Ita Yuliana, M.Pd.
Juara III Tutor Paket C Berprestasi Tingkat
Nasional 2013
Kiprahnya
menjadi pamong belajar sudah lima belas tahun lamanya. Oleh karena itu, Ita
Yuliana, M.Pd memiliki banyak pengalaman dan kesan menarik selama membimbing
warga belajar yang memiliki latar belakang beraneka ragam. Ia bahkan pernah
mengajar para narapidana di penjara anak-anak.
---
Ita Yuliana, M.Pd tak pernah menduga akan
menjadi tutor/pamong belajar pendidikan kesetaraan. Saat awal mendaftar ujian
CPNS, ia berharap dapat menjadi guru Matematika di sekolah formal. Tapi ketika
hasil ujian diumumkan, ternyata wanita kelahiran 25 maret 1973 ini justru
mendapat SK sebagai pamong belajar, yang kemudian ditempatkan di SKB Banjar,
Kalimantan Selatan. “Rejekinya jadi pamong, ya Alhamdulillah diterima di sana, dengan tupoksi mengajar paket A B
C,” katanya.
Sejak masih kuliah di FKIP Matematika Universitas
Lambung Mangkurat, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Ita sudah menjadi guru
honorer di SMA PGRI 1 Banjarbaru, sehingga ia cukup mengetahui dengan baik
karakter siswa-siswa di sekolah pendidikan formal. Namun ketika mengajar di
pendidikan kesetaraan, wanita asli suku Banjar ini mendapatkan pengalaman baru
yang justru menjadikan baginya sebuah tantangan. “Kalau di SMA, kita sebagai
guru ditunggu sama murid. Pas saya
mengajar di Paket B, kita yang menunggu mereka untuk belajar. Pakaian mereka
pun tidak seragam. Ada yang pakai sarung, ada yang pakai bedak belepotan, dan
sebagainya. Tapi Alhamdulillah mereka
memiliki motivasi belajar,” ungkap Ita.
Saat pertama kali mengajar di SKB Banjar, wanita
asli suku Banjar ini mengajar program paket C. Ia mengatakan bahwa sebagian
besar warga belajar di SKB Banjar adalah masyarakat dari golongan menengah ke
bawah yang tinggal di wilayah perkotaan Banjar, Kalimantan Selatan. “Ada yang putus sekolah karena mungkin
ekonomi orang tua, atau kalau perempuan biasanya karena menikah dulu, sehingga
sempat putus sekolah. Kalau yang tua-tua, kebanyakan adalah pekerja. Ada yang
bekerja di jadi tukang sapu, tukang potong, dan lain-lain,” katanya.
Menurut
Ita, mengajar Paket C sama sekali berbeda dengan mengajar di Paket A atau B
yang masih memiliki kemiripan dengan mengajar anak-anak di sekolah formal. Hal
itu dikarenakan Ita kadangkala harus menghadapi warga belajar dengan usia
dewasa, bahkan adakalanya lebih tua darinya. Kendati demikian, Ita merasa
sangat menikmati mengajar Paket C. “Kalau di SMA, antara murid dengan guru
sepertinya ada jarak. Tapi kalau di Paket C, antara tutor dan warga belajar
justru memiliki keterikatan yang lebih kuat. Mereka bahkan menganggap saya
adalah guru gaul. Tak jarang siswa saya senang curhat masalah rumah tangga. Bagaimanapun,
kita mau tak mau harus melayani mereka, misalnya dengan mendengarkan mereka, karena
pada dasarnya kita adalah pelayan masyarakat,” tuturnya.
Menurut Ita,
sebenarnya berinteraksi dengan warga belajar di Paket C itu gampang asalkan
senantiasa bersikap lembut. “Mereka kalau tersinggung sedikit saja, besoknya
sudah tidak masuk lagi. Sepertinya kalau
kita keras pada mereka, justru mereka dendam pada kita. Jadi harus dengan sikap
lemah lembut,” jelasnya.
Saat ini hanya ada 5 tutor di SKB Banjar.
Kendati demikian, jika SKB memerlukan guru untuk suatu bidang keahlian, SKB
Banjar tak segan untuk memanggil guru dari sekolah lain yang berkompeten untuk
diperbantukan. SKB Banjar sendiri memiliki dua kantor, yakni yang terletak di
Banjar Baru dan di Banjar.
Hal yang paling membahagiakan Ita adalah
ketika mengetahui siswa-siswanya lulus dan mendapat ijazah kesetaraan. Terlebih
jika pada akhirnya mereka sukses di masyarakat. “Ada murid saya yang putus
sekolah SMA karena tidak lulus ujian, kemudian saya tawari untuk masuk ke Paket
C. Awalnya dia merasa enggan karena ia
malu nantinya ijasahnya pakai ijazah paket C. Tapi saya yakinkan dia bahwa
ijazah Paket C pun sudah dapat mendaftar di perguruan tinggi manapun. Beberapa
tahun kemudian, saya ketemu bertemu dia, dan ternyata sudah mendapat gelar SE,”
kenang Ita.
Di SKB Banjar, Ita menjadi tutor yang
mengajar Matematika. Sebuah pekerjaan yang sangat menantang, karena mengajarkan
ilmu hitung pada warga belajar yang sudah berusia dewasa jauh lebih sulit
daripada mengajar anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah formal. “Kadang
kita harus bisa mengaitkan pelajaran dengan kehidupan sehari-hari. Pada saat
pengajaran mereka antusias, tapi nggak tahu apakah ilmunya masuk atau enggak,” ujarnya.
Belum lagi dengan masalah kehadiran, yang
menurut Ita menjadi salah satu penyebab terhambatnya proses belajar mengajar
dan transfer ilmu pada warga belajar. “Kalau ngajar di paket C, hari ini dia masuk, minggu depan absen. Meski
begitu, dia sms saya untuk minta ijin,”
katanya. Tak ada yang bisa dilakukan selain mencoba memahami dan memaklumi
mereka, karena mereka pun memiliki banyak kesibukan dalam kehidupan
sehari-harinya. Namun tak terelakkan
bahwa hal ini berpengaruh terhadap penyampaian materi pelajaran matematika.
Seringkali Ita tidak dapat melanjutkan ke materi berikutnya disebabkan ada
warga belajar yang tidak mengikuti materi sebelumnya. Kadangkala hal ini
menjadikannya harus mengulang penyampaian materi untuk bisa masuk ke materi
selanjutnya. Padahal di sisi lain, penyampaian
materi pelajaran yang terulang-ulang akan dapat melemahkan motivasi belajar
bagi peserta didik yang rajin, yang hadir secara kontinu di kelompok
belajarnya.
Hal
lain yang menjadi kendala yaitu kelompok belajar mempunyai keterbatasan modul
atau buku penunjang sehingga cukup menyulitkannya untuk mencapai kriteria ketuntasan yang
diinginkan. Bahkan ada kelompok belajar yang
warga belajaryna tak ada yang memiliki buku teks dan modul. Hal ini tentu saja
akan menggangu kelancaran proses pembelajaran, terlebih karena buku/modul
khusus untuk pendidikan kesetaraan tidak banyak dijual di toko buku baik di
Banjarbaru maupun di Martapura. Maka
itu, Ita mencoba metode pemecahan masalah dalam proses
pembelajaran supaya dapat terus berjalan tanpa harus melalui tatap muka dan
tanpa harus bergantung pada buku/modul pelajaran. Antara lain dengan
menggunakan media yang tepat, untuk mengefektifkan proses pembelajaran.
Media LAWB
Salah satu media
yang dapat dipergunakan dalam pembelajaran matematika adalah media LAWB (Lembar Aktivitas Warga Belajar). Lembar Aktivitas Warga Belajar (LAWB) ini merupakan
salah satu alternatif pembelajaran bagi peserta didik karena LAWB membantu peserta didik untuk menambah
informasi tentang konsep yang dipelajari melalui kegiatan belajar yang
dilakukan secara sistematis. Peserta
didik yang telah menguasai materi pelajaran dapat menjadi tutor sebaya dalam
kelompok kecil untuk saling membelajarkan kepada teman lainnya. Dari sini
diharapkan terjalin kerja sama dan rasa sosial untuk saling membantu dalam
mengejar ketertinggalan. Warga belajar yang ada dalam kelompok belajar pun akan
termotivasi untuk selalu mengikuti kegiatan pembelajaran.
Lembar Aktivitas
Warga Belajar (LAWB) disusun berdasarkan standar isi pendidikan kesetaraan.
Pada prinsipnya, LAWB sama dengan Lembar Kerja Siswa (LKS) pada pendidikan
formal. Namun bedanya, untuk LKS sudah banyak penerbit yang memfasilitasi
keberadaannya sehingga gampang dibeli di toko buku.
Penggunaan
LAWB merupakan sesuatu yang memberikan motivasi untuk dilaksanakannya proyek
individual maupun kerja sama kelompok di kelas. LAWB tidak hanya membantu
peserta didik dalam memahami konsep mengenai matematika, akan tetapi juga
banyak membantu tutor dalam penyampaian materi dalam rangka memberikan
pemahaman konsep. Selain itu, LAWB juga dapat membantu tutor dalam melaksanakan
pembelajaran berkolaborasi, sehingga peserta didik dapat menggali
potensi-potensi yang ada pada dirinya. Tutor juga dapat terangsang untuk mengajarkan
matematika lebih baik.
Dalam proses pembelajaran menggunakan LAWB tersusun
berbagai kombinasi dari berbagai model dan strategi seperti metode pembelajaran berbasis portofolio,
di mana tutor memberi tugas di luar jam pelajaran untuk mempelajari konsep dan
subkonsep seperti yang dijelaskan dalam lembar aktivitas yang telah tersedia, metode pembelajaran kooperatif, di mana untuk penyelesaian tugas yang
diberikan oleh tutor, peserta didik dibagi menjadi beberapa kelompok kecil
untuk menjawab pertanyaan yang sudah tersedia pada LAWB, strategi diskusi, di mana diskusi kecil yang terjadi dalam proses
pembelajaran memungkinkan terjadinya interaksi antara dua orang atau lebih dari
setiap peserta didik yang terlibat dalam pengerjaan tugas yang diberikan tutor
pada media LAWB, dan strategi kerja
kelompok, di mana dalam pembelajaran, warga belajar dibagi dalam beberapa
kelompok kecil untuk menyelesaikan tugas yang diberikan tutor.
Pemilihan strategi
dengan menggunakan LAWB dalam proses belajar mengajar di kelompok belajar Paket
C bertujuan untuk mengaktifkan warga belajar dalam proses pembelajaran yang dapat berlangsung kapan pun dan di mana
pun diperlukan, membantu warga belajar dalam mengembangkan konsep, melatih warga belajar dalam menemukan dan mengembangkan
keterampilan proses, sebagai pedoman tutor dan warga belajar dalam melaksanakan proses pembelajaran, membantu
warga belajar memperoleh catatan
tentang materi yang dipelajari melalui kegiatan belajar, serta membantu warga
belajar untuk menambah informasi
tentang konsep yang dipelajari melalui kegiatan belajar secara sistematis.
Hasil yang dicapai dari penggunaan LAWB
dalam proses belajar mengajar antara lain, membantu mengatasi ketergantungan
terhadap buku atau modul kesetaraan, meningkatkan efektivitas pembelajaran
karena warga belajar dapat mempelajari materi tanpa harus melalui tatap muka, mengetahui
pencapaian kompetensi warga belajar secara bertahap melalui lembar aktivitas
belajar, mengetahui kelemahan yang belum dapat dicapai oleh warga belajar, dan
terjalinnya keakraban, kerja sama, dan saling bantu antar sesama warga belajar.
Meski
demikian, ada beberapa kendala yang Ita hadapi dalam penggunaan media LAWB,
antara lain, tutor harus rajin membuat lembar demi lembar LAWB untuk dibagikan
kepada warga belajar pada setiap pertemuan dengan menggunakan dana pribadi.
Selain itu, karena media berupa lembaran-lembaran yang dibagikan kepada warga
belajar, maka kondisinya setelah berada di tangan warga belajar menjadi
terserak. Bagaimanapun, Ita merasa bahwa diperlukan waktu yang lebih memadai
untuk mengembangkan dan menyelesaikan penyusunan LAWB karena standar isi untuk
pendidikan non formal tentu berbeda dengan pendidikan formal.
Menjadi
Tutor di Penjara
Sejauh ini, tutor yang gemar membaca novel
ini mengaku cukup menikmati mengajar Paket C. Kendati demikian, ia berharap
seluruh masyarakat di Kecamatan Bincau sadar dengan arti penting pendidikan,
dan seoptimal mungkin memanfaatkan program pendidikan yang ada di SKB Banjar. Menurut
Ita, salah satu masalah sosial di masyarakat sekitar yang kerap terjadi adalah tingginya
angka pernikahan dini. “Di Kecamatan Bincau ini banyak sekali anak yang setelah
lulus SMP kemudian langsung nikah,” katanya. Ia sangat menyayangkan hal ini, karena
menurutnya seharusnya perempuan memiliki ijasah minimal SMA. “Saya tekankan
terutama pada yang perempuan, minimal harus dapat ijasah SMA. Kalau orang tua
mampu, harus kuliah. Jangan sampai hanya puas dengan ijazah SMP. Kalau dia
memiliki pendidikan lebih tinggi, setidaknya dia memiliki peluang untuk punya
pengahasilan sendiri,” tuturnya.
Selain disibukkan dengan aktivitas sebagai
tutor di SKB Banjar, pegawai negeri golongan 4A ini pun sibuk mengajar di PKBM
semenjak SKB Banjar bekerja sama dengan PKBM untuk pembelajaran Kejar Paket A
dan Paket B. Di samping itu, Ita pun menjadi pengelola PAUD. Ia juga kerap
dilibatkan dalam kegiatan keaksaraan di Dinas Pendidikan Kabupaten Banjar.
“Kalau ada pelatihan tutor paket A B C, saya selalu dilibatkan sebagai
narasumber,” katanya.
Tahun 2010, Ita sempat diminta untuk
menjadi tutor di Lembaga Permasyarakatan (LP) anak untuk mengajar program paket
B. “Pertama masuk takut, karena kesan penjara kan ngeri. Tapi ternyata semuanya berjalan dengan baik dan
lancar. Kendalanya, mereka kan ikut program pembelajaran 3 tahun,
tapi paswaktu ujian, mereka keluar
sebelum waktunya. Pas ujian, mereka nggak mau dipanggil. Mereka malah
bilang, ‘Pamali bu, kita pantang melihat
ke belakang’.Tapi kemudian saya minta mereka untuk menghubungi saya, supaya
nantinya dapat saya carikan kelompok belajar yang lain. Tapi mereka tidak mau
menghubungi,” keluhnya.
Meski demikian, Ita tetap semangat
menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai tutor, apalagi setelah meraih
penghargaan sebagai juara III Tutor Paket C Berprestasi tingkat Nasional.
Kebahagiaannya adalah melihat peserta didik yang dibimbingnya meraih kehidupan
yang sukses.
Mengutamakan
Pendidikan
Di lingkungan keluarga Ita sangat
mengedepankan pendidikan untuk kedua anaknya yang masih duduk di bangku SMA dan SD. “Saya dan suami sudah
S-2, tapi anak masih belum. Oleh karena itu, saya harus benar-benar
mempersiapkan mereka. Sekolah adalah hal yang utama. Saya berpegang pada prinsip
bapak saya, bahwa ilmu itu tidak ada habisnya. Jadi sebaiknya yang diwariskan
pada anak adalah ilmu,” tuturnya.
Bagi Ita, almarhum kedua orang tuanya
adalah sosok yang menjadi figur inspirasinya. Dulu, ayahnya adalah seorang
pegawai di kantor gubernur, sedangkan ibunya hanya seorang ibu rumah tangga.
Dengan gaji ayahnya yang tak banyak, Ita, anak keenam dari delapan bersaudara,
terbiasa belajar berbagi dan hidup sederhana. “Kami harus lulus cepat supaya
adik-adik punya kesempatan untuk sekolah juga,” ia bercerita tentang
keluarganya. Oleh karena itu, berdasarkan pengalamannya, Ita sangat
mengharapkan bahwa sebaiknya perempuan pun memiliki uang sendiri supaya dapat
membantu suaminya atau keuangan keluarga. Oleh karena itu, pendidikan bagi
perempuan sangatlah penting untuk bekalnya di kemudian hari. “Sampai saya
bilang ke anak saya yang laki-laki, ‘nanti kalau cari istri jangan cari yang
ibu rumah tangga,’” katanya diiringi derai tawa.
Suami Ita sendiri adalah seorang guru
matematika di sebuah SMP Negeri di Martapura, Kalimantan Selatan. Mereka
bertemu ketika masih sama-sama menjadi mahasiswa. “Dia kakak angkatan saya,
tapi sebenarnya dia adalah teman kecil saya. Ketemu lagi pas kuliah. Saya
menikah usia 25, setelah lulus kuliah S-1 tahun 1997,” kisah Ita.
Saat menceritakan pengalamannya mengikuti
ajang Lomba PTK Berprestasi Nasional, Ita mengatakan bahwa ia memang ditunjuk
untuk mewakili Banjar oleh Dinas Pendidikan kota Banjar, sehingga Ita langsung
melenggang, mengawali kompetisinya di tingkat Provinsi Kalimantan Selatan. “Saat
seleksi, saya melihat pesertanya muda-muda, ada lima orang. Saya sempat keder
juga. Tapi saya berusaha semampunya dan tetap optimis dengan menyiapkan
portofolio sebaik-baiknya. Apalagi ajang kompetisi tutor berprestasi
nasional baru ada tahun ini,” katanya. Saat
pengumuman pemenang dikumandangkan, Ita sungguh tak menyangka bahwa ia masuk
menjadi juara III. Haru dan bahagia melingkupinya. Rencananya, hadiah dari
prestasinya sebagai juara III Tutor Paket C Terbaik Tingkat Nasional itu hendak
ia pergunakan untuk pendidikan anak-anaknya dan berangkat haji. ***
Ditulis tahun : 2013
Diterbitkan di Majalah Dikmen (Kemendikbud)
No comments:
Post a Comment