metode ini pun dapat meningkatkan ketrampilan berpikir siswa.
“Dengan model kooperatif dan bantuan TIK, saya ingin kemampuan berpikir kritis
siswa meningkat. Model pembelajaran kooperatif dengan bantuan TIK yang saya
buat ini rupanya cukup berhasil. Jadi, di samping mereka saya berikan tampilan
berupa gambar, video dan tulisan-tulisan, saya juga menugasi mereka mencari bahan-bahan
di internet. Jadinya, siswa menjadi berpikir lebih kritis,” terangnya.
Dalam mempersiapkan karya tulis,
obyek penelitian Perma adalah kelas 7 yang diajarnya. “Kebetulan pada
penelitian saya, saya mengambil topik tentang pemuaian. Tapi ternyata alatnya
sempat kurang. Akhirnya saya cari botol obat sebagai pengganti alat yang
kurang. Saya membelinya di toko laboratorium,” cerita Perma. “Jadi setelah saya
berikan informasi dengan video, gambar, dan sebagainya, kemudian saya bawa anak-anak
ke laboratorium untuk praktek. Kemudian mereka mengisi pertanyaan-pertanyaan
yang itu tidak bisa ditebak-tebak jika mereka tidak melakukan praktek dengan
benar,” tambahnya lagi. Rupanya, metode demikian cukup berhasil, karena Perma
melihat bahwa hasil tes anak-anak cukup baik.
Perma sendiri telah seringkali mengikuti berbagai
lomba dan telah pula mendulang banyak prestasi. Mulai dari tahun 2006, ia
pernah menjadi juara 2 Lomba Inovasi Pembelajaran SMP Tingkat Provinsi
Kalimantan Timur. Pada tahun 2007, menjadi juara 3 Lomba Pembuatan Multimedia
Pembelajaran Tingkat Yayasan. Tahun 2008 pernah mendapat Juara 3 dan Juara 2
dalam Lomba Pembuatan Multimedia Pembelajaran Tingkat Yayasan di waktu yang
berbeda. Tahun 2009 juga menjadi Juara 3
Lomba Pembuatan Multimedia Pembelajaran Tingkat Yayasan. Pada tahun 2009
menjadi Juara 2 dan Juara 3 Lomba Pembuatan Multimedia Pembelajaran Tingkat
Yayasan di waktu yang berbeda. Pernah pula mendapat The Fourth Runner-up pada
ajang ETC spelling Bee pada tahun 2009. Tahun 2010 masuk sebagai semi finalis
dalam Lomba Pengembangan Media Pembelajaran Tingkat Regional Kalimantan Timur,
pernah menjadi Juara 1 Lomba Penulisan Artikel Pendidikan Tingkat yayasan, dan pada
tahun 2011 pernah masuk sebagai semi finalis dalam Lomba Multimedia Tingkat Nasional,
yaitu National Competition of Technology
Integration.
Anggap Sebagai Try Out
Saat ditawari kepala sekolahnya untuk
mengikuti Lomba Guru Berprestasi 2014, Perma sempat merasa sangsi, karena
menurutnya waktu itu sangat mepet, sekitar akhir Februari 2014. Pasalnya, ia
merasa belum siap, terlebih dalam menyiapkan portofolionya. Ia katakan bahwa ia
baru siap untuk mengikuti lomba pada periode tahun 2015 nanti. “Namun ternyata
Kepala Sekolah telah mendaftarkan saya. Saya setengah dipaksa untuk ikut, akhirnya
saya pun terpaksa ikut. Tapi saya bilang pada Kepala Sekolah, saya bersedia
ikut asal jangan dibebani dengan target. Kepala Sekolah saya mengatakan, aggap
saja saya sedang mengikuti try out,” kata Perma. “Setelah mendaftar, saya
segera menyusun portofolio dan sebagainya. Dan tidak lama langsung tes di
kabupaten kota,” tambahnya.
Di tingkat Kabupaten Bontang,
rupanya saingan Perma tidaklah banyak, kurang dari 10 orang. Tak mengalami
kesulitan berarti, Perma pun dinyatakan sebagai juara di tingkat kabupaten,
sehingga ia berhak melaju ke tingkat provinsi. Sebelum melaju ke tingkat
Provinsi, Dinas Pendidikan Kabupaten Bontang sempat memiliki inisiatif untuk
membimbing para perwakilan Bontang sebagai persiapan untuk bertempur di tingkat
provinsi. “Kami, yang terdiri dari 8 orang ini berlatih presentasi KTI dan
sebagainya. Kalau saya pikir-pikir, sebenarnya lebih kejam disitu tesnya
ketimbang di tingkat nasional ini,” kata Perma. Dan rupanya usaha tersebut
tidak sia-sia, karena di tingkat Provinsi, juara 1 dan juara 3 diperoleh
Kabupaten Bontang.
Di tingkat Provinsi, Perma harus
menghadapi 12 pesaingnya yang lain, perwakilan dari berbagai kabupaten. “Kami
dilatih lebih keras lagi. Kami dikarantina di hotel dan diberi pelatihan
intensif. Kami memberi presentasi dan dikomentari semuanya, baik juri maupun
kawan sendiri. Yang melatih kami adalah dosen dari Universitas Mulawarman
(Unmul). Di samping itu, semua alumni juara dari Kalimantan Timur juga diundang
untuk melatih kami, memberikan materi, memberikan testimoni juara, serta
memompa semangat kami. Beberapa
narasumber pun juga didatangkan dari Jawa,” kata Perma. Menurutnya, Kalimantan
Timur sudah beberapa kali menjadi juara, sehingga semakin lama persiapannya
semakin matang. Meski bagi Perma ini adalah pengalaman pertama, namun ia pun
merasa optimis untuk melaju ke tingkat nasional. Meski demikian, saat disebut
ia menjadi juara 1 Provinsi, ia sempat tidak percaya. Perma merasa bahwa
saingan-saingannya luar biasa.
Di tingkat provinsi, Perma juga
bertemu dengan para alumni juara dari Bontang. “Umumnya mereka mendapat juara
2. Sampai ada sebutan bahwa Bontang itu adalah spesialis juara 2,” kata Perma
sambil tertawa.
“Di tingkat nasional, saya merasa
tidak punya beban karena saya tidak memasang target. Saya anggap ini sebagai
try out saja. Lagipula, ternyata disini lebih santai. Makanya saya heran karena
banyak yang bilang katanya akan dibantai duluan... Ternyata nggak begitu...
Bahkan ketika kami masuk ruang tes sudah diberi selamat duluan,” ujar Perma.
“Saya benar-benar tidak menyangka
kalau saya jadi juara. Karena biasanya kan pemenangnya dari Jawa Tengah, atau Jawa
Timur. Ketika saya lihat Jawa Tengah saat tes, portofolionya sampai 3
kontainer. Aceh bahkan lebih besar lagi. Saya lihat ada juga teman yang gelarnya
sudah doktor. Maka saya merasa tahu diri lah, cukup memahami andai saya tidak
dapat juara. Itulah yang membesarkan
hati saya,” tambahnya lagi.
Oleh karena itu, ayah dua anak
ini merasa sangat bersyukur, karena akhirnya ia memecahkan rekor dengan menjadi
Juara 1 dari Bontang, yang sebelumnya
sempat disebut spesialis juara 2. “Saya segera SMS Kepala Sekolah saya, Kepala
Bidang, Pengawas, dan juga Pembimbing yang dari Unmul,” ceritanya. Perma pun
semakin bangga karena dari Kalimantan Timur, terdapat 1 lagi PTK Berprestasi
Nasional, yakni Kepala TK. ***
Ditulis tahun : 2014
Diterbitkan di Majalah Dikdas dan Guru (Kemendikbud)
No comments:
Post a Comment