Hulda Erikha Homadi
Guru daerah khusus Provinsi Papua
Guru daerah khusus Provinsi Papua
SDN Holtekam terletak di daerah
pesisir pantai Holtekam, Jayapura, Papua. Sebuah wilayah pedalaman yang
berbatasan langsung dengan negara tetangga, yakni Papua New Guenea. Sudah lima
tahun lamanya Hulda Erikha Homadi di SDN Holtekam demi mencerdaskan anak-anak
pesisir di Distrik Muara Tami. Tak gentar meski tantangannya cukup berat.
Daerah perbatasan tempat Hulda mengajar adalah termasuk daerah dengan kategori
merah karena seringkali terjadi penembakan yang mengorbankan warga sipil.
“Apabila kami hendak ke kota, kami harus melewati jalur merah tersebut. Namun,
semangat kami untuk mencerdaskan anak bangsa membuat kami terus berjuang tanpa
kenal takut,” kata wanita kelahiran Jayapura, 10 Juni 1979 ini.
Di Distrik Holtekamp, sebagian
orangtua murid bekerja sebagai nelayan, petani tambak, dan berkebun.
Penghasilan mereka tak banyak, sehingga mereka senantiasa terbiasa dengan
keterbatasan. Umumnya, anak-anak biasa membantu orangtua mereka bekerja,
sehingga mereka tidak datang ke sekolah. Bagaimanapun, faktor ekonomi juga
menjadi kendala. Bukanlah pemandangan yang mengherankan jika anak-anak belajar
di sekolah tanpa alas kaki. Beberapa anak pun terpaksa harus berjalan kaki
sejauh 1km untuk datang ke sekolah setiap hari.
Pada tahun ajaran 2014/2015,
jumlah siswa di SDN Holtekam adalah sebanyak 163 anak. Jumlah guru PNS adalah 5
orang, dan guru honorer 4 orang. Kondisi sarana dan prasarana di SDN Holtekamp
ada 6 ruang kelas, 1 ruang kepala sekolah, 1 ruang guru, dan 1 ruang
perpustakaan. Sedangkan kamar mandi ada 5 tetapi yang berfungsi hanya 2.
Hulda, yang adalah sarjana
Theologia, menjadi guru bantu di SDN Holtekamp sejak tahun 2008. Kemudian tahun
2009 ia diminta untuk membantu mengajar di SDN Satu Atap Koya Koso, yang
terletak sekitar 10 km dari sekolah induk. “Saya mencintai profesi guru karena
guru selalu dikenang sepanjang masa, dan kelak yang saya didik nanti akan
menjadi pemimpin-pemimpin bangsa yang handal di negara ini,” tuturnya.
Saat ini, gaji yang diterima
Hulda adalah sebesar Rp.2.700.000. Demi menambah penghasilan, ia pun mencoba
untuk berjualan kecil-kecilan di sekolah maupun di rumah. “Saya memiliki kebun
kelapa untuk dijual ke pasar, meskipun harga jualnya tak sebanding dengan
proses pengambilan, pengupasan, dan sampai di pasar dengan biaya yang cukup
mahal,” katanya.
Selama menjadi guru di SDN
Holtekam, Hulda melihat bahwa awalnya kesadaran masyarakat pada pendidikan
masih sangat rendah. Oleh karena itu, sekolah sering melakukan upaya pendekatan
terhadap masyarakat, yakni tokoh adat di daerah setempat. Upaya ini sangat
membantu untuk mengajak anak-anak ke sekolah. Lambat laun, kesadaran masyarakat
mulai terlihat. Sedikit demi sedikit mereka mulai memahami arti pentingnya
pendidikan bagi anak-anak mereka. “Sejak itu, mereka pun aktif untuk ikut serta
bersama-sama menjaga kebersihan lingkungan sekolah,” kata Hulda. Hubungan
sosial antara sekolah dan masyarakat pun cukup baik, meskipun sempat terdapat
kasus dimana beberapa orang ada yang mengaku sebagai pemegang hak wilayah dan
menjual sebagian tanah/lokasi sekolah ke pihak lain, sehingga semakin sempit
area bermain dan belajar bagi anak di lingkungan sekolah. “Kami selaku tenaga
pendidik tidak mampu untuk berbuat sesuatu karena kami hanya ditugaskan oleh
pemerintah untuk mengajar/mendidik anak-anak yang ada di wilayah tersebut,”
ungkap Hulda.
Meski demikian, itu tak membuat surut
nyali Hulda dan rekan-rekannya untuk terus mengabdi di SDN Holtekam. “Apapun
yang terjadi, kami tidak akan pernah putus asa. Bagi kami, guru bukanlah
sekadar profesi belaka, melainkan sebuah panggilan jiwa. “Dalam situasi apapun,
kami akan tetap bertahan dan berjuang memberikan pelayanan pendidikan yang
terbaik untuk mencerdaskan anak-anak bangsa,” kata Hulda bersemangat. ***
Ditulis tahun : 2014
Diterbitkan di Buku Profil Gurdasus Tingkat Nasional 2014 (Kemendikbud)
No comments:
Post a Comment